Oleh: Mukhlis, S.Pd.,M.Pd.
Selama ini sering terjadi pertikaian antar siswa  di i seluruh Indonesia. Peristwa tersebut bukan masalah baru , Namun sepertinya sudah turun -temurun dan modusnya pun berbeda-beda.
Tawuran antar pelajar ini sudah banyak memberikan keresahan pada masyarakat, terutama masyarakat yamg tinggal di kota- kota besar.Â
Secara umum tawuran antar pelajar terjadi pada  mereka yang berusia. 15 sampai 18 Tahun. Usia ini merupakan sebuah kondisi atau suasana  yang  potensial sekali untuk diganggu jiwanya oleh orang orang yang menciptakan kerusuhan.
Usia yang sudah disebutkan di atas, merupakan usia siswa yang sedang menempuh pendidikan pada tingkat SMA/ SMK sederajat. Pada usia seperti ini mereka masih mempunyai rasa egoisme yang tinggi, baik secara mandiri maupun secara kelompok.
Ada proses yang sedang berlangsung pada mereka meliputi perubahan biologis, pikiran serta ideologi yamg dimiliki. Pada posisi seperti ini meteka selalu menganggap dirinyalah yamg paling benar.
Modus - modus yang dimunculkan selain tawuran antar pelajar pada usia seperti ini adalah begal. Kegiatan yang dilakoni oleh anak -anak tanggung ini telah mencipta sebuah ketakutan yang luar biasa di tengah masyarakat.Â
Tindakan mereka dengan menggunakan celurit membegal siapa saja dengan tujuan merampok harta benda milik korban, telah  menciptakan sebuah ketakutan yang luar biasa.Meteka tidak segan-segan  menghilangkam nyawa korban, apabila mendapat perlawanan dari orang yang dirampok.
Peristiwa -peristiwa yamg terjadi dalam uraian di atas tidak terjadi secara alamiah. Ada hubungan antara peristiwa  tersebut dengan kondisi ekonomi, pendidikan, dan karakteristik yang dimiliki siswa yang terlibat dalam kelompok kriminalitas  berupa tawuran antar gang atau kelompok serta begal yang meresahkan warga selama ini.Â
Dulu hal ini hanya terjadi di kota- kota besar,akan tetapi peristiwa semacam ini telah merasuki hampir semua siswa atau remaja yang ada di daerah. Sebut saja di Sumatera Utara (Medan ) seperti yang sering diberitakan di media masa maupun media sosial.  Hampir rata -rata  peristiwa begal yang terjadi di kota terbesar  nomor 4 Indonesia  itu semua pelaku begal adalah siswa yang bersekolah di jenjang SMA/ SMK.Â
Kasus -kasus kriminal yang terjadi dalam kehidupan masyarakat  dan meresahkan telah mendorong pihak - pihak terkait untuk mencari akar permasalahan dan solusi yang tepat.Â
Berdasarkan amatan penulis yang terlibat langsung dengan  penanganan siswa bermasalah dengan kasus di atas. Setelah diperiksa dan dianalisis lebih dalam ternyata ada tiga hal yang menyebabkan  itu terjadi dan luput dari perhatian masyarakat dan para pengambil ke kebijakan. Adapun masalah tersebut adalah ekonomi, keluarga/ orang tua dan perubahan budaya masyarakat.Â
Faktor Ekonomi Â
Sebagai negara berkembang, Indonesia masih berada dalam sistem perekonomian yang belum stabil. Rata - rata pertumbuhan ekonomi Indonesia masih berada di bawah rata -rata pertumbuhan ekonomi dunia yaitu berada di bawah 5 persen/tahun.Â
Pertumbuhan ekonomi yang tidak menguntungkan tersebut berpengaruh pada tingkat pendapatan masyarakat. Akibatnya, pendapatan masyarakat. Sehingga masyarakat miskin dan pengangguran bertumbuh lebih signifikan.Â
Dampak di atas berimbas pada pemenuhan kebutuhan hidup keluarga di negeri ini. Ketika si anak atau siswa sebagai objek tulisan ini tidak mendapatkan kebutuhan tersebut, maka akan muncul usaha-usaha yang instan untuk mencukupi kebutuhan hidup.
Ketika berharap dari orang tua tidak terpenuhi, maka hal ini akan berdampak pada angka putus sekolah yang tinggi. Putus sekolah merupakan sebuah kebangkrutan moral bagi setiap anak. Tidak ada lagi usaha dan upaya yang bisa dilakukan untuk membentengi rusaknya moral generasi muda.
Anak atau objek tulisan ini akan mencari jalan sendiri sesuai dengan keinginan untuk nemenuhi hasrat hidup dengan cara melakukan begal terhadap siapa saja yang mereka inginkan.
Faktor Orang Tua/ Keluarga
Hampir 80 persen dari anak anak begal yang ditangkap polisi mengaku bahwa mereka sudah lose kontak dengan orang tua atau keluarga.  Mereka mengaku  bahwa orang tuanya sudah bercerai atau mereka berasal dari keluarga yang berantakan. Akibat dari  faktor  tersebut  mereka mencari jalan hidup sendiri dan mencari kedamaian yang mereka ingin kan.Â
Kedamaian - kedamaian yang dinginkan hanya ada pada gang atau kelompok yang mereka bentuk. Biasanya ada kelompok - kelompok premanisme yang memanfaatkan momen ini untuk meraup keuntungan. Â Anak atau objek tulisan ini yang lugu didoktrin untuk jadi penjahat dan begal untuk mencari keuntungan.Â
Anak yang ditinggalkan oleh orang tua tersebut tidak bisa ditangkap dan dipenjara, karena mereka berada di bawah umur. Pihak kepolisian juga merasa bersalah dan melanggar undang- undang perlindungan anak. Ini juga termasuk faktor pembiaran secara legalitas menurut hukum. Â Selanjutnya, para preman atau kelompok yang menjadi orang tua jalanan bagi mereka semakin berani untuk bertindak.Â
Faktor Perubahan BudayaÂ
Kemajuan informasi dan  teknologi telah memberikan perubahan besar bagi kehidupan sosial, khususnya berkaitan dengan budaya.  Adanya trend baru yang muncul di tengah kehidupan masyarakat khususnya generasi muda telah memunculkan dampak luar biasa.
Walupun kemajuan teknologi dan informasi tidak dapat dibendung , jika dikontrol dengan terapi yang tepat pasti berdampak positif pada generasi muda hari ini.
Diakui atau tidak, kriminalitas yang dilakukan oleh siswa, baik terhadap guru atau sesama adalah dampak perubahan karakter yang dimiliki oleh peserta  didik hari ini. Budaya,sikap dan sopan santun telah terkikis oleh budaya - budaya asing yang setiap hari ada dalam genggaman siswa. Media tersebut siap kapan saja menerkam mangsa yang tidak dilengkapi dengan perisai pertahanan akidah, berpikir, dan sikap.Â
Budaya hidup berkelompok dengan satu tujuan saling melindungi dan narsis bersama adalah wujud nyata perubahan karakter pada siswa hari ini . Mereka membuat kelompok - kelompok di media sosial baik menggunakan grup WhatsApp dan lainnya untuk kebersamaan.Â
Kebersamaan yang mereka bangun lebih didominasi oleh sifat unjuk diri dan kelompok. Kelompok tersebut melakukan bulying sebagai wujud  kebersamaan dalam mempertahankan kelompok.Â
Perubahan budaya seperti telah menjadikan mereka berkoloni untuk mempertahankan diri dari kelompok lain sehingga memunculkan tawuran antar kelompok. Â Tawuran ini telah meresahkan masyarakat hampir setiap kabupaten/ kota di tanah air.Â
Simpulan:
Jika  permasalahan di atas dibiarkan berlangsung dalam waktu yang lama  dikuatirkan akan berdampak pada kehidupan bernegara. Filosofi yang menyatakan bahwa baiknya masa depan suatu bangsa sangat ditentukan oleh peran serta generasi muda hari ini,  benar -benar akan nyata di negeri ini.Â
Sebaiknya pihak pemerintah selaku penanggung jawab utama yang mempunyai kekuasaan, alat dan sarana harus bertindak lebih sigap untuk menuntaskan permasalahan tersebut.Â
Penulis adalah Pemimpin Redaksi Jurnal Aceh Edukasi dan Guru SMA Negeri 1 LhokseumaweÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H