Mohon tunggu...
Muklis Puna
Muklis Puna Mohon Tunggu... Guru - Guru SMA Negeri 1 Lhokseumawe

Penulis Buku: Teknik Penulisan Puisi, Teori, Aplikasi dan Pendekatan , Sastra, Pendidikan dan Budaya dalam Esai, Antologi Puisi: Lukisan Retak, Kupinjam Resahmu, dan Kutitip Rinridu Lewat Angin. Pemimpin Redaksi Jurnal Aceh Edukasi IGI Wilayah Aceh dan Owner Sastrapuna.Com . Saat ini Bertugas sebagai Guru SMA Negeri 1 Lhokseumawe

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ada Apa dengan Sekolah?

13 November 2023   13:40 Diperbarui: 9 Desember 2023   14:27 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh: Mukhlis, S.Pd., M.Pd. 

Sekolah tegak kokoh ditembok,  pagar meninggi penuh kawat berduri.  Pintu pagar menjulang menantang langit.  Dari dalam,  kelas bertingkat disusun bagai rumah di kota besar.  Anak - anak berada dalam kelas senyap tak berceloteh mendengar ocehan guru.  Tiga atau empat jam sekali, lonceng berdentang memberi ruang padanya untuk menghirup udara segar.  

Setelah itu, mereka masuk lagi menghuni ruang walau kadang berkipas angin atau mungkin ber AC- ria.  Namun ada juga berkipas tanpa angin.  Udara pengap, keringat mengucur menenggelamkan bola mata.  Duduk rapi,   tangan berlipat mulut menganga bagai paus  menguap menunggu mangsa mendengar hebatnya sang guru menjelaskan materi perkembangan dunia.  

Mau bertanya?  Tunggu kesempatan dipetakan.  Tak boleh menyela kalau mau nilai sikap tertera  huruf A di catatan amal yang dibagikan setiap enam bulan sekali.  Bunga warna- warni  menambah semarak lokasi mereka berada.  Pohon - pohon begitu  ranum menunggui mereka pada jam istirahat pelepas penat.  

Dari luar hanya anak-anak berseragam olahraga yang boleh jingkrak -jingkak,  lainya duduk tenang dan adem dalam sekat -sekat kaca.  Sekali- kali matanya menoleh keluar melihat  capung bercanda ria di atas kelopak bunga melati.

Pagi buta mereka mengejar matahari,  berlomba menuju gerbang.  Jam di tangan jadi pedoman.  Sedikit saja langkah kaki telat mencium gerbang,  siap -siap menunggu ganjaran.  Ada sampah yang harus dipungut dengan muka merengut.  Atau mungkin antre berderet menunggu jam berikutnya.  


Setelah satu pelajaran usai,  satu lagi tugas membusur dari mulut sang pencerah.  Ada tugss mandiri, adapula tugas kelompok.  Tugas kelompok biasanya dikerjakan secara mandiri atau sendiri oleh ketua dan wakil.  Sedangkan tugas mandiri biasanya dikerjakan secara kelompok.  

Dalam rentang bulan mereka dipaksa menghafal konsep dan teori agar  bisa berdikari ( berdiri di kaki sendiri)  saat diminta tagihan di depan kawan -kawan. Angka adalah sesuatu yang sakral. Tugasnya setiap hari bagai pedagang mengumpulkan angka,  tapi bukan rupiah.  Angka standar ditentukan dari awal.  Siapa saja yang tidak mencapai standar,  terpaksa harus ditutupi dengan tugas tambahan.  

Lima bulan berlalu,  waktu terus saja membuncit.  Penilaian hafalan di depan mata.  Kejujuran diuji nyali.  Mereka berlomba belajar mencoret dan  menghafal konsep.  Ada yang memorinya penuh terpaksa menulis  di lembaran kecil untuk dilihat,  jika sempat waktu memihak padanya.  Sebernarnya mereka diawasi guru.  Namun sering juga terbalik,  kadang mereka yang mengawasi guru.  

Awal soal berada di hadapan,  mereka serius sangat.  Ketika 20 menit berlalu stok konsep yang diusung dari rumah mulai menipis. Suasana kelas mulai riuh,  sesekali terdengar suara -suara berbisik meminta jawaban teman.  Praktik monolog mulai terasa pada saat ujian di ujung waktu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun