Oleh: Mukhlis,S.Pd., M.Pd
Di tengah perjalanan cita, aku berhenti di bahu jalan kehidupan
Jantungku berdetak,  meretakkan  iga dalam pagar jiwa
Ribuan tanya menyerang saraf
Apa yang kau tunggu kawan?
Gemuruhnya terompet Israfil dari aras? Yang memecahkan gendang telinga?
Atau bintang langit dicopot  dari tangkainya?lalu dilempar ke wajahmu yang hina
Mungkin gunung -gunung menjulang dibongkar dari pasaknya?
lalu diterbangkan bagai kapas di atas ubun- ubun mu?
Apa lagi yang kau tunggu wahai jasad  berlumur dosa?
Kunci pengait bulan dan matahari disentil dengan ujung jari -Nya?
Atau kolam renang raksasa memikul istana kesombongan mu?
Mungkin Kau ingin melihat  bayi -bayi prematur melompat dari rahim ibunya tanpa persalinan?
Apa lagi yang kau tunggu wahai jiwa penasaran?
Atau matahari dan bulan berhamburan di angkasa biru?
Mungkin kau ingin berjalan di atas tanah yang bergelombang?
Apa yang kau sombong kan kawan?
Intelektual mu menepis gejala alam?
Atau kekuasaan mu yang melampaui batas?
Hati-hati kawan!
Untung Suku Maya salah membaca zaman
Seandainya mereka benar, apa yang kau punya?
Jangan menopang langit dengan telunjuk!
Kawan..
Kini matahari belum menyelingkuhi aturan langit
Jika  arah barat ia bermula kemana jasad hendak kau bawa?
Kembalilah kawan!
Mari ringankan penyangga tubuh menemui panggilan- Nya setiap hari
Dia selalu menggenggam jiwa dalam jarak dua jari
Lhokseumawe, November 2023
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI