Oleh: Mukhlis, S.Pd., M.PdÂ
Setelah bulan bermuram durja di paruh masa
Bumi bingung terhuyung- huyung dirundung duka
Matahari mengibas panas  warna tembaga
Gunung -gunung berdentang mual meludah sembarangan
Kabut  mengoplos udara malam bersenda ria di pucuk -pucuk ranum
Semenjak bumi mendua pada matahari
Suara -suara berselingkuh dalam genggaman
Bayi- bayi melonpat tingkap diusir dari rahim suci
Ibu muda telanjang dada mengobral nafsu di stasiun kereta
Semenjak bulan melingkar merah pada cincin matahari
bocah-bocah polos menyeret  sang bunda
dengan bibir dan lidah bercabang empat
Isteri- isteri nakal menjunjung harta suaminya di ubun- ubun
Di arak dalam kotak.berwarna ungu menjadi abdi dunia semu
Semenjak bumi berontak dalam rupa dan tanda
Pendosa berjingkrak -jingkrak di atas  sebuah rasaÂ
Di sana di negeri peninggalan Musa
Datjal- datjal mulai berbenah menebar praharaÂ
Di bawah sungai Eufrat nan kerontangÂ
musuh- musuh keluar dari lobang gelap
Semenjak marahari menelan embun
Bulan menghisap pasang
Bumi meraung -raung
Angin mrnguap panas
Api menjulur memburu lahan - lahan tandus
Â
Semenjak tanda membusur makna
Bumi menderita dalam luka menanti duka
Lhokseumawe. November 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H