Oleh: Mukhlis, S.Pd., M.PdÂ
"Jika ingin terkenal silakan kencingi sumur zamzam"
Itulah pepatah  Arab yang cocok digunakan untuk mengusik teduhnya lautan maya. Sengaja penulis memposting artikel yang agak kontroversi dan sedikit seksi. Tujuan penulis adalah untuk membangunkan harimau sastra yang selama ini lelap mendengkur di balik akun media sosial. Bau esai dan artikel yang begitu menyengat telah merambat dalam goa-goa akun para singa sastra di Cyber sastra. Penulis melihat, selama ini facebook , Instagram dan twiter hanya dimanfaatkan  untuk memposting status dalam bentuk puisi sebagai medium melepas penatnya jiwa.Â
 Biasanya setiap postingan selalu dibanjiri dengan jempol dan komentar yang beragam.
Isi komentar secara keseluruhan adalah tentang pujian  ,wow!..hebat!, luar biasa!  super sekali, Kamulah sang maestro ku. Ada banyak pujian yang tersusun rapi pada setiap postingan. Dari sekian komentar yang penulis amati selama tiga tahun terakhir hanya sedikit yang bernada kritikan.Â
Bahkan ada penyair yang minta karyanya untuk dikritik dan saran (krisan dong!) Apakah salah dengan komentar seperti di atas baik pujian atau kritikan dari pembaca?  Menurut penulis itu bentuk motivasi bagi penyair  dalam berkarya.Â
Hal ini seperti maksud Malik ( Djamarah 2003) bahwa motivasi ada dua yaitu intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Nah motivasi intrinsik adalah motivasi dari dalam yang tidak bisa diganggu gugat. Sedangkan motivasi ekstrinsik adalah motivasi dari  luar, salah satu motivasi itu dapat berupa  pujian dan kritikan.
Secara  umum orang berbudaya halus pujian merupakan suplemen tambahan dalam melakukan kegiatan.
Uraian dan konsep di atas,jika dikaitkan dengan pujian terhadap sebuah karya adalah sambutan atau apresiasi yang diberikan pembaca terlepas dari ilmu sastra dan status yang dimiliki.
Agar pembaca tidak tersesat dalam tulisan ini mari kita kembali pada pepatah Arab pembuka tulisan ini. Lewat esai yang diposting penulis tiga kali berturut dalam rentang berdekatan, muncullah pro dan kontra terhadap masalah yang disajikan.
 Alhamdulillah! Pancingan yang penulis lakukan membuahkan hasil  yang luar biasa. Dengan berbagai teori, konsep,dan pengalaman yang dimilki oleh pengampu sastra dari berbagai latar belakang akademik yang hebat telah memberikan pembelajaran sastra tanpa SKS dan bangku kuliah.
Bagi penulis  ini merupakan terobosan baru dalam memanfaatkan  media sosial yang selama ini diidentikkan dengan hal negatif.
Tanggapan dan materi yang disajikan oleh pengampu sastra ditanggapi dan diterima secara  unik. Bagi yang  memahami dianggap sebagai ilmu tambahan. Akan tetapi  bagi pemula  dianggap ilmu baru dan pengalaman dalam berkarya. Akan tetapi ada juga penyair.yang mengatakan jangan dipaparkan begitu detail yang ada tambah bingung. "Nikmati saja puisi itu sebagai luapan penyair yang meledak--ledak tanpa perlu kajian " Â
Begitulah diskusi sepintas para Cyber sastra yang berbeda pandangan, dari disiplin ilmu yang berbeda. Andaipun berbeda dalam banyak hal , namun semangat memajukan sastra Indonesia lewat cyber sastra sangat luar biasa.
Penulis adalah Pemimpin Redaksi Jurnal Aceh Edukasi dan Guru SMA Negeri 1 LhokseumaweÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H