Mohon tunggu...
Muklis Puna
Muklis Puna Mohon Tunggu... Guru - Guru SMA Negeri 1 Lhokseumawe

Penulis Buku: Teknik Penulisan Puisi, Teori, Aplikasi dan Pendekatan , Sastra, Pendidikan dan Budaya dalam Esai, Antologi Puisi: Lukisan Retak, Kupinjam Resahmu, dan Kutitip Rinridu Lewat Angin. Pemimpin Redaksi Jurnal Aceh Edukasi IGI Wilayah Aceh dan Owner Sastrapuna.Com . Saat ini Bertugas sebagai Guru SMA Negeri 1 Lhokseumawe

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sudah Belajarkah Kita?

1 November 2023   20:48 Diperbarui: 1 November 2023   21:02 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Oleh: Mukhlis, S.Pd.,M.Pd.

 "Seandainya ada orang mau mengajariku satu kata saja, maka Aku rela jadi pembantunya" Ali Bin Abi Thalib"

Indah dan sederhana sekali kutipan Sayyidina Ali yang merupakan ahli surga . Beliau sudah mendapatkan tiket resmi menuju Janantul Naim. Kata kunci utama yang membuat kutipan itu punya roh yang maha dahsyat adalah belajar. Belajar identik dengan ilmu. Ilmu harus dituntut. Dalam sejarah manusia hanya dua hal yang diturunkan dari langit, yaitu wahyu ilahi dan hujan sebagai sumber kehidupan, Selebihnya semua berproses dengan mengikuti siklus dan sistem sesuai dengan sunanatullah.

Berbagai konsep sudah diramu dan diracik oleh para pakar dan pendahulunya tentang kata" belajar'. Jika konsep belajar  dikupas dalam bangunan tulisan ini mungkin pembaca tidak akan sampai pada tema yang telah ditetapkan di atas. Penulis dapat menduga, sebentar saja bola mata pembaca menjalar dalam tabulasi kata pada tulisan ini, maka secepat kilat pula tulisan ini ditutup. Hal ini kalau  teori tentang belajar penuh sesak meluap dalam artikel ini.

Betapa pentingnya kata belajar bagi setiap individu yang sudah berakal atau balig. Dalam Islam, belajar diwajibkan mulai dari alam kandungan sampai akhir hayat. Bahkan Nabi Muhammad sebagai penghulunya Nabi, jauh sebelum dunia mengenal negeri China, beliau sudah memberi amaran tuntutlah ilmu sampai ke negeri China.

Kutipan dan uraian di atas bukanlah pepesan kosong belaka. Buktinya dunia dapat sehebat dan se -modren begini hanya terjadi karena belajar. Inti dari belajar secara sederhana adalah terjadinya perubahan. Perubahan adalah  proses berpindahnya pola pikir, sikap dan tingkah laku dari yang tidak bagus menuju hal - hal yang bersifat positif.

Pada zaman baheula, saat manusia baru mengenal tulisan, mereka sudah membekali dirinya dengan belajar. Orang- orang yang menjadi publik figur di dunia ini juga telah melewati proses ini dengan begitu panjang dan penuh tantangan.

Fenomena belajar pada saat ini sudah menjadi lips service pada semua kalangan. Akan tetapi realisasi dan aplikasi kata belajar dalam diri setiap individu jauh sekali bagai panggang dengan apinya, bagai langit dengan bumi dan bagai matahari dengan bulan. Begitu jauh hingga sulit menguraikan lebih detail.

Menurut ahli filsafat bahwa ilmu itu didapat dari rasa penasaran dan ragu ragu, agama itu berangkat dari keyakinan dan cinta itu berangkat dari rasa kagum. Bumi ini dipastikan bulat setelah Galilei Galie Leo dipenggal dan dilanjutkan oleh rasa penasaran Colombus untuk mengelilingi dunia.

Rasa penasaran Thomas Alfa Edison ketika berada di hamparan malam. Ia berpikir seandainya kilatan petir dimasukkan dalam sebuah wadah transparan, maka akan bermanfaat bagi manusia sebagai penerang. Ide dan lamunan tersebut diaplikasikan dalam treatment yang nyata munculah lampu pijar yang mampu menerangi pembaca mengulik tulisan ini.

Lain lubuk lain ikan, lain padang lain juga belalangnya. Lain penemu lain pula jalan ceritanya. Perlu dipahami bersama bahwa semua  temuan dan produk yang digunakan sekarang adalah hasil dari usaha gigih yang maksimal dari para pembelajar.

Bagaimana dengan Kita  hari ini?
Wah. .! Ini pertanyaan yang menggelitik jiwa. Media belajar begitu bertaburan  saat ini. Buku buku tulis yang mencurahkan segala pengetahuan kini bersemayam pada setiap  genggam individu informasi begitu padat, tidak  mengenal ruang  dan waktu. 

Tempat belajar berpindah tempat dari yang kolektif ke individual. Sangat disayangkan sebagian besar dari pemilik  buku buku elektronik diasyikan dengan bayangan semu tak punya roh dan mengabdi pada animasi yang tak menjanjikan.

Peran guru hampir dipastika perlahan digiring dari pasatnya ilmu dan teknologi dunia. Apalagi jika para guru tidak mau meng Update diri.  Dengan rasa menyesal mereka akan ditinggal oleh par peserta didik yang kepo akan pengetahuan terbaru.  Guru yang baik adalah guru yang mampu mengayomi, memahami peserta didi, melatih dan mengajar dengan mengabadikan dirinya sebagai tokoh yang dapat diteladani.

Untuk menutup tulisan ini penulis mengajak  mereunugi kutipan di awal tulisan ini. Para Imam Mazhab dalam Islam sengaja berguru dan menuntut pada imam sebelumnya. Hal ini dilakukan bahwa belajar itu bukan hanya mengetahui informasi tentang pengetahuan keagamaan, akan tetapi sikap dan nilai yang telah diaplikasikan dalam dirri sang guru menjadi tauladan dalam bersipkap.

Begitu hebat penghormatan yang diberikan oleh sang Figur Saidina Ali sehingga beliau mau menajdi pelayan bagi orang yang mengajainya satu kata saja. Mari bandingkan dengan peserta didik hari ini.. Berjuta juta konsep diberikan oleh gurunya. Untuk mencium tangan gurunya saja seperti dipaksakan dan banyak yang tidak serius.

Penulis adalah Pemimpin Redaksi Jurnal Aceh Edukasi dan Guru SMA Negeri 1 Lhokseumawe 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun