Inilah gerangan suatu madah mengarangkan syair terlalu indah,
membetuli jalan tempat berpindah,
di sanalah i'tikat diperbetuli sudah
 Wahai muda kenali dirimu,
 ialah perahu tamsil tubuhmu,
tiadalah berapa lama hidupmu,
ke akhirat jua kekal diammu.
Hai muda arif-budiman,
hasilkan kemudi dengan pedoman,
alat perahumu jua kerjakan,
itulah jalan membetuli insan.
Perteguh jua alat perahumu,
hasilkan bekal air dan kayu,
dayung pengayuh taruh di situ,
supaya laju perahumu itu
Sudahlah hasil kayu dan ayar,
angkatlah pula sauh dan layar,
pada beras bekal jantanlah taksir,
niscaya sempurna jalan yang kabir.
Dari penggalan syair di atas.dapat dilihat bahwa betapa seorang penyair  yang mendunia ini membandingkan kehidupan manusia dengan perahu yang berlayar di laut lepas.  Syair yang begitu indah ini telah dikaji secara ilmiah dalam berbagai judul skripsi dan tesis di universitas terkemuka.
Selanjutnya, ada juga gurindam dua belas yang dipelopori oleh seorang ulama dari Riau, Raja Ali Haji dengan karya terkenal Gurindam Dua Belas. Kedua karya hebat milik pujangga terkenal membuktikan bahwa sastra Indonesia  dibentuk dan dipengaruhi oleh sastrawan Islam dan karyanya lewat bahasa melayu sebagai medium penyampaiannya. Hamka (1963) dan Hamid (1984) : Sastra melayu Islam adalah karya sastra yang menghargai wahyu. Bagi sastra melayu kegiatan sastra tak mungkin terwujud tanpa sandaran kepada moral Islam, sebab sastra yang lahir tanpa kaidah moral (aqidah) akan menjadi sastra yang liar dan dapat membahayakan akal-budi manusia.
 Merujuk pada puisi  yang diciptakan oleh penyair selama ini khususnya yang berhubungan dengan ketuhanann dalam konsep Islam, sebagian memunculkan makna yang kotroversi di kalangan pembaca. Mengapa hal ini dapat terjadi? Apakah pengaruh pengetahuan ketuhanan atau tauhid yang dimilki penyair  masih minim? Ataukah sang penyair mengembara dengan ilmu tasawuf dalam  lautan diksi, sehingga banyak pembaca berkerut kening berlipat saraf membongkar makna? Untuk menjawab semua pertanyaan tersebut dibutuhkan perenungan oleh penyair. Bukankah  penyair yang menulis puisi secara berlebihan  mereka sedang berdiri dibibir jurang kesyirikan.
Dalam pandangan penulis telaah dan postingan puisi dalam sastra maya selama ini telah menyeret pembaca dalam halusinasi tingkat tinggi. Penulis tidak menyangkal bahwa banyak penyair yang memposting dan menelaah puisi berlatar belakang tasawuf. Mengingat pembaca satra maya  kebanyakan para pemula dengan sumber daya intelektual dan status sosial yang beragam  perlu kiranya dicarikan diksi yang transparan dan mudah dicerna oleh pembaca. Penulis beranggapan bahwa ilmu tasawuf dalam Islam adalah pagar untuk membetengi tauhid, fikih dan syariah. Jadi fikih, tauhid dan syariah adalah tanaman dalam perkarangan tasawuf.
Simpulan:
Ternyata  Islam sebagai agama rahmatan lilalamin berperan besar dalam perkembangan sastra dunia khususnya di Indonesia.
Setiap kreativitas kebahasan dalam berpuisi islam memberikan keluasan dan kebebasan.asal tidak bertentangan dengan  nilai tauhid yang dianut.
Kreativitas  berpuisi dalam islam lebih mulia jika dijadikan sebagai media dakwah dalam menyampaikan risalah dan syiar syiar keislaman.
Penulis adalah l Pemimpin Redaksi Jurnal Aceh Edukasi dan Guru SMA Negeri 1 LhokseumaweÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H