Popularitas jokowi menjelang pilpres 2014 adalah sebuah fenomena yang tak terbantahkan. Hal ini ditandai oleh banyaknya dukungan yang muncul dari kalangan masyarakat baik secara sporadis maupun terstruktur. Kelompok-kelompok publik yang menginginkan jokowi untuk maju sebagai capres dikenal dengan istilah jokowi lovers. Entah sejak kapan dan oleh siapa istilah ini bermula, yang pasti keberadaan dan eksistensi mereka sangat mudah kita temui. Fenomena munculnya jokowi lovers, merangsang lahirnya kelompok berbeda dengan karakter rivalitas yang sekarang populer dengan istilah jokowi haters.
Baik jokowi lovers maupun jokowi haters, sama-sama menjadikan media sebagai rumah besar bagi mereka untuk mempertaruhkan eksistensi. Menariknya, kedua kubu tersebut membaur dalam komunitas masing-masing dengan membawa representasi politik yang beragam. Indikasi ini dapat kita pelajari dari berbagai artikel yang tertuang di beberapa sosial media termasuk kompasiana. Dari analisa tulisan-tulisan yang ada di kompasiana inilah, penulis mencoba untuk mengurai karakter psiko-politik jokowi lovers dan jokowi haters.
JOKOWI LOVERS
Dari sekian banyak artikel yang ditulis oleh jokowi lovers, menggambarkan sikap, kepercayaan, emosi dan nilai yang berbeda-beda antara satu penulis dan penulis lain. Hal ini menandakan bahwa di komunitas jokowi lovers terdapat representasi politik yang beragam. Secara garis besar mereka terdiri dari dua golongan. Yakni, jokowi lovers yang terbentuk dari faktor ideologi partai dan jokowi lovers yang lahir karena representasi figur.
Jokowi lovers yang beranjak dari ideologi partai cenderung menelurkan ide-ide dan wacana yang objektif. Mereka mampu menangkap isu politik dan mencernanya secara sistemik serta proporsional. Tulisan-tulisan yang mereka kirim dikompasiana kebanyakan bersifat kompetensi namun tidak melangkahi etika jurnalistik yang ada. Mereka sangat memahami bahwa dukungan terhadap jokowi tidak melebihi dari kebijakan resmi partai nantinya. Sikap berani berbeda yang seperti inilah patut dijadikan contoh menuju kedewasaan berpolitik dan berdemokrasi secara benar.
Berbeda dengan jokowi lovers yang ikut mendukung joko widodo karena faktor figur. Karakter mereka condong irrasional, emosional dan menonjolkan fanatisme yang sempit. Tak jarang artikel-artikel dan komentar yang mereka muat di kompasiana terlalu ekspresif serta memprovokasi. Kemungkinan besar mereka bukanlah dari kader partai. Nampak dari kebebasan mereka bereforia dan assumsi-assumsi mereka yang liar. "Jokowi atau golput", adalah semboyan yang sering dipakai mereka ketika menanggapi sebuah artikel yang berkaitan dengan jokowi. Menguatkan indiksi bahwa mereka bukanlah dari kader partai. Argumen-argumen yang dilontarkan oleh merekapun kadang berbau propaganda dan lebih berpeluang
menimbulkan perselisihan dari
pada menghasilkan kejelasan pemikiran atau pemahaman atas sebuah kasus.
JOKOWI HATERS
Munculnya jokowi haters bisa saja bersumber dari beberapa sebab dan alasan. Namun kemungkinan yang paling erat adalah karena persaingan untuk merebut simpati rakyat yang ketat menjelang pelaksanaan pemilu dan rasa ketidakpuasan terhadap kinerja atau kepemimpinan jokowi. Jika dikelompokkan, maka secara umum jokowi haters ini terdiri dari dua unsur. Mereka adalah unsur partai yang menjadi pesaing PDIP dalam pemilu legislatif dan presiden nantinya serta kelompok di luar partai yang tidak memiliki ikatan ideologi terhadap partai manapun. Karakteristik dan gaya mereka menyikapi isu-isu yang adapun beragam. Seperti tulisan salah seorang politisi salah satu partai di akun twiternya yang mengatakan bahwa pendukung fanatik yang membabi buta adalah hama demokrasi. Begitupun dengan salah satu partai lain yang awalnya sering menjadi sasaran perang opini dari para jokowi lovers kini lebih condong mengikuti platform partainya (cinta, kerja dan harmoni, ketimbang terjebak dalam debat kusir atau perang opini yg tdk sehat.
Munculnya jokowi lovers dan jokowi haters sebenarnya adalah hal yang wajar dalam berdemokrasi, selama hal itu tidak melahirkan efek sosial movemet yang tak terkendali. Boleh menaruh harapan dan kepercayaan
kepada wakil-wakil yang dipilih dan pemimpin yang diberi amanah untuk memimpin negara, namun sikap proporsional dan kedewasaan tetap dikedepankan. menyatakan partisipasi politik adalah hak seseorang atau kelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik. Sejalan dengan itu, membangun budaya politik yang sehat juga merupakan kewajiban bagi warga negara yang baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H