Mohon tunggu...
MUKHLISHAH SYAWALIYAH
MUKHLISHAH SYAWALIYAH Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWI UNIVERSITAS MERCU BUANA | PRODI S1 AKUNTANSI | NIM 43223010129

Mata Kuliah: Pendidikan Anti Korupsi dan Etik UMB. Dosen Pengampu: Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG Universitas Mercu Buana Meruya Prodi S1 Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Ranggawarsita Tiga Era, Kalasuba, Kalatidha, Kalabendhu, dan Fenomena Korupsi di Indonesia

30 Oktober 2024   18:11 Diperbarui: 30 Oktober 2024   18:18 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
PPT Modul dosen Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG

Korupsi juga memiliki dampak negatif pada pembangunan negara secara keseluruhan. Ketika dana publik yang seharusnya digunakan untuk proyek-proyek penting, seperti pembangunan jalan, sekolah, rumah sakit, dan infrastruktur transportasi, justru disalahgunakan, maka pembangunan tersebut akan terhambat atau tidak mencapai standar yang diharapkan. Hal ini langsung berdampak pada kemajuan bangsa, terutama di sektor-sektor yang menjadi fondasi kehidupan masyarakat. Ketergantungan negara terhadap investasi asing pun meningkat, karena korupsi mengurangi kepercayaan investor yang seharusnya dapat berkontribusi dalam menggerakkan perekonomian. Dalam jangka panjang, korupsi tidak hanya menghalangi kemajuan negara, tetapi juga merusak kualitas hidup masyarakat yang bergantung pada layanan publik yang memadai. Oleh karena itu, korupsi merupakan "musuh bersama" yang harus dilawan demi terwujudnya pemerintahan yang bersih, adil, dan berorientasi pada kesejahteraan rakyat.

Bagaimana Korupsi dan Tiga Era Ranggawarsita berkaitan?

Korupsi dan tiga era yang dikemukakan oleh Ranggawarsita---Kalasuba, Kalatidha, dan Kalabendhu---terkait erat dalam konteks perkembangan sosial, politik, dan moral masyarakat. Kalasuba, yang digambarkan sebagai masa keemasan, merupakan periode di mana kekuasaan feodal mendominasi, memungkinkan para pejabat dan penguasa menyalahgunakan kekuasaan mereka tanpa batas. Dalam sistem tersebut, praktik korupsi menjadi hal yang lumrah, di mana pejabat dapat memberlakukan pajak tinggi atau memanfaatkan sumber daya negara untuk keuntungan pribadi mereka. Akibatnya, masyarakat yang tidak berdaya sering kali harus menerima perlakuan yang merugikan ini, menimbulkan ketidakpuasan luas dan potensi munculnya ketidakstabilan sosial. Ketidakadilan ini dapat mendorong munculnya gerakan sosial atau pemberontakan, yang memberi tekanan pada pemerintah untuk melakukan perubahan.

Seiring waktu, masyarakat memasuki era Kalatidha, yang mencerminkan periode transisi di mana meskipun terdapat kesadaran akan perlunya transparansi dan akuntabilitas dalam pemerintahan, korupsi tetap menjadi masalah besar. Pada fase ini, ketidakpuasan masyarakat mulai lebih terlihat, dengan munculnya kelompok-kelompok yang mengadvokasi reformasi dan menuntut perbaikan sistem pemerintahan. Pemimpin yang memahami pentingnya integritas dan keadilan berusaha untuk mengubah praktik korup, namun mereka sering kali dihadapkan pada tantangan dari praktik yang telah mengakar dalam budaya dan administrasi. Meskipun ada niat baik untuk mengurangi korupsi, langkah-langkah tersebut sering kali terhalang oleh kepentingan pribadi pejabat yang terlibat dalam praktik tersebut. Dalam konteks ini, reformasi tidak dapat sepenuhnya terwujud, karena ada resistensi dari mereka yang diuntungkan oleh sistem korup yang telah ada.

Memasuki era Kalabendhu, Ranggawarsita berusaha menekankan krisis moral yang dihadapi masyarakat. Pada titik ini, ia menyoroti pentingnya pemimpin yang bebas dari korupsi sebagai syarat utama untuk mencapai keadilan dan kesejahteraan. Korupsi dianggap sebagai penyakit yang mengancam stabilitas sosial dan keberlanjutan masyarakat. Dalam karyanya, Ranggawarsita menegaskan bahwa pemimpin harus memiliki integritas moral yang tinggi serta komitmen yang kuat terhadap nilai-nilai etika dan keadilan. Ia juga menekankan bahwa pendidikan moral dan kesadaran masyarakat sangat penting dalam memerangi korupsi. Masyarakat yang menyadari hak-haknya akan lebih mampu menuntut akuntabilitas dari para pemimpin, dan pendidikan menjadi alat untuk membangun masyarakat yang kuat serta kritis terhadap praktik korup.

Dengan demikian, hubungan antara korupsi dan tiga era Ranggawarsita mencerminkan perjalanan kompleks masyarakat dalam menghadapi tantangan korupsi melalui perubahan nilai-nilai moral, struktur kekuasaan, dan upaya menciptakan masa depan yang lebih baik. Dalam pandangan Ranggawarsita, masa depan yang bebas dari korupsi dan ketidakadilan mungkin dapat dicapai jika masyarakat menegakkan nilai-nilai moral dan etika dalam kehidupan sehari-hari. Melalui kerja sama antara pemimpin yang berintegritas dan masyarakat yang sadar, lingkungan yang bersih dan transparan dapat diwujudkan, sehingga keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat dapat dicapai.

 

Kesimpulan

PPT Modul dosen Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG`
PPT Modul dosen Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG`

Analisis mengenai hubungan antara korupsi dan tiga era yang dijelaskan oleh Ranggawarsita Kalasuba, Kalatidha, dan Kalabendhu menegaskan bahwa korupsi adalah masalah yang kompleks dan mendalam, yang terintegrasi dalam struktur sosial, politik, dan moral masyarakat. Pada era Kalasuba, yang dianggap sebagai masa keemasan, dominasi kekuasaan feodal menciptakan situasi di mana praktik korupsi menjadi hal yang umum. Di periode ini, para pejabat memiliki kontrol yang signifikan atas sumber daya dan masyarakat, sering kali menyalahgunakan kekuasaan mereka demi kepentingan pribadi. Situasi ini menimbulkan ketidakpuasan di kalangan rakyat yang merasa dibebani oleh tekanan ekonomi yang tinggi dan ketidakadilan yang terus berlangsung.

Seiring waktu, masyarakat bergerak menuju era Kalatidha, yang mencerminkan peningkatan kesadaran akan perlunya transparansi dan akuntabilitas dalam pemerintahan. Munculnya kelompok-kelompok yang memperjuangkan reformasi menunjukkan harapan akan adanya perubahan, namun praktik korupsi tetap menjadi tantangan yang serius. Para pemimpin yang berusaha memperbaiki sistem sering kali harus berhadapan dengan praktik korupsi yang telah mengakar. Meskipun terdapat niat baik untuk menanggulangi korupsi, banyak upaya yang terhalang oleh kepentingan pribadi dari pejabat yang terlibat dalam praktik tersebut. Dalam konteks ini, meski telah ada langkah-langkah reformasi, hasilnya sering kali tidak memenuhi harapan, sehingga menciptakan siklus yang menyulitkan terjadinya perubahan yang nyata.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun