Dengan memahami bahwa kebahagiaan sejati datang dari menjalani kehidupan yang penuh kebajikan, seorang sarjana dapat terhindar dari tekanan untuk mengejar kesuksesan semu dan sebaliknya fokus pada pengembangan diri dan kontribusi positif bagi masyarakat.Â
Pada akhirnya, pendidikan tinggi seharusnya tidak hanya tentang pencapaian intelektual, tetapi juga tentang menciptakan manusia yang lebih baik, lebih bijaksana, dan lebih bahagia dalam arti yang sebenarnya.
Dalam kesimpulannya, etika kebahagiaan Aristoteles memberikan panduan yang penting bagi setiap sarjana untuk memahami makna kebahagiaan yang sejati dan bagaimana mencapainya. Menjadi sarjana bukan hanya soal pengetahuan, tetapi juga soal bagaimana hidup dengan kebajikan, berpikir secara kritis, dan berkontribusi pada kesejahteraan diri sendiri dan orang lain.Â
Dengan menerapkan prinsip-prinsip ini, seorang sarjana dapat menemukan kebahagiaan sejati yang tidak hanya bertahan dalam jangka pendek, tetapi juga dalam kehidupan yang lebih luas dan bermakna.
Selain itu, etika kebahagiaan Aristoteles juga mengajarkan pentingnya keseimbangan atau mean dalam menjalani kehidupan. Aristoteles percaya bahwa kebajikan terletak di antara dua ekstrem: kekurangan dan kelebihan. Sebagai contoh, keberanian berada di antara rasa takut yang berlebihan dan keberanian yang sembrono.Â
Prinsip ini relevan dalam kehidupan seorang sarjana, di mana sering kali muncul tekanan untuk mencapai kesuksesan dengan cepat atau mengorbankan hal-hal penting seperti kesehatan mental atau hubungan pribadi.
 Dengan menerapkan prinsip keseimbangan, seorang sarjana dapat belajar bagaimana mengelola waktu, emosi, dan tanggung jawab dengan cara yang sehat dan berkelanjutan, sehingga ia tidak hanya sukses dalam karier tetapi juga menjalani kehidupan yang harmonis dan bahagia.
Pada akhirnya, kebahagiaan dalam pandangan Aristoteles bukanlah tujuan yang dapat dicapai melalui satu tindakan atau pencapaian semata, melainkan hasil dari kehidupan yang konsisten dengan nilai-nilai kebajikan.Â
Dalam dunia yang terus berubah dan penuh tantangan, seorang sarjana yang memahami etika kebahagiaan ini akan lebih mampu beradaptasi dengan perubahan, tetap fokus pada apa yang benar-benar penting, dan terus mengejar perkembangan pribadi.
Dengan demikian, mereka tidak hanya akan menemukan kebahagiaan bagi diri mereka sendiri, tetapi juga menjadi agen perubahan yang positif bagi masyarakat di sekitarnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H