Lihatlah,
Kehidupan ini begitu indah, bukan?
ada gelap
juga terang
masing-masing dari mereka berperan
melengkapi Kehidupan
Tapi ingatkah,
bahwa kita sedang lupa?
Mungkin, kita terlalu lama tenggelam
di masa yang kini
hingga lupa
bagaimana harus merangkak naik
menuju keutuhan: tempat paling tinggi
Mungkin, kita terlalu asyik bermain-main
di masa yang kini
hingga lupa
pada kenangan-kenangan purba
yang menuntun kita, di sepanjang perjalanan
Mungkin, kita terlalu terlena
pada zaman yang kini
hingga lupa
bagamana dahulu
dengan tabah Sang Guru mengajarkan
pesan demi pesan rahasia Kehidupan
Mungkin, kita terlalu terbuai
di zaman yang tak punya hati
hingga lupa
pada segala yang diajarkan Kehidupan
Mungkin, kita terlalu jauh pergi
di peradaban yang entah mana
hingga lupa
bagaimana cara pulang
ke rumah, yang dahulu telah kita rajut
Mungkin, kita terlalu serakah melangkah
hingga lupa
bagamana cara menginjak bumi yang benar
Mungkin, kita terlalu munafik melihat
hingga lupa
bagaimana cara menatap langit yang jujur
Mungkin, kita terlalu sibuk
mengatur isi bumi: rumah mimpi
hingga lupa
pada pagi—yang bernama ajal—
yang pasti datang.
Lalu Ia mengirim firman,
“...ketika engkau Kubangunkan esok pagi,
sapalah Aku
dengan sebaris puisi...”
Itulah sebabnya,
kutulis “sebaris” puisi ini.
Barangkali
—atau mungkin,—
ini hanyalah puisi tentang lupa
yang mengingatkan
Mari kita mengingat kembali.
Mungkin, kita terlalu keterlaluan
hingga terlalu
kurang waspada
pada segala waktu
Mungkin, kita terlalu buta
hingga ayat-ayatNya
tak mampu kita baca
Mungkin, kita terlalu tuli
hingga firmanNya
tak lagi kita dengar
Mungkin, karena hilang ingatan
kita melupakan segalanya
tentang bagaimana cara
menyapaNya
dengan cinta yang setara dengan cintaNya
Apakah kita memandang
bahwa kita telah gila?
yang hanya sekadar mempersoalkan
tentang lupa atau ingat,
bahwa kita terlalu berat menafsir
setiap detik masa
di Kehidupan?
Tidak, kita salah terka.
kita tidak sedang gila,
juga tidak sedang menggurui
dengan kata.
kita hanya sekadar memberi
kepada kita
yang membutuhkan.
dan hanya ini
yang bisa kita berikan
kepada kita yang—mungkin—sedang lupa
Mungkin, kita terlalu lupa
di masa yang lupa
hingga tak lagi dapat mengingat
bagaimana dahulu
kita senantiasa ingat, pada Yang tak pernah lupa
Mungkin, kita terlalu lalai
di sepanjang waktu
hingga lupa, lupa, dan lupa
menjamuri seluruh waktu
Sudah ingatkah kita? Ataukah masih terlalu lupa?
Atau jangan-jangan pura-pura lupa?
Cobalah ingat-ingat kembali
ingatan-ingatan itu
ke mana perginya?
Ah, barangkali kita
juga lupa judulnya
ataukah memang judulnya lupa?
Tentang lupa-lupa itu semua, lupakan!
dan semoga lupa
hanya ada
di negeri mimpi
Malang, 05.02.2015
Em Ef
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H