Rombongan kami tiba di tugu belasan menit menjelang matahari terbit. Namun, wisatawan asing dan domestik telah tiba lebih awal. Mereka menyiapkan kamera di dekat pagar pembatas, beberapa duduk di undak-undak tugu bersiap menanti matahari. Pengasong lalu lalang menawarkan kopi, rokok, dan jajanan.
Matahari terbit merupakan momentum paling dinanti pengunjung Danau Kelimutu. Setelah pergantian gelap-terang, pengunjung akan disuguhi pemandangan danau kawah tiga warna yang berangsur terlihat jelas seiring naiknya matahari. Oleh karena itu, keberangkatan menuju puncak patut dihitung matang.
Tak hanya tiga danau kawah, yakni Tiwu Nua Muri Koo Fai, Tiwu Ata Polo, dan Tiwu Ata Mbupu, masyarakat Kelimutu menawarkan suvenir, pentas kesenian, serta penginapan dan tempat makan. Saat menginap di Desa Moni, kami dihibur tarian perang Ayo Aye oleh grup Anakalo, tari yang menggambarkan perjuangan warga merebut lagi tanah mereka yang dirampas orang.
Kopi Bajawa
Beda Kelimutu, beda Bajawa. Keduanya menyajikan sensasi yang berbeda tentang wajah Pulau Flores. Kota di ketinggian ini terasa dingin. Apalagi, saat kami tiba, hujan baru saja mengguyur Bajawa, ibu kota Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara Timur. Namun, harum kopinya menghangatkan suasana.
Â
Bajawa mungkin seperti Salatiga di Jawa Tengah. Kota kecil di ketinggian sekitar 1.400 meter di atas permukaan laut, berada di antara gunung, dilingkupi suhu yang sejuk. Cocok sekali untuk tanaman kopi. Kabar tentang kopi Bajawa yang tersohor sampai ke luar negeri menarik kami berkunjung ke kebun-kebun petani.
Hari itu, saya berkunjung ke kelompok tani Fa Masa, dan bertemu sang ketua, Laurensius Soi. Fa Masa memiliki 116 petani kopi anggota dan berdiri sejak tahun 2004. Fa Masa adalah salah satu pemasok biji kopi berkualitas ke eksportir yang memasok kebutuhan Amerika Serikat. Kata sejumlah petani, permintaan ekspor bisa mencapai 1.000 ton per tahun, tetapi kopi kelas satu yang dihasilkan petani baru sekitar 350 ton per tahun.
Sore itu, sejumlah anggota Fa Masa menghidangkan beberapa gelas kopi produksi mereka. Sambil mendengar petani berkeluh tentang modal yang terbatas, ambisi lolos sertifikasi, dan pemacuan produksi, kami menikmati kesejukan Bajawa dengan segelas kopi. Ahhh…entah berapa gelas telah ludes.
Selain kopi, Kabupaten Ngada punya potensi wisata lain, kawasan Taman Laut 17 Pulau. Jaraknya sekitar 70 Km di utara Bajawa. Bisa ditempuh dengan perjalanan darat bermobil sekitar 2,5 jam. Relatif 'tersembunyi' karena akses jalan yang kurang prima, tetapi laut, pasir, dan alamnya tak kalah luar biasa.