Pada kali ini saya mendapatkan kesempatan untuk berkunjung ke Jakarta Smart City (JSC) yang beralamat di Gedung Balai Kota DKI Jakarta, Jl. Medan Merdeka Sel. No.8-9 Blok B Lantai 3, RT.11/RW.2, Gambir, Kecamatan Gambir, Kota Jakarta Pusat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta, dalam rangka Kuliah Kerja Lapangan Mahasiswa Manajemen Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Transformasi digital kini merambah semua aspek kehidupan, termasuk pelayanan publik. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menghadirkan aplikasi Jakarta Kini (JAKI) sebagai solusi untuk mempermudah masyarakat dalam menyampaikan pengaduan, mendapatkan informasi, dan menikmati layanan publik. Sejak diluncurkan pada tahun 2019, JAKI telah menjadi super-app yang mengintegrasikan lebih dari 60 fitur dari berbagai Organisasi Perangkat Daerah (OPD), menjadikannya alat yang efektif untuk memajukan konsep Smart City.
Mengapa JAKI Penting?
Dengan pertumbuhan penduduk yang pesat, tantangan pelayanan publik di Jakarta semakin kompleks. JAKI hadir sebagai alat bantu untuk menjawab kebutuhan tersebut. Aplikasi ini memberikan akses ke berbagai fitur seperti pelaporan warga, informasi pajak, harga pangan, berita, transportasi publik, hingga layanan rekreasi. Salah satu fitur andalannya, JakLapor, memungkinkan masyarakat melaporkan masalah seperti sampah, banjir, hingga parkir liar. Proses pelaporan ini terintegrasi langsung dengan sistem Cepat Respons Masyarakat (CRM), yang dirancang untuk mempercepat penyelesaian aduan.
Menurut data tahun 2023, terdapat lebih dari 173.000 laporan yang diterima melalui JAKI, dengan kategori masalah terbanyak mencakup jalan rusak, pohon tumbang, dan parkir liar. Angka ini menunjukkan kepercayaan masyarakat terhadap aplikasi ini sebagai kanal utama pengaduan publik.
Keunggulan dan Tantangan JAKI
JAKI telah memperoleh berbagai penghargaan bergengsi, seperti IDC Award 2021 dan WSIS 2022, sebagai pengakuan atas inovasi dalam pelayanan publik. Namun, aplikasi ini juga menghadapi sejumlah kendala, seperti:
Masalah teknis: Pengguna sering mengalami error, seperti logout tiba-tiba atau kesulitan mengakses fitur tertentu.
Tingkat literasi digital: Banyak warga yang belum memahami cara optimal menggunakan aplikasi ini.
Keamanan data: Kekhawatiran mengenai perlindungan data pribadi masih menjadi perhatian utama pengguna.
Meski begitu, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terus melakukan pengembangan untuk meningkatkan pengalaman pengguna, seperti penambahan fitur personalisasi dan penggunaan dwibahasa di aplikasi JAKI 3.0.
Saran untuk Pengembangan
Agar JAKI semakin relevan dan efektif, beberapa langkah pengembangan dapat dilakukan, seperti:
Optimasi teknologi: Memperbaiki sistem untuk mencegah error dan mempercepat pemrosesan laporan.
Edukasi masyarakat: Mengadakan pelatihan dan kampanye untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang penggunaan JAKI.
Transparansi: Memastikan proses pelaporan dapat dipantau secara real-time untuk membangun kepercayaan publik.
Keamanan data: Meningkatkan perlindungan terhadap data pengguna untuk mencegah peretasan.
Kesimpulan
JAKI telah membuktikan dirinya sebagai inovasi yang mampu menjembatani kebutuhan masyarakat Jakarta dengan pelayanan publik. Namun, tantangan teknis dan sosial yang ada perlu segera diatasi untuk memastikan keberlanjutan aplikasi ini sebagai alat utama dalam pengaduan publik.
Melalui komitmen untuk terus berinovasi, JAKI memiliki potensi besar untuk menjadi model pelayanan publik berbasis teknologi yang tidak hanya memudahkan masyarakat Jakarta, tetapi juga menjadi inspirasi bagi kota-kota lain di Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H