Meskipun wilayahnya hanya sebesar 1.5% dari total luas wilayah korea, 42,7% dari satwa terancam punah yang telah ditetapkan oleh Kementrian Lingkungan Hidup tinggal di wilayah ini. Jika bukan karena DMZ dan CCL maka burung sendok, burung bangau dan rusa kesturi mungkin sudah punah dari daratan Semenanjung Korea.Â
Selain itu, hal yang tidak kalah penting lainya adalah karena akses masyarakat sipil dan pembangunan sangat dibatasi selama bertahun-tahun, terjadi restorasi ekologi dimana wilayah yang dulunya adalah sawah dan pemukiman para petani kini berbuah menjadi lahan basah melalui proses suksesi alami.
Dahulu di wilayah yang bernama Gajeong-ri ada sebuah desa yang dihuni oleh sekitar 300 rumah tangga yang bekerja dibidang pertanian. Bahkan, di tempat itu juga dulunya pernah terbangun sebuah sekolah dasar sebelum perang korea dimulai.
Desa Baeyang-dong, desa ga-jeon dan desa Don-Pyeong merupakan contoh desa yang dulunya terdapat aktivitas manusia. Namun setelah perang korea sebagian besar desa menghilang dan setelah gencatan senjata desa-desa ini ditetapkan sebagai zona kontrol akses sipil sehingga tidak ada orang yang tinggal disana.
Di lahan basah sekitar Gajeong-ri pohon-pohon baru bermunculan diantaranya adalah pohon maple dan pohon willow yang tumbuh dalam koloni berskala besar. Kita mungkin mengira bahwa karena aktivitas masyarakat dibatasi maka hutan-hutan di wilayah DMZ akan terpelihara dengan baik.
Namun kenyataannya ada beberapa tempat dimana karena bagian DMZ merupakan kawasan Korea Selatan dan Korea Utara berkonfrontasi maka pemotongan dilakukan secara berkala agar area pemantauan dapat terlihat jelas dari kejauhan. kemudian, karena pada musim semi sering sekali terjadi kebakaran hutan, sangat jarang terdapat hutan purba di wilayah DMZ.
Selanjutnya ada fakta menyedihkan di daerah yang sekarang bernama Hongwon-ri.
Di daerah tersebut terdapat batu sebagai pertanda perang korea. Masyarakat pada zaman dahulu datang ke tempat tersebut untuk berdoa karena sangat rindu untuk bertemu dengan sanak saudaranya yang terpisah akibat perang Korea. Hingga sekitar tahun 1980-an wacana pemersatuan kedua Korea tersebut sering disuarakan agar keluarga yang terpisah bisa segera bertemu dengan keluarganya.
Namun seiring berjalannya waktu semangat itu nampaknya mulai menurun, generasi muda yang tidak memiliki rasa keterikatan keluarga dengan masyarakat Korea Utara menganggap bahwa pemersatuan Korea tidak lagi diperlukan. Selain itu, di sisi lingkungan ada beberapa dampak negatif yang mungkin timbul kemudian hari setelah penyatuan kedua negara.
Berakhirnya perang Korea artinya wilayah DMZ ini akan semakin mudah bagi masyarakat sipil untuk mengaksesnya dan juga pembangunan-pembangunan lainnya. Hewan dan tumbuhan yang terancam punah pun bisa saja benar-benar punah karena campur alam manusia dalam merubah fungsi hutan. Keanekaragaman hayati yang ada biasa saja terganggu di kemandulan hari akibat keserakahan manusia.
Bisa kita lihat bersama bahwa Korea Utara dan Selatan memiliki dua kepentingan yang saling bertentangan. Keinginan dan cita-cita reunifikasi Korea yang masih belum memiliki titik terang dan juga keinginan untuk melindungi ekosistem di sekitar wilayah DMZ.