Mohon tunggu...
Muji Rohmat
Muji Rohmat Mohon Tunggu... -

Mahasiswa KPI UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kebebasan Pers: Selayang Pandang tentang Pers dan Kebebasan Pers

26 September 2012   05:36 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:40 2178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

KEBEBASAN PERS

“Selayang Pandang Tentang Pers dan Kebebasan Pers”

Makalah  Ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Jurnalistik

Dosen Pengampu :  Supadiyanto, S.sos.I


Disusun Oleh :

Muji Rohmat (10210009)

Komunikasi dan Penyiaran Islam

Fakultas Dakwah

Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga

Yogyakarta 2012



PENDAHULUAN

Persmerupakn istilah yang tidak asing lagi ditelinga kita. Dan kadang ketika kita mendengan kata itu, fikiran kita langsung tertuju pada seorang wartawan atau pada sebuah surat kabar, televise atau yang lainya. Benar, anggapan itu memnag ada kaitanya dengan dunia pers akan tetapi belum mengarah kepada apa yang dimaksud dengan per situ senderi. Maka dari itu pemakalah mencoba mengawali pembahasan makalah ini dengan pengertian pers baik secara istilah maupun secra yuridis formal yang ada.

Kemudian setelah kita mengetahui pengertian dari pers, pemakalah mencoba menghadirkan teori tentang kebebasan per situ sendiri. Sehingga ketika nanti dalam pembahasan ada sedikit gambaran tentang teori yang di anut dalam kebebasab pers itu. Selain teori terdapat juga tokoh – tokoh yang member sumbangsih bagi berkembangnya teori – teori tersebut.

Dan sebelum masuk pada kebebasan pers di Indonesia, makalah ini mencoba menflashback secara sekilas tentang historis dari kebebasan pers itu sendiri. Kerena memang ada kesinambungan antara masa lampau dan masa sekarang khususnya dalam kebebasan pers di Indonesia.

RUMUSAN MASALAH

A.Apakah Yang Dimaksud Dengan Pers?

B.Adakah Teori Yang Menjelaskan Tentang Kebebasan Pers?

C.Bagai Manakah Kebebasan Pers di Indonesia?



PEMBAHASAN

I.Pengertian, Fungsi, Hak dan Kewajiban Pers

A.Pengertian Pers

Secara etimologi “Pers” merupakan kata yang berasal dari bahasa Belanda, atau “press” dalam bahasa Inggris merupakan kata yang bersal dari bahasa Latin yaitu Pressare yang artinya cetak atau tekan. Pers lalu di artikan sebagai media masa cetak (printing media).[1] Dalam perkembanganya pers mempunyai dua pengertian yaitu pengertian  secara sempit dan pengertian secara luas. Secara sempit pers dapat diartikan sebagai media cetak seperti; koran, majalah, tabloid, dan lain sebaginya. Sedangkan dalam pengertian luas pers dapat menunjuk pada media cetak berkala, elektronik auditif dan media elektronik audio visual yaitu radio, televisi, film, dan media internet. Pers dalam arti luas disebut media massa.[2]

Dalam Pasal 1 Ayat (1) UU Pokok Pers No.40 Tahun 1999 pengertian pers adalah lembaga social dan wahana kominikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis media saluran yang ada.[3]

Dari penjelasan diatas dapat ditarik benang kesimpulan bahwa pers adalah lembaga social dan sarana komunikasi massa dengan segala bentuk kegiatan jurnalistik mulai dari mencari informasi hingga mengemas informasi yang didapat semenarik mungkin untuk memberi informasi dan membangun opini public.



II.Teori Kebebasan Pers

A.Teori Libertarian

Dalam kebebasan pers sering kita dengar adanya teori libertarian teori ini menjelaskan bahwa pers harus memiliki kebebasan dalam membantu manusia untuk mencari kebenaran. Untuk menemukan kebenaran melalui penalaran, manusia selalu membutuhkan semua akses informasi dan gagasan. Untuk itu pers dapat membantu manusia membedakan antara yang benar dan yang salah. Teori ini juga berpendapat bahwa ekspresi bebas juga akan menciptkan koreksi; karenanya, aneka batasan terhadap kegiataan membaca damana menulis harus ditekan sekecil mungkin.[4]

Menurut F.S Siebert, sebagaimana yang dikutipoleh William L. River dalam bukunya “Mass Media Dan Modern Society” dalam teori libertarian media massa (pers) murni memilki dua fungsi utama yaitu sebagi sumber informasi dan hiburan. Dan dalam tahap berikutnya muncul fungsi ketiga yaitu sebagi wahana iklan atau instrument pemasaran. Fungsi ini menguat seiring tuntutan pers untuk mandiri secara financial. Jadi fungsi utama pers dari teori ini yaitu bagai mana pers sebagi sumber informasi public, sehingga khalayak tahu ada berita apa ada peristiwa apa pada hari itu. Namun pers juga tidak meninggalkan sisi hiburan dalam dimensi yang lain. Sehingga setelah tugas utama terselesaikan merambahlah pers pada fungsi yang ketiga yaitu wahana iklan atau instrument pemasaran sebagai sumber incame untuk kemandirian dan kelngsungan hidup pers situ sendiri. Namun ada kalanya fungsi yang ketiga ini menjadi penting adanya karena tanpa fungsi ketiga dalam artian tidak adanya biaya untuk produksi cetak dan lainya, maka fungsi utama juga tidak akan terlaksanakan. Segingga fungsi – fungsi tersebut saling mendukung bagi eksistensi pers itu sendiri.

Tokoh yang ikut mempopulerkan dan mengembangkan teori ini adalah; Jhon Milton salah seorang tokoh yang menentang pandangan monarki bahwa pembatasan pers merupakan salah satu cara ampuh untuk mempertahankan kekuasaan. Yang kemudian atas protesnya dia mengeluarkan karyanya yang berjudul Areopagiticia, yang menjadi naskah klasik bagi pembela kebebasab pers.[5] Diantara tiga inti isi karyanya itu adalah: Pertama, Praktik pembatasan pers sudah salah dari awalnya karena pihak awal yang menerapkanya, yakni gereja katolik Roma yang digunakan untuk penindasan yang tentunya tidak bisa diterima. Kedua embatasan pers itu tidak praktis, karena pengawasan terhadap peres akan membuang waktu dan tenaga. Ketiga, pembatsan pers pada hakikatnya menghalangi upaya mencari kebenaran. Selain Jhon Milton ada juga tokoh – tokoh lain yang secara tidak langsung ikut mempopulerkan dan mengembangkan teori libertarian seperti; Sir Isaac Newton, John Locke dan Adam Smith. Ketiga tokoh tersebut merumuskan bahwa keteraturan alam semeta, hukum alam, hak – hak alamiah rasionalitas manusia dan perlunya peran pemerintah dibatasi. Meskipun ketiganya tidak langsung berbicara mengenai pers pemikiran – pemikiran mereka menjadi tumpuan dalam mengembangkan teori ini.[6]

Masih banyak tokoh – tokoh lain yang mendukung dan mengembangkan teori ini, sehingga teori ini sangat popular dan berkembang dimasa itu. Dan kebebasan pers pun  dapat terlaksana sesuai yang mereka perjuangkan dan mereka yakini.

B.Teori Tanggung Jawab Sosial

Teori ini muncul sebagi reaksi dari teori pers libertarian yang dinilai terlalu mementingkan kebebasan, dan juga pemikiran libertarian umumnya tentang hakikat manusia dan masyarakat. Inti dari pemikiran teori Tanggung Jawab Sosial ini adalah; siapa saja yang memiliki kebebasan juga memiliki tanggug jawab tertentu kepada masyarakat.[7] Jadi dalam teori ini dijelaskan bahwa kebebasan pers juga di ikuti dengan tanggung jawab social, sebagai bentuk tanggung jawab atas pemberitaanya tersebut. Teori ini tidak sepenuhnya bertentangan dengan teori libertarian terbukti teori ini juga mendukung ide teori libertarian bahwa fungsi utama pers adalah mencerdaskan public, mendukung system politik, dan menjaga kebebasan sipil.

Teori Tanggung Jawab Sosial juga mendukung ide bahwa pers seharusnya mendukung system ekonomi, menyajikan hiburan dan mencetak laba. Namun hal tersebut menjadi tugas kedua setelah tugas atau fungsi utama terlaksanakan. Sehingga teori ini tidak menerima apabila ada pemilik dan pengelola media yang lebih menekankan pada konten hiburan untuk mencetak laba lebih banyak kemudian mengesampingkan tugas utama dari pers itu sendiri. Karena ketika hal itu terjadi seakan pemilik atau pengelola media terlepas dari tanggung jawab social karena  hanya bertumpu dan berpedoman pada kebebasan semata, sehingga tanggung jawab social yang dipikul media untuk melaksanakan tugas utamanya terabaikan.[8]

III.Kebebasan Pers di Indonesia

Ketika kita berbicara masalah kebebasan pers di Indonesia maka kita tidak bisa terlepas dari sisi historis keberadaan pers itu sendiri di Indonesia, yang mengalami pasang surut sesuai dengan situasi dan kondisi pada saat itu. Sebelum pers mempunyai kebebasan seperti saat ini, secara umum sejarah perkembanganya dapat dibagi menjadi dua periode, antara lain; pertama, periode Prakemerdekaan yaitu dimana sejarah pers di Indonesia dimulai dengan di tandai dengan munculnya surat kabar pertama milik VOC yaitu Memories Nouvells. Dan surat kabar pertama: Bataviasche Nouvells en Politique Rasionnementen (1744 – 1766).[9] Dimana secara umum peran pers saat itu yaitu untuk membantu mewujudkan kemerdekaan RI dari penjajah. Kedua, periode Pasca Kemerdekaan dimana pada periode ini pers berkembang kearah lebih baik. Hal itu diwujudkan dengan pers berperan sebagai corong penguasa republic untuk mempertahankan kemerdekaan RI dari penjajah dan pihak – pihak yang akan memecah belah rakyat setelah kemerdekaan RI.[10] Dalam periode ini pers juga mengalami kedalan dalam melakukan aktivitas kebebasanya, karena di kekang oleh pemerintah baik di orde lama maupun di orde baru. Hal tersebut dibuktikan dengan di bredelnya surat kabar dan ditahanya beberapa jurnalis dan aktivis pers yang melawan dan melakukan protes terhadap TAP MPRS No.11 Tahun 1960 tentang penerangan masa. Diantara mereka yang ditahan adalah Mochtar Lubis, Redaktur Indonesia Raya 1956 – 1961. Pada masa ini juga mash berlangsung pembreidelan - pembreidelan kepada organisai pers yang menentang pemerintah.[11]

Gerakan Reformasi 1998, merupakan titik awal kebebasan pers di Indonesia. Penyerahan kekuasaan oleh Soeharto kepada Habibie serasa membawa angin segar kepada pers Indonesia. Udra kebebasan pun tercium ketika mentri penerangan Yunus yosfiah  mencabut berbagai ketentuan hukum yang rezim orde baru tentukan. Salah satunya yaitu Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUP). Dan hal itu menjadi titik awal kebangkitan dan kebebasan pers di Indonesia.

Jhon C.Merril menyatakan, sebagaimana yang dikutip masduki dalam bukunya “Kebebasan Pers dan Kode Etik Jurnalistik” bahwa kebebasan pers merupakan kondisi riil yang memungkin kan para pekerja pers bisa memilih, menentukan dan mengerjakan tugas sesuai keinginan mereka. Bebas dari (negative) dan bebas untuk (positif).[12]

Kebebasan pers di Indonesia sangatlah di jamin dengan adanya pasal 4 UU No.40/1999 desebutkan bahwa hak – hak pers adalah kemerdekaan pers dijamin sebagi hak asasi warga Negara. Terhadap pers nasional tidak dikenakan sensor, pembreidelan dan pelarangan penyiaran. Pers nasional mempunyai hak mencari, menyampaikan gagasan dan informasi kepada masyarakat.[13] Adanya UU tersebut memberikan jaminan kebebasan kepada para insan pers untuk menjalankan aktivitasnya dalam memenuhi fungsi dan kewajianya yang juga telah di atur dalam UU No.40/1999 dan Pasal 5 UU No.40/1999. Dengan demikian telah jelas tentang hak kebebasan, fungsi, dan kewajiaban dari per situ. Sehingga nantinya pers tetap berjalan sesuai koridor landasan pers yang ada di Indonesia yaitu : Landasan Idiil yaitu pancasila, landasan konstitusional yaitu UUD 45 dan landasan yuridis formal yaitu UU No.40/1999.



DAFTAR PUSTAKA

Masduki, Kebebasan Pers dan Kode Etik Jurnalistik, UII Press, Yogyakarta, 2003

Sumadiria, AS Haris, Jurnalistik Indonesia Menulis Berita dan Feature, Simbiosa Rekatama Media, Bandung,  2005

Yustisia, Seri Pustaka, Hukum Jurnalistik Himpunan Perundangan Mengenai Pers        dan Penyiaran, Pustaka Widyatama, Yogyakarta, 2003

L. River, William, dkk, Media Massa dan Masyarakat Modern, Kencana, Jakarta, 2008



[1] Masduki, Kebebasan Pers dan Kode Etik Jurnalistik, Yogyakarta: UII Press, 2003. Hal. 7

[2] AS Haris Sumadiria, Jurnalistik Indonesia Menulis Berita dan Feature, Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2005, Hal. 31

[3] Seri Pustaka Yustisia, Hukum Jurnalistik Himpunan Perundangan Mengenai Pers dan Penyiaran, Yogyakarta: Pustaka Widyatama, 2003, Hal. 8

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun