Mohon tunggu...
mujiatun yendi
mujiatun yendi Mohon Tunggu... Guru - Guru Bahasa Indonesia di UPT SMPN 2 BANJIT Kabupaten Way Kanan, Lampung

Saya seorang guru yang memiliki hobi menulis dengan gendre apa saja terutama cerpen dan pantun. Selain beberapa buku antologi bersama para penulis nusantara, saya pun sudah menerbitkan 8 buku solo. Yaitu antologi cerpen berjudul "SENANDUNG CITA", antologi kisah inspiratif berjudul "MENGUKIR PRESTASI DI TENGAH PANDEMI", antologi resume berjudul "TEKNIS MENULIS BAGI PEMULA", antologi pantun nasihat berjudul "MAWAR PUTIH UNTUK IBU", antologi puisi berjudul "MAWAR MERAH UNTUK GURUKU", antologi cerpen remaja berjudul "DI TEPIAN LANGIT", antologi pantun nasihat berjudul "TELAGA KASIH", dan buku antologi artikel populer berjudul "STRATEGI BERKARYA DI DUNIA DIGITAL".

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Dewi Donat

24 Juli 2024   12:05 Diperbarui: 25 Juli 2024   21:26 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

                                                                              (Karya: Mujiatun, S.Pd.)                                        GURU UPT SMPN 2 BANJIT

Di sebuah desa kecil di Kabupaten Way Kanan, Lampung, hiduplah seorang gadis bernama Dewi. Dewi adalah anak pertama dari tiga bersaudara yang dibesarkan oleh seorang ibu tunggal. Ayahnya telah tiada empat tahun lalu lantaran pandemi Covid-19. Ketika itu, Dewi masih kelas VIII SMP Negeri di daerah Way Kanan.

Kehidupan mereka sangat sederhana. Untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, ibu Dewi membuat dan menjual donat di pasar. Dewi, yang sejak kecil sudah menyadari kondisi keluarganya, selalu membantu sang ibu. Setiap hari, sebelum berangkat ke sekolah, ia membawa kotak berisi donat buatan ibunya untuk dijual kepada teman-temannya.

Di sekolah, Dewi terkenal dengan sebutan "Dewi Donat." Julukan ini bukan untuk mengejek, melainkan sebagai tanda kekaguman teman-temannya atas kegigihan Dewi. Setiap pagi sebelum bel berbunyi, Dewi akan berdiri di depan gerbang sekolah dengan senyum ceria, menawarkan donat kepada teman-temannya. Begitu pula saat istirahat, ia akan berkeliling kelas membawa kotak donatnya.

Alhamdulillah, Kepala Sekolah dan Bapak Ibu Guru tidak melarang usaha Dewi ini. Karena memang kondisi ekonomi keluarga Dewi pas-pasan sekadar untuk makan sehari-hari. Bahkan, seringkali kekurangan. Meskipun pihak sekolah sudah berusaha memberikan bantuan biaya untuk sekolah Dewi tetapi untuk biaya hidup ibu dan kedua adiknya masih sering tidak cukup. Oleh sebab itulah, sejak ditinggal oleh ayahnya, Dewi berusaha keras membantu ibunya.

Meskipun sibuk membantu ibunya berjualan, Dewi tetap menunjukkan prestasi luar biasa di sekolah. Nilai-nilainya selalu di atas rata-rata dan ia sering menjadi juara kelas. Hal ini membuat para guru dan teman-temannya kagum. Mereka tahu betapa kerasnya Dewi bekerja untuk mewujudkan impiannya.

Suatu hari, ketika Dewi sedang menjual donat di kantin sekolah dihampiri oleh seorang guru, Bu Ningsih. Selama ini Bu Ningsih sangat memperhatikan perkembangan Dewi.

"Bagaimana kabar donatnya hari ini, Dewi?" tanya Bu Ningsih sambil tersenyum ramah.

"Alhamdulillah, Bu. Tinggal beberapa lagi. Semoga bisa habis semua," jawab Dewi dengan semangat.

Bu Ningsih menatap Dewi dengan penuh kebanggaan. "Dewi, Ibu ingin berbicara sedikit denganmu setelah pulang sekolah nanti. Bisa?"

"Tentu, Bu. Dewi akan ke ruang guru setelah sekolah," jawab Dewi.

Setelah bel pulang berbunyi, Dewi segera menuju ruang guru. Ia merasa sedikit gugup, bertanya-tanya apa yang ingin dibicarakan Bu Ningsih. Setibanya di ruang guru, Bu Ningsih menyambutnya dengan senyum hangat.

"Duduklah, Dewi," kata Bu Ningsih sambil menunjuk kursi di depannya. "Ibu ingin membicarakan sesuatu yang penting," lanjut Bu Ningsih.

Dewi pun duduk dengan penuh rasa ingin tahu. "Ada apa ya, Bu?"

Bu Ningsih menghela napas sejenak, lalu berkata. "Ibu sangat kagum dengan semangat belajar dan kegigihanmu membantu orang tua. Ibu yakin kamu memiliki potensi besar untuk menjadi seseorang yang sukses. Apakah kamu sudah memikirkan apa yang ingin kamu lakukan setelah lulus SMA nanti?"

Dewi menunduk, lalu menjawab dengan suara pelan. "Dewi ingin menjadi seorang guru, Bu. Dewi ingin bisa membantu anak-anak di desa ini mendapatkan pendidikan yang baik. Dewi ingin menjadi seorang pendidik seperti Ibu."

Bu Ningsih tersenyum bangga mendengar jawaban Dewi. "Itu adalah cita-cita yang mulia, Dewi. Ibu akan membantumu untuk mencapai impianmu. Apakah kamu tahu tentang jalur prestasi untuk masuk ke universitas?"

Dewi menggeleng. "Belum, Bu."

"Melalui jalur prestasi, kamu bisa mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Ibu akan membantu kamu mempersiapkan semua persyaratannya. Kamu harus tetap fokus belajar dan jangan pernah menyerah," kata Bu Ningsih.

*****

Sejak hari itu, Dewi semakin giat belajar dengan bimbingan Bu Ningsih, wali kelas sekaligus guru mata pelajaran Matetamtika. Ia pun mengikuti berbagai lomba dan olimpiade di tingkat kabupaten dan provinsi. Prestasinya semakin gemilang dan namanya semakin dikenal.

Ketika kelas XII SMA, Dewi berhasil meraih beasiswa untuk melanjutkan studi ke Fakultas Kependidikan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung (UNILA) melalui jalur prestasi. Rasa bahagia dan bangga menyelimuti hati Dewi, orang tua, dan Bu Ningsih. Sujud syukur berkali-kali Dewi lakukan sebagai ungkapan terima kasih kepada Allah SWT atas segala anugerah yang dilimpahkan kepadanya. Dewi pun berterima kasih kepada ibunya, satu-satunya orang tua yang dimilikinya, yang senantiasa mendoakan dan mendapinginya.

"Alhamdulillah, Ibu. Dewi diterima masuk di UNILA tanpa tes, Bu. Semua ini lantaran doa-doa Ibu untuk Dewi. Terima kasih ya, Bu?" Teriak Dewi kegirangan sembari memeluk erat ibunya.

"Alhamdulillah ya, Allah atas segala karunia-Mu ini," sambut Ibu memeluk erat tubuh mungil Dewi diiringi butiran bening di pipi yang tak mampu ditahan lagi. Mereka benar-benar terharu dan merasa sangat bersyukur atas anugerah Allah.

Siang itu, Dewi ke sekolah menjumpai Bu Ningsih, wali kelas sekaligus guru idola panutannya. Selain itu, juga menjumpai Kepala Sekolah dan Bapak Ibu Guru yang lain.

"Ibuu, terima kasih atas segala doa dan bimbingan Ibu selama ini. Semua ini lantaran usaha dan bantuan Ibu juga. Sekali lagi, Dewi ucapkan terima kasih ya, Bu? Dewi tidak tahu harus berbuat apa untuk membalas jasa-jasa Ibu selama ini," kata Dewi di sela isak tangisnya yang tertahan.

"Alhamdulillah, Dewi. Allah memberikan jawaban atas doa-doamu selama ini. Allah pun memberikan balasan atas segala jerih payahmu selama ini. Ibu hanya membantumu mencari jalan menuju apa yang ingin kamu capai. Kamu memang anak cerdas dan rajin, Dewi. Kamu layak mendapatkannya. Ibu sangat bangga kepadamu. Prestasimu ini merupakan hal yang luar biasa buat Ibu, Nak," jawab Bu Ningsih terharu.

"Alhamdulillah, terima kasih Ibu untuk segalanya buat Dewi selama ini. Semoga Ibu selalu sehat dan bahagia dalam lindungan Allah SWT," jawab Dewi mencium telapak tangan Bu Ningsih.

"Iya, Nak sama-sama. Ingatlah, bahwa pendidikan adalah kunci untuk mengubah nasib kita. Jangan pernah lemah karena kondisi ekonomi orang tua. Kamu anak cerdas dan rajin. Tetaplah giat belajar dan berusaha di kota nanti, ya? Hidup di kota tentu berbeda dengan di desa. Kamu harus lebih giat belajar dan jaga diri baik-baik." Kata Bu Ningsih.

*****

Hari itu pun tiba, Dewi resmi menjadi mahasiswa FKIP UNILA. Ia berangkat ke kota dengan penuh semangat dan harapan, meskipun harus meninggalkan ibu dan adik-adiknya di desa. Sebelum berangkat, ibu Dewi memberikan nasihat yang tak akan pernah ia lupakan. Nasihat itu isinya sama persis dengan nasihat yang diberikan oleh Bu Ningsih selama ini.

"Ingatlah, Dewi, pendidikan adalah kunci untuk mengubah nasib kita. Janganlah pernah menyerah, apapun yang terjadi. Kamu harus semangat belajar dan bekerja keras untuk mewujudkan impian selama ini. Kehidupanmu harus lebih baik dari Ibu," kata ibunya sambil memeluk erat Dewi.

"Iya, Bu. Dewi berjanji akan belajar dengan sungguh-sungguh dan membuat Ibu bangga," jawab Dewi sambil menahan air mata.

Selama di UNILA, Dewi tetap berprestasi dan berhasil menyelesaikan studinya dengan predikat cum laude. Setelah lulus, ia kembali ke desanya dengan gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.) dan keinginan yang kuat untuk mengabdikan diri sebagai guru. Dewi melamar di SMP tempat ia dulu bersekolah dan diterima dengan tangan terbuka oleh kepala sekolah.

Ketika pertama kali mengajar, Dewi merasa campur aduk antara gugup dan antusias. Ia memasuki ruang kelas dengan senyum hangat, mengenang masa-masa ia duduk di bangku yang sama.

"Selamat pagi, anak-anak. Nama Ibu Dewi. Ibu adalah alumni sekolah ini, dan sekarang Ibu kembali untuk mengajar kalian. Ibu berharap kita bisa belajar banyak bersama dan kalian bisa mencapai impian kalian seperti yang Ibu lakukan."

Para siswa menyambut Dewi dengan antusias. Mereka merasa bangga memiliki seorang guru yang dulunya juga adalah siswa di sekolah itu. Dewi mengajar dengan penuh dedikasi dan kasih sayang. Ia memberikan motivasi kepada siswa-siswanya untuk terus berusaha meraih cita-cita mereka. Semua harus memiliki harapan dan impian. Semua harus semangat belajar dan berusaha untuk mewujudkan impian. Keterbatasan ekonomi keluarga bukanlah halangan untuk meraih kesuksesan di masa yang akan datang.

Suatu hari, ketika istirahat, Dewi melihat seorang siswa sedang menjual gorengan di depan kelas. Siswa tersebut bernama Rani. Melihat sosok Rani, Dewi teringat masa kecilnya. Ia menghampiri Rani dan bertanya, "Hai Rani, kamu menjual apa ini?"

Rani tersenyum malu. "Ini gorengan, Bu. Rani membantu ibu menjualnya di sekolah, boleh ya, Bu?"

Dewi tersenyum dan membeli beberapa gorengan dari Rani. "Kamu hebat, Rani. Tentu saja boleh. Tetap semangat ya. Ingat, dengan usaha dan kerja keras, kamu bisa mencapai apapun yang kamu inginkan."

Rani mengangguk dengan semangat. "Terima kasih, Bu Dewi. Rani akan berusaha seperti Ibu. Rani pun ingin menjadi seorang guru seperti Ibu. Apa bisa ya, Bu?"

"Tentu sangat bisa, Rani. Mengapa tidak? Sukses itu milik kita semua yang tekun dan berusaha untuk meraihnya. Rani tetap rajin belajar dan giat membantu orang tua ya? Insyaa Allah, kelak keinginanmu menjadi seorang guru akan terwujud," jawab Dewi sembari mengusap punggung Rani.

Melihat Rani, Dewi merasa bangga dan semakin termotivasi untuk mengajar dengan sepenuh hati. Ia tahu bahwa pendidikan adalah cara terbaik untuk mengubah kehidupan anak-anak di desanya. Dengan pengalaman hidupnya, Dewi menjadi inspirasi bagi banyak siswa, membuktikan bahwa dengan tekad dan kerja keras, mimpi bisa menjadi kenyataan.

Dan begitulah, Dewi Donat, gadis yang dulu berjualan donat untuk membantu ibunya, kini telah menjadi seorang guru yang dihormati dan dicintai. Ia membuktikan bahwa keadaan ekonomi tidak bisa menghalangi seseorang untuk meraih impian. Dengan semangat dan dedikasi, Dewi menginspirasi generasi muda di desanya untuk terus belajar dan tidak pernah menyerah.

Dewi Donat bukan hanya sekadar julukan, melainkan simbol dari perjuangan, ketekunan, dan keberhasilan yang diakui oleh semua orang di desanya. Dan setiap kali ia mengajar, Dewi selalu teringat akan kata-kata Bu Ningsih dan  ibunya, "Pendidikan adalah kunci untuk mengubah nasib kita," dan ia terus berusaha membuka pintu-pintu kesuksesan bagi siswa-siswanya.

                                                                                                                                ***Selesai***

                                                                                                                                     BIONARASI

  

Mujiatun, S.Pd., lahir di Banyuwangi, Jawa Timur. Saat ini bekerja sebagai Guru Bahasa Indonesia di UPT SMPN 2 Banjit, Way Kanan, Lampung. Selain mengajar, penulis aktif sebagai Ketua Kombel MGMP Bahasa Indonesia SMP Kabupaten Way Kanan dan membuat konten video pembelajaran di youtube.

Buku-buku karya penulis adalah Antologi Cerpen "Indigenisasi"(2018), "Sang Abdi Berkisah" (2018), "10 November Menyala di Dada" (2019), "Keteguhan Iman" (2019), "Satu Rasa Sejuta Makna" (2020), "Bingkai Cinta dalam Pena" (2020), "Daring Oh Daring" (2020), "Senandung Cita" (2021), "Mengukir Prestasi di Tengah Pandemi" (2021), "Mawar Putih untuk Ibu" (2021), "Teknis Menulis bagi Pemula" (2021), "Strategi Berkarya di Dunia Digital" (2022), "Mawar Merah untuk Guruku" (2022), "Kisah Inspiratif PP dan CGP Angkatan 7" (2023), "Pejuang Cilik dari Ujung Lampung" (2023).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun