“Mau kemana?” tanya pemilik tangan itu.
Gina pun berpaling, degup jantungnya tak bisa berhenti, malah semakin cepat. Wajah ini, yang begitu ia rindukan, ah kenapa harus muncul lagi di hadapannya.
“Masuk yuk, aku sudah pesankan Caffucino kesukaan kamu...” ajak Bagus sambil menuntunnya.
Gina mengikuti langkah Bagus, seperti berjalan menuju keabsurdan atau mungkin juga labirin raksasa, karena ia yakin ia takkan bisa menemukan jalan keluar lagi, hufffhh...
“Apa kabarmu ?” tanya Bagus dengan santainya.
Gina masih bernegosiasi dengan pikiran dan hatinya sendiri. Ia terlalu sibuk memikirkan banyak hal, ditambah lagi siluet-siluet masa lalu yang terus bergantian ditayangkan di hadapannya.
“Hey manis... ngelamunin aku ya ?” tanya Bagus lagi masih dengan flat nya.
“Eh.. kabar aku baik, kamu gimana ?” Suasana masih begitu canggung. Bahkan saat ini Gina tak tahu harus mengobrol apa lagi.
“Aku... baik donk.. Eh... anak kamu udah berapa ?”
Deg.. jantung Gina langsung pengen copot, kenapa Bagus bertanya seperti itu.
“A-k-u...b-e-l-u-m...m-e-r-i-d” jawab Gina terbata.