Dalam lima tahun terakhir, perubahan lanskap kompetitif global telah dipicu oleh tiga faktor utama: disrupsi oleh teknologi industri 4.0, perkembangan generasi milenial dan gen Z, dan pandemi COVID-19. Ketiga faktor ini telah mengakibatkan disrupsi dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk SDM, gaya hidup, kesehatan, politik, dan ekonomi di banyak negara.
Indonesia, sebagai negara berkembang dengan potensi pertumbuhan ekonomi yang konsisten di atas 5% selama satu dekade terakhir, juga merasakan dampak dari disrupsi ini. Dengan populasi sekitar 270 juta jiwa, Indonesia menjadi negara dengan jumlah penduduk terbanyak ke-4 di dunia dan pertama di ASEAN, sehingga memiliki potensi ekonomi yang besar dan pengaruh signifikan terhadap perkembangan regional dan global.
Bonus demografi yang akan dialami Indonesia juga menghadirkan tantangan dengan jumlah tenaga kerja yang sangat besar. Namun, jika tidak dikelola dengan baik, masalah seperti kurangnya kompetensi tenaga kerja, keterbatasan lapangan kerja, serta pendidikan dan pelatihan yang tidak efektif akan terus menjadi hambatan.
Selain itu, perkembangan teknologi digital saat ini juga menghadirkan peluang dan tantangan tersendiri. Menurut data dari World Economic Forum (WEF) tentang masa depan tenaga kerja, transformasi digital akan menghapus 85 juta pekerjaan, tetapi juga akan menciptakan 97 juta pekerjaan baru.
Teknologi seperti kecerdasan buatan (AI), otomasi, analitik data besar, dan komputasi awan akan mengancam beberapa posisi kerja, terutama pekerjaan yang repetitif dan operasional seperti kasir dan operator mesin. Oleh karena itu, literasi digital dan keterampilan digital tenaga kerja harus ditingkatkan dan difasilitasi oleh pemerintah.
Dengan wilayah Indonesia yang luas dan tersebar di banyak pulau, dibutuhkan sebuah lembaga yang mampu berkoordinasi dan berkolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan untuk memastikan tenaga kerja Indonesia memiliki kompetensi yang memadai.
Kesenjangan antara jumlah usia produktif dan angkatan kerja yang melimpah dengan keterbatasan lapangan kerja menjadi masalah yang serius. Selain itu, pendidikan yang disertai keterampilan, keahlian, dan kompetensi juga masih menjadi persoalan mendasar.
Peningkatan kompetensi dan produktivitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia tidak bisa hanya mengandalkan pendidikan formal dan lembaga pelatihan kerja semata. Pentingnya peran Lembaga Sertifikasi sebagai mitra resmi di bawah Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) untuk menjadi sektor terdepan dalam mengkoordinasikan semua infrastruktur, sumber daya pendukung, dan sistem yang standar untuk memastikan setiap tenaga kerja memiliki kompetensi yang profesional, kompeten, dan kompetitif.
Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) resmi, dengan dukungan dari BNSP dan pemangku kepentingan lain seperti asosiasi profesi dan industri, kementerian/lembaga, serta lembaga pelatihan kerja (LPK), dapat menyusun dan memastikan sistem sertifikasi kompetensi profesi yang diperlukan. Ini bertujuan untuk mengatasi kesenjangan kompetensi tenaga kerja Indonesia, ancaman disrupsi teknologi digital, serta keterbatasan lapangan kerja.
Selain itu, diperlukan sistem jaminan mutu yang baik dalam prosesnya serta sistem data dan informasi yang andal berbasis teknologi yang memadai. Hal ini diharapkan dapat menghasilkan SDM yang profesional, kompeten, dan kompetitif, yang mendukung produktivitas dan pertumbuhan ekonomi negara.