Mohon tunggu...
Mujahid Zulfadli AR
Mujahid Zulfadli AR Mohon Tunggu... Guru - terus berupaya men-"jadi" Indonesia |

an enthusiast blogger, volunteer, and mathematics teacher | https://mujahidzulfadli.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama

"Orang-orang Biasa", Mereka Bodoh tapi Gembira

20 Agustus 2019   15:58 Diperbarui: 21 Agustus 2019   19:09 719
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seiring persiapan perampokan, Guru Akhiruddin akhirnya kembali menemukan jati dirinya yang hilang. Satu konspirasi detail terencana telah mengembalikan tekad dan hidupnya detik itu juga.

Gairah kehidupan kesenian timbul secara hebat. Semua adalah bagian dari rencana (yang namanya tidak boleh disebut). Selepas perampokan, ia seperti terlahir kembali. Siap membangkitkan semangat murid-muridnya lewat karya seni.

Ibu Atikah adalah kisah sendu dan teladan lain lagi. Terheran-heran ia menyaksikan bank yang ia pimpin dirampok siang bolong. Tak usah kita bocorkan cerita lengkapnya, bacalah sendiri. Bila ada kebohongan yang dibolehkan, ia telah melakukannya di tengah skandal perampokan itu.

Berselang-seling fragmen cerita itu meningkatkan intens keseriusan tindakan rampok. Meninggalkan tanya besar, apa sesungguhnya hubungan mereka dengan sepuluh perampok amatir?

Segala cerita akhirnya terkuak, meski awalnya berkelok dan seperti tidak beririsan satu dengan yang lain. Semua sambung menyambung, bermuara pada aksi heroik paling menawan dalam sejarah Belantik.

Sepuluh-puluh karakter berserta tindakannya, kita akui, sangat acak dan tidak masuk akal. Tapi kita lupa, selalu ada yang rasional dalam setiap tindakan irasional.

Mengapa penulis menciptakan kisah perampokan itu? Jawaban diserahkan ke sidang pembaca. Kalau Aku sendiri, demi memberi tempat pada keyakinan dan harapan. Ada yang tak pernah terjawab dalam upaya kita melihat dan mengamati tanda-tanda fisik. Kita menyebutnya: luput.

*judul berasal dari kutipan buku ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun