Ikhlas memang bukan kunci Hanum memiliki anak. Tapi dengan itu, hatinya seperti seluas samudera. Rintihannya terdengar penduduk langit. Doanya dihantarkan malaikat yang suci. Usahanya yang justru sepertinya kecil mampu menggetarkan langit.
I am Sarahza, lewat makna dari judul buku ini, Hanum menggambarkan dirinya sendiri. Dialah pejuang tangguh itu sejak awal. Tetap berjuang penuh keteguhan hati meski programnya terjungkal berkali-kali. Juga suami, orang tua, mertua, dan seluruh keluarga yang sedang diuji dengan problem serupa. Buku ini untuk seluruh manusia yang mengusahakan agar Allah berkenan memberikan titipan-Nya.
Tunjukkan Bakti pada Orang Tua
Dulu ketika Hanum tenggelam dengan cita-citanya, ia merasa bisa menggapai semuanya dengan rencananya yang telah ia susun sebaik mungkin. Setelah menjadi reporter dan news anchor di stasiun media besar, ia masih memendam sesuatu yang lebih besar. Hanum dengan segala impian di kepalanya bahkan rela tidak ikut suami selama beberapa waktu. Meninggalkan sang penopang keluarga sendiri bersekolah di Wina, Austria.
Terang hal ini membuat kedua orang tuanya gusar. Prinsip-prinsip dalam agama dan kesederhanaan hidup ia sampaikan pelan ke Hanum.
"Bumi Allah itu luas, berkarya bisa di mana saja. Jadi perempuan pembahagia suami itu lebih konkrit daripada apa pun yang kamu kejar selama ini."
Ibunya juga menimpali,
"Mungkin kamu nggak akan percaya, tapi kalau kamu ikhlas menjalaninya, Tuhan akan mengganjar kami dengan karunia yang lebih besar dari yang kamu genggam sekarang."
Ia akhirnya menyusul sang suami demi menejumput kerelaan dan Ridha orang tua. Meski begitu Hanum menghabiskan tahun yang terus berganti tanpa kehadiran buah hati. Usaha dipancangkan terus, tapi Allah selalu berkehendak lain.
Atas dorongan suaminya, Rangga, ia mulai trauma healing dengan menulis buku. Bakatnya mencuri perhatian dan jadi inspirasi di negeri sendiri. Karyanya diangkat ke layar lebar. Untung diraih, tapi malang tak kuasa ditolak. Di balik kesuksesannya, Hanum menyimpan luka menganga. Hanum pernah berandai-andai, mencoba hitung-hitungan dengan Allah, jika saja bisa ditukar, ia ingin semua rezeki dan bonusnya diganti saja dengan satu bentuk kehidupan lain di tubuhnya: anak.
Tidak di Eropa, tidak juga di Indonesia. Setiap program anak yang Hanum jalani hanya menyisakan perih dan merobohkan keberaniannya untuk selalu bangkit tiap kali terjatuh. Tidak satupun yang berhasil.