Mohon tunggu...
Mujahid Zulfadli AR
Mujahid Zulfadli AR Mohon Tunggu... Guru - terus berupaya men-"jadi" Indonesia |

an enthusiast blogger, volunteer, and mathematics teacher | https://mujahidzulfadli.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Denyut Pasar Rakyat Mambuni-buni, Fakfak Papua Barat

27 Januari 2017   09:22 Diperbarui: 27 Januari 2017   10:58 1741
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pinang Sisin dan Tembakau Negeri (dok.pribadi)

Para pedagang pada umumnya tertarik dengan pekerjaan ini karena kemungkinan untuk mendapatkan penghasilan yang lebih tinggi itu jauh lebih besar. Pada lingkup Asia Tenggara, menurut satu perhitungan, rata-rata sebuah kios memiliki kesempatan memperoleh tiga hingga sepuluh kali lipat penghasilan minimum pada para pekerja terlatih di formal sektor.

Sebagai Ruang Konektivitas Sosial
Sophie Watson (2006), profesor Sosiologi di Inggris meneliti tentang dampak sosial dari eksistensi pasar-pasar tradisional. Riset yang ia lakukan di sana cukup sukses dalam menghasilkan perubahan cara pandang orang-orang tentang bagaimana peran pasar rakyat yang sebenarnya.

Ternyata, pasar tradisional menjadi ruang-ruang kunci bagi intekrasi sosial dan terbangun dan terjaganya harmoni dalam hubungan antarkomunitas di masyarakat. Dengan peran nyata tersebut, sekarang, oleh pemerintah lokal dan nasional Inggris, pasar tradisional tidak lagi dianggap sebelah mata dan selalu menjadi bagian penting dalam perencanaan ekonomi dan pembanguna industri pasar skala makro.

Selain itu, Sophie juga menemukan pasar rakyat juga bersalin rupa menjadi ruang vital bagi pertemuan berbagai gerakan sosial (spirit komunitas), sosial inklusi, termasuk membangun kebiasaan makan sehat, hingga mendukung kesempatan warga membangun bisnis rintisan (start-up).

Segendang sepenarian, di negara bagian Amerika Serikat, Atlanta, Georgia, pasar tradisional secara historis telah sejak lama menjadi pusat perkumpulan warga. Kemudian seiring berjalannya waktu, wadah komunal tersebut juga berkontribusi secara dalam menguatkan identitas lokal, penghubung beragam komunitas, dan sebagai katalisator pengembangan lingkungan. Di Atlanta, orang-orang tidak perlu jauh-jauh datang ke toko-toko dan pasar modern besar, pasar rakyat tersedia banyak di sekitar pemukiman-pemukiman warga. Tersedia berbagai macam pasar-pasar rakyat yang mempertemukan banyak orang. Ratusan orang dari seluruh kota dan barangkali seluruh dunia, berkumpul di sini mencoba sajian makanan lokal.

Tidak hanya itu, pasar-pasar di Atlanta memberikan kesempatan para seniman lokal menyajikan karya dan menjualnya, pedagang-pedagang kecil menjual makanan dari jendela-jendela mereka yang di-branding sendiri.

Semua aktivitas tersebut, baik sosial maupun ekonomis menghasilkan stimulus ekonomi dan perumahan meningkat secara secara tajam di daerah sekitar pasar rakyat Atlanta. Hal ini yang membuat penduduk Atlanta menjadi bangga dengan kotanya.

Alangkah baiknya, di Indonesia, pemerintah lebih serius mengelola pasar-pasar tradisional, bukan dengan menggusur, tapi mempertahankan nilai-nilai lokal dalam setiap pasar. Mengapa? karena ratusan juta masyarakat Indonesia bergantung hidup pada ketersediaan nutrisi di pasar-pasar rakyat. Hal lain yang bisa dilakukan adalah membantu pemerintah lokal bersama komunitas mengenali potensi pasar tradisional dalam memenuhi kebutuhan gizi masyarakat, dan potensi sosial ekonomi lainnya. Melakukan penjagaan dan penelitian untuk meningkatkan standar makanan tradisional di pasar-pasar.

Semoga pasar rakyat bisa semakin lebih baik ke depan. Tidak kalah dengan atmosfer modern pasar-pasar modern lainnya.

Bacaan:

  1. Street Food in Developing Countries: Lessons From Asia 
  2. Changing Perceptions of Street Markets 
  3. The Role Modern and Traditional Markets Play in Cities and Food Culture 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun