Era digital telah memasuki setiap lini kehidupan kita. Apa yang tidak digital sekarang? Mulai dari jam, peta, sampai buku seperti kamus pun sudah digital. Hal ini semakin merebak dengan semakin gencarnya penciptaan aplikasi-aplikasi yang mampu menyedekahi penciptanya serta mudahnya masyarakat mengunduh aplikasi tersebut di internet. Begitu banyak keuntungan dari digitalisasi. Kehidupan masyarakat semakin instan dan tidak perlu mengantongi banyak benda-benda konkret; cukup HP atau laptop yang mampu membuka aplikasi yang diinginkan.
Digitalisasi merambah ke setiap literatur kita. Tidak hanya kamus, jurnal, dan buku lainnya, tetapi juga kitab suci umat Islam, yaitu Alquran. Hampir tidak ada kerugian menginstal Alquran dalam Android kita. Firman Allah yang disampaikan oleh Nabi Muhammad ini dapat dibawa ke mana-mana dalam HP atau laptop. Harganya pun tidak seperti kitab aslinya, bahkan gratis dan dapat diunduh siapa pun, meskipun dari agama lain.
Para ulama dan umat Islam sendiri tidak keberatan dengan Alquran dalam HP. HP yang di dalamnya terdapat Alquran, baik tulisan maupun rekaman, tidak sama dengan hukum mushaf. Alquran dalam HP adalah gelombang yang ditampakkan kemudian akan hilang, bukan huruf yang tetap. Lebih dalam lagi tentang mushaf yang dimaksud di atas, Imam Nawawi Banten menyebutkan yang dimaksud dengan mushaf adalah setiap benda yang di sana terdapat sebagian tulisan dari Alquran yang digunakan untuk dirosah (belajar) seperti kertas, kain, plastik, papan, tiang, tembok dan sebagainya. Oleh karena itu, diperbolehkan untuk menyentuh Alquran dalam HP tanpa bersuci serta diperbolehkan masuk kamar mandi bersamanya. Bahkan, perempuan yang sedang menstruasi pun boleh memegang Alquran dalam HP.
Alquran dalam HP dan Alquran dalam bentuk buku berbeda. Saat Alquran dalam bentuk buku begitu dihormati dan dijunjung tinggi, Alquran dalam HP tidak; banyak kalangan masyarakat memandang Alquran dalam HP hanya sebatas bacaan biasa karena terlepas dari hukum mushaf. Pernah kutemui seorang sahabat, tidak perlu disebutkan namanya.Â
Dalam perbincangan panjang, dia berkata bahwa di indekosnya dia tidak mempunyai Alquran karena dianggap mahal dan memakan tempat. Sahabatku ini memilih tadarusan dalam HP di setiap pengajian yang diceritakannya. Lalu, saya bertanya kepadanya, "Bagaimana kalau di masa depan kita dikuasai dengan paradigma kepraktisan dan esensi kesucian Alquran mulai  luntur?" sahabatku ini tidak mau menjawab. Dari sini, pantaskah, saya bertanya kepada pembaca, "Apakah kesucian Alquran akan dilesap digitalisasi suatu hari nanti?"
Paradigma Kepraktisan dan Dilema di Masa Depan
Masyarakat kita selalu dimanjakan dengan segala kemudahan era digital dewasa ini. Kegiatan yang dulunya perlu berjalan berpuluh-puluh meter kini hanya perlu menggerakkan beberapa otot jari. Kemudahan ini membutakan kita akan konsekuensinya nanti. Dalam masyarakat, akan terbentuk watak yang berparadigma kepraktisan. Bahkan, saat ini, ketika dihadapkan dua pilihan: praktis dan berbelit-belit, tentu masyarakat akan memilih praktis tanpa memikirkan permasalahan jangka panjang dari pilihan tersebut. Hal yang perlu ditakutkan dari paradigma ini adalah terbentuknya kepribadian "yang ingin serba praktis" pada generasi selanjutnya.
Alquran merupakan salah satu korban dari paradigma kepraktisan. Ada puluhan peranti lunak Alquran dengan berbagai fitur di dalamnya. Hampir semua peranti lunak tersebut cuma-cuma alias tidak dipungut bayaran. Siapa yang tidak tergoda dengan kegratisan, kepraktisan, dan fitur-fitur canggih peranti lunak Alquran?
Orang tua yang tidak ketinggalan zaman tentu akan menyarankan anak-anak mereka untuk mengunduh secara gratis aplikasi Alquran dalam Android mereka daripada membelinya. Anak-anak pun akan lebih sering menggunakan aplikasi Alquran dalam HP mereka karena berbagai faktor. Bayangkan, dua puluh atau tiga puluh tahun lagi saat semua literatur serta Alquran tergantikan oleh layar-layar HP kita. Bayangkan, paradigma kepraktisan akan berbuah pribadi-pribadi yang memilih mengantongi Alquran dalam HP daripada Alquran dalam bentuk buku.Â
Suatu hari nanti paradigma kepraktisan akan menciptakan masyarakat yang menganggap Alquran dalam HP menjadi aplikasi biasa, tidak ada yang istimewa, seperti aplikasi pada umumnya, karena terlepas dari hukum mushaf. Orang-orang akan mengganti perspektif mereka tentang Alquran yang semula kitab suci yang mengandung firman Allah menjadi aplikasi biasa yang dapat diunduh kapanpun dan di manapun.
Saya tidak bermaksud menggoyahkan iman atau mengetes pengetahuan pembaca tentang Alquran. Saya hanya berpikir bahwa suatu hari nanti, generasi selanjutnya yang serba digital tidak lagi menghargai Alquran dan memilih Alquran dalam HP.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H