Perlukah kita tersenyum?
Saat kita melakukannya didepan orang lain untuk membuatnya senang, namun kita menggunjingnya dibelakang.
Perlukah senyum?
Saat ia dilontarkan untuk mentoleransi dosa atas dasar 'sifat manusia', namun ia hilang saat orang lain melakukan kebaikan dengan anggapan 'riya'.
Perlukah senyum?
Saat digunakan untuk meminta maaf atas haq manusia yang terlupakan, namun tidak ada niat mengganti karena ia merasa dimaafkan karena senyum tersebut.
Perlukah senyum?
Seakan-akan kita sangat menghargai seseorang dengannya, namun melupakan haq kehormatan, harta, darah, dan ukhuwah yang lebih penting dari sekedar senyum.
Perlukah senyum?
Saat kita tersenyum hanya ketika kita merasa seseorang berbuat baik pada kita, bukan pada Allah.
Bahkan ketika ia berbuat baik kepada Allah, justru senyum menjadi lenyap karena merasa tersinggung, dengki, bahkan iri.
Cukup. Senyum yang Sunnah boleh kau lakukan, tapi jangan kau letakkan diatas kewajiban.
Kalau Haq manusia masih kau langgar, berhentilah tersenyum.
***
Tetapi tetap saja, senyum adalah kebaikan.
Jika kau melakukannya untuk menghiasi akhlaq dan perangaimu, sehingga manusia akan bahagia melihatnya.
Bila senyum terlahir tulus dari hatimu, ketika melihat orang lain melakukan kebaikan untuk memberikan semangat dan inspirasi bagi letihnya jiwa-mu.
Bila senyum yang kau sunggingkan, kau sertai dengan niat kebaikan yang akan benar-benar kau lakukan dengan tenaga dan usahamu.
Bila senyum itu hilang saat kau melanggar haq dirimu, saat kau berbuat maksiat, saat kau melihat kedzaliman dan orang yang didzalimi lantas kau mentransformasikan senyummu untuk berbuat sekuat tenaga demi suatu kebaikan yang nyata.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H