Corruption Perception Index (CPI), bagaimana menghitungnya?
CPI merupakan sebuah data yang berisi peringkat tingkat korupsi yang terjadi di antara negara-negara di dunia dengan berdasar pada persepsi seberapa korupnya sektor publik negara tersebut. survei ini menginterpretasikan pandangan dari para ahli maupun para pelaku usaha tanpa menyertakan masyarakat umum.
Yang akan saya jelaskan disini bukanlah metodeologi dari seluruh penelitian CPI yang ada, karena lembaga yang meneliti CPI sangatlah beragam dengan cara yang saling berbeda antara satu dan lainnya. Namun  yang akan saya tulis disini adalah penelitian CPI dari salah satu lembaga yang menjadi salah satu sumber rujukan paling banyak di dunia. Berdasar riset yang dilakukan oleh lembaga internasional anti korupsi yang berasal dari Jerman, yaitu Transparency Internasional, mereka pernah meneliti CPI dari 13 sumber yang berbeda tidak termasuk penelitian dari lembaga peneliti tersebut. sumber-sumber tersebut adalah dari World Bank, The World Economic Forum, Perusahaan Konsultan Resiko Swasta (Private Risk and Consulting Companies), serta beberapa Wadah Pemikir (Think Tanks)[1]. Semua sumber menilai  negara dengan skalanya sendiri-sendiri. Salah satunya menggunakan skala 1-7 sedangkan sisanya dengan skala 1-100.Hasilnya, perbandingan langsung skor negara antar berbagai sumber tidak dimungkinkan. Sehingga skor yang ada akhirnya dikonversi ke standar skala baru yang menunjukkan posisi tiap negara relatif ke negara lain (proses dan metode konversi tidak diberitahu). Dengan melakukan hal ini, lembaga tersebut dapat membandingkan skor antar 13 data yang ada yang kemudian dimasukkan ke skala 1-100 yang digunakan untuk nilai CPI. Selanjutnya, dilakukan kalkulasi  rata-rata dari skor yang sudah didapatkan tadi yang kemudian menjadi nilai CPI dari tiap negara. Untuk memastikan validnya hasil, hanya negara dengan basis data minimal 3 sumber yang kemudian disertakan dalam CPI.Â
Â
Selain itu, komparasi juga dilakukan berdasarkan tahun hingga 2012. Dibawahnya tidak dihitung karena yang dijadikan parameter adalah tahun 2012. Ketiga belas sumber tersebut menghitung berbagai kasus yang terjadi di sektor publik mulai penyuapan, pengalihan dana publik dan penuntutan kasus korupsi yang efektif, kerangka hukum yang memadai, akses ke informasi, serta perlindungan hukum bagi pelapor, jurnalis, dan penyelidik. Yang tidak termasuk perhitungan adalah aktivitas penipuan pajak, pencucia uang, kerahasiaan dana, dan aliran uang ilegal
Â
Perhitungan indeks korupsi selain untuk hasil global tersebut, misal untuk menghitung indeks korupsi di sebuah kota menggunakan kuisioner ataupun pendapat dari para ahli maupun pelaku bisnis. Di Indonesia sendiri, penelitian merupakan indeks gabungan dari 32 ragam soal terkait praktik korupsi di daerah. Semua pertanyaan tersebut dibagi menjadi 5 kategori utama: prevalensi korupsi, akuntabilitas publik, motivasi korupsi, sektor terdampak korupsi, dan efektivitas pemberantasan korupsi.
Â
Â
Benarkah CPI mereprentasikan Indeks Korupsi?
Â
Umumnya, korupsi memuat aktivitas ilegal yang disembunyikan dan hanya terungkap melalui skandal, investigasi, atau penuntutan. Para peneliti, masyarakat sipil dan pemerintah telah membuat kemajuan dalam mengukur korupsi di sektor tertentu, namun sampai saat ini beluma da indeks yang secara langsung mengukur tingkat korupsi yang nyata dengan segala manifestasi.
Â
Di Indonesia sendiri, perhitungan CPI yang digunakan dan menjad rujukan disebut dengan IPK atau Indeks persepsi korupsi. IPK ini juga didapatkan dari hasil perhitungan dari lembaga yang sama yakni Transparency Internasional namun dilakukan dalam skala Indonesia, ataupun kabupaten atau kota yang ada didalamnya.
Â
Sumber data yang membentuk CPI mengajukan pertanyaan kepada eksekutif bisnis dan pakar negara yang didasarkan pada kuisioner yang dirancang dengan cermat. Skor CPI umunya berkorelasi dengan ukuran objektif tertentu termasuk pengalaman masyarakat yang dilaporkan terkait suap. Seperti namanya, CPI ini tidaklah benar-benar dapat menilai dengan tepat jumalh korupsi yang ada di dunia maupun sebuah negara. Kata "persepsi" dalam kalimat CPI itu memberi makna bahwa yang dihitung adalah pendapat atau pandangan masyarakat terhadap tingkat korupsi.
Â
Untuk memastikan apakah metodeologi dan hasil CPI dapat diandalkan, indeks tersebut akan ditinjau secara berkala oleh evaluato independen. Tinjauan tersebut secara konsisten menunjukkan bahwa CPI koheren secara statistik dan konseptual.
Â
Pada akhirnya, apapun hasil dan validnya CPI, CPI adalah indikator korupsi yang paling banyak digunakan karena ruang lingkup globalnya yang luas.
Â
Bagaimana keadaan indeks korupsi di Indonesia menurut IPK?
Â
Transparency Internasional mencatat indeks persepsi korupsi Indonesia pada tahun 2022 tercatat di skor 34 dengan yaitu di peringkat ke 110. Hal ini terlihat lebih menurun dibanding tahun sebelumnya dengan skor 38 di peringkat 96. Saat ini, Indonesia sejajar dengan negara berkembang lain semisal Bosnia-Herzegovina, Gambia, Malawi, Nepal, dan Sierra Laone. Â Adapun diantara negara negara di Asia Tenggara, skor Indonesia jauh tertinggal dengan negara seperti Timor Leste, Vietnam dan Malaysia dengan skor masing-masing 42, 42, dan 47. Namun skor Indonesia masih lebih tinggi ketimbang Kamboja, Myanmar, dan Laos dengan skor 23, 24, 31. Jika diurutkan, Indonesia menduduki peringkat ke-5 dari sepuluh negara.
Â
Artinya, persepsi masyarakat terhadap tingkat korupsi di Indonesia sudah sedemikian parah bahkan terus menurun di setiap tahunnya. Ini menandakan bahwa kasus korupsi merupakan masalah yang masih belum selesai di Indonesia yang tentunya perlu menjadi perhatian pemerintah untuk segera menuju Indonesia yang lebih sejahtera.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H