Pendidikan nonformal memiliki potensi besar untuk membantu mengatasi beberapa persoalan pendidikan generasi milenial yang sering dikeluhkan berbagai pihak. Masalah utama yang dihadapi adalah bias antara orientasi pendidikan untuk tujuan akademik dan intelektual dengan tujuan keterampilan profesional serta orientasi hidup mandiri. Semua ditempuh dengan kurikulum yang sama, padahal jelas orientasinya berbeda.
Para pengguna lulusan pendidikan, seperti kalangan pengusaha dan birokrat, sering kali mengeluhkan kualitas dan kompetensi lulusan pendidikan generasi milenial. Beberapa keluhan yang umum diantaranya adalah kemampuan dasar yang kurang memadai, seperti kemampuan membaca, menulis, dan berhitung. Banyak lulusan yang masih lemah dalam memahami teks, menulis dengan struktur yang jelas, dan menggunakan tata bahasa yang benar. Selain itu, kemampuan berhitung dasar seperti matematika dan logika juga masih kurang dikuasai. Kemampuan berpikir kritis dan kreatif juga dianggap kurang memadai untuk menyelesaikan masalah dan menghasilkan ide-ide baru.
Kemudian banyak lulusan yang kurang memiliki soft skills, seperti kemampuan komunikasi yang baik, kemampuan bekerja sama dalam tim, serta kemampuan beradaptasi dengan lingkungan kerja yang baru dan dinamis. Etos kerja generasi milenial juga sering dipertanyakan, karena dianggap mudah bosan dan kurang disiplin.
Keluhan lainnya adalah kurangnya kecocokan dengan kebutuhan dunia kerja. Keterampilan yang diajarkan di sekolah sering dianggap kurang sesuai dengan kebutuhan dunia kerja saat ini yang terus berkembang pesat. Lulusan juga sering dianggap kurang memiliki pengalaman praktis dan kurang siap untuk terjun ke dunia kerja. Selain itu, ekspektasi gaji yang tinggi dan tidak realistis juga menjadi perhatian.
Keluhan-keluhan tersebut membuat para pengusaha dan akademisi resah. Mereka mengalami kesulitan menemukan tenaga kerja yang kompeten, dan harus mengeluarkan biaya tambahan untuk melatih karyawan baru agar memiliki keahlian yang dibutuhkan. Hal ini menyebabkan penurunan produktivitas perusahaan dan ketidakcocokan budaya kerja antara generasi milenial dengan budaya kerja tradisional di perusahaan.
Selain itu, banyak lulusan yang kesulitan ketika tidak memperoleh lowongan kerja dan harus merintis usaha sendiri. Pendidikan yang diperoleh kurang banyak mengajarkan kemampuan inovatif, kritis, dan kreatif. Hal ini karena tidak ada perbedaan yang jelas antara orientasi akademis, orientasi profesional, ataupun pengembangan hidup mandiri seperti menjadi entrepreneur.
Untuk mengatasi masalah-masalah ini, ada beberapa hal yang perlu diperbaiki. Sistem pendidikan saat ini masih banyak berfokus pada teori dan hafalan, sementara dunia kerja membutuhkan keterampilan praktis dan soft skills. Tingkat pengangguran di kalangan generasi muda juga tergolong tinggi, yang menunjukkan adanya kesenjangan antara keahlian lulusan dengan kebutuhan dunia kerja. Selain itu, sistem pendidikan belum banyak memberikan ruang bagi pengembangan jiwa wirausaha, sehingga banyak lulusan yang tidak siap untuk memulai usaha sendiri.
Pendidikan nonformal kembali dilirik sebagai solusi potensial. Pengelolaan pendidikan nonformal, seperti program kesetaraan atau lembaga kursus, memiliki perbedaan signifikan dengan pendidikan formal. Waktu yang fleksibel, pilihan yang banyak, dan jadwal yang bisa disesuaikan adalah kelebihan yang ada. Selain itu, waktu belajar, sumber belajar, dan pilihan jurusan, keterampilan, serta keahlian bisa disesuaikan dengan minat dan kebutuhan siswa.
Pendidikan nonformal memiliki potensi besar untuk membantu mengatasi beberapa persoalan pendidikan generasi milenial. Program-program pendidikan nonformal dapat lebih fokus pada pengembangan soft skills, seperti berpikir kritis, kreatif, dan pemecahan masalah. Metode pembelajaran yang interaktif dan partisipatif dapat mendorong siswa untuk berpikir mandiri, menganalisis informasi, dan menghasilkan ide-ide baru.
Pendidikan nonformal juga dapat meningkatkan kemampuan komunikasi melalui program-program yang berfokus pada public speaking, presentasi, dan debat. Siswa dapat belajar bagaimana menyampaikan ide-idenya dengan jelas dan efektif, mendengarkan dengan baik, dan berkolaborasi dengan orang lain. Selain itu, pendidikan nonformal sering kali melibatkan kegiatan kolaboratif, seperti proyek kelompok dan kegiatan sosial, yang dapat memperkuat kemampuan bekerja sama, menyelesaikan konflik, dan menghargai perbedaan.
Fleksibilitas pendidikan nonformal juga memungkinkan siswa untuk mempelajari hal-hal yang mereka minati dan butuhkan dengan cara yang sesuai dengan gaya belajar mereka. Beberapa program pendidikan nonformal, seperti pelatihan wirausaha dan magang, dapat membantu siswa mengembangkan etos kerja yang baik, seperti disiplin, tanggung jawab, dan kerja keras.
Dengan berbagai kelebihan dan fleksibilitasnya, pendidikan nonformal memiliki potensi besar untuk membantu mengatasi berbagai persoalan pendidikan yang dihadapi oleh generasi milenial. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan nonformal bukan hanya alternatif, tetapi juga solusi yang sangat relevan dan efektif dalam menghadapi tantangan pendidikan dan dunia kerja saat ini./jb
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H