membaca warga dunia telah menurun dalam sepuluh tahun terakhir. Menurut laporan tahun 2022 oleh National Endowment for the Arts, rata-rata orang dewasa Amerika membaca selama 15,8 menit per hari pada tahun 2021, turun dari 17,1 menit per hari pada tahun 2012. Laporan tersebut juga menemukan bahwa persentase orang Amerika yang membaca untuk kesenangan telah menurun dari 75% pada tahun 2012 menjadi 67% pada tahun 2021.
TrenAda beberapa faktor yang menyebabkan menurunnya kemampuan membaca, antara lain maraknya media digital, meningkatnya tuntutan pekerjaan dan sekolah, serta kurangnya waktu. Media digital telah mempermudah akses informasi dan hiburan, dan banyak orang memilih untuk menghabiskan waktu luangnya dengan menonton video, bermain game, atau menjelajahi media sosial daripada membaca. Meningkatnya tuntutan pekerjaan dan sekolah juga menyulitkan banyak orang untuk menemukan waktu untuk membaca. Dan dengan maraknya multitasking, orang sering membaca dalam waktu singkat, yang dapat membuat mereka sulit untuk fokus dan menikmati buku.
Menurunnya tren membaca berdampak pada keberlanjutan toko buku. Toko buku telah berjuang untuk bersaing dengan pengecer online seperti Amazon, yang menawarkan lebih banyak pilihan buku dengan harga lebih murah. Selain itu, maraknya media digital telah mempermudah orang untuk membaca buku di komputer, tablet, dan ponsel cerdas mereka.
Akibat faktor-faktor tersebut, banyak toko buku terpaksa tutup. Di Amerika Serikat, jumlah toko buku independen telah menurun lebih dari 50% sejak tahun 2000. Data yang berbeda menunjukkn gejala yang sama. Menurut laporan ABA tahun 2022, ada 2.023 perusahaan penjual buku independen yang mengoperasikan 2.506 toko di Amerika Serikat. Ini merupakan penurunan lebih dari 50% dari jumlah toko buku independen pada tahun 2000, ketika terdapat 4.118 perusahaan penjual buku independen yang mengoperasikan 5.117 toko. Selain itu menurut data Biro Sensus tahun 2021, terdapat 6.045 toko buku di Amerika Serikat. Ini merupakan penurunan lebih dari 50% dari jumlah toko buku pada tahun 2000, ketika terdapat 12.151 toko buku.
Hal serupa juga terjadi di Indonesia. Disebutkan bahwa Menurut Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI), jumlah toko buku di Indonesia mengalami penurunan lebih dari 50% sejak tahun 2000. Pada tahun 2000, terdapat lebih dari 1.000 toko buku di Indonesia. Pada tahun 2022, jumlah tersebut telah berkurang menjadi lebih dari 500.
Selain itu di Indonesia ada faktor yang berpengaruh terhadap industry buku yaitu keberadaan buku bajakan. Keberadaan penjual buku bajakan telah berkontribusi terhadap menurunnya toko buku di Indonesia. Menurut studi Asosiasi Penerbit Indonesia (IKAPI) tahun 2022, buku bajakan menguasai lebih dari 50% pasar buku di Indonesia. Artinya, untuk setiap 10 buku yang terjual di Indonesia, 5 di antaranya adalah bajakan.
Keberadaan penjual buku bajakan memiliki sejumlah konsekuensi negatif bagi industri buku. Pertama, merugikan penjualan buku-buku yang sah. Ketika orang dapat membeli buku bajakan dengan harga yang lebih murah dari harga buku yang sah, mereka cenderung tidak membeli buku yang sah. Hal ini merugikan keuntungan penerbit dan toko buku, dan dapat menyebabkan hilangnya pekerjaan di industri buku.
Kedua, buku bajakan seringkali memiliki kualitas yang buruk. Mereka mungkin diterjemahkan dengan buruk, mereka mungkin memiliki kesalahan, dan mereka mungkin kehilangan halaman. Hal ini dapat merusak reputasi industri buku dan membuat orang cenderung tidak membeli buku yang sah di kemudian hari. Ketiga, penjual buku bajakan sering beroperasi di pasar ilegal. Hal ini dapat mempersulit penegak hukum untuk menindak mereka.
Beberapa toko buku bertahan dengan beradaptasi dengan pasar yang terus berubah. Misalnya, banyak toko buku sekarang menawarkan kedai kopi dan fasilitas lainnya untuk menarik pelanggan. Beberapa toko buku juga fokus menjual buku-buku khusus, seperti buku masak, buku seni, atau buku anak-anak.
Peralihan ke media baca lain juga berdampak pada keberlanjutan toko buku. E-book dan buku audio menjadi semakin populer dalam beberapa tahun terakhir, dan banyak orang sekarang lebih suka membaca buku dalam format ini. Hal ini menyebabkan penurunan penjualan buku fisik, yang merugikan toko buku.
Meskipun membaca menurun, masih banyak orang yang senang membaca dan menganggapnya sebagai kegiatan yang berharga. Membaca dapat membantu orang mempelajari hal-hal baru, memperluas pengetahuan, dan mengembangkan imajinasinya. Ini juga dapat memberikan relaksasi dan melepaskan diri dari tekanan kehidupan sehari-hari.
Ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mendorong orang membaca lebih banyak, antara lain:
- Membuat buku lebih mudah diakses. Ini dapat mencakup membuatnya tersedia di lebih banyak tempat umum, seperti perpustakaan dan pusat komunitas, dan membuatnya lebih terjangkau.
- Mempromosikan manfaat membaca. Hal ini dapat dilakukan melalui kampanye kesadaran masyarakat atau dengan menyoroti peran membaca dalam pendidikan dan pengembangan pribadi.
- Membuat membaca menjadi lebih menyenangkan. Ini dapat mencakup memberikan lebih banyak kesempatan kepada orang-orang untuk membaca bersama, seperti klub buku atau kelompok membaca, dan membuat buku lebih menarik dengan menggunakan format yang berbeda, seperti buku audio atau e-book.
Pemerintah Indonesia belum berbuat banyak untuk mendukung industri buku. Pemerintah tidak memberikan subsidi apa pun untuk toko buku atau penerbit, dan tidak memiliki kebijakan apa pun untuk mempromosikan membaca.
Untuk membalikkan tren penurunan tersebut, pemerintah Indonesia perlu berbuat lebih banyak untuk mendukung industri buku. Pemerintah dapat memberikan subsidi untuk toko buku dan penerbit, dan dapat membuat kebijakan untuk mempromosikan membaca. Selain itu, pemerintah dapat bekerja sama dengan sekolah dan universitas untuk mendorong siswa membaca lebih banyak buku. Selama ini baru buku pelajaran sekolah yang mendapatkan sentuhan dari pemerintah./jb
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H