Ketersediaan dan kelestarian air menjadi isu penting banyak pihak. Â Mengingat semua elemen masyarakat dan stakeholder berkepentingan atas ketersediaan dan kelestarian air untuk memenuhi kebutuhan mereka. Seperti untuk air minum, industry, sanitasi, dan terlebih air untuk pertanian. Pertanian akan berpengaruh pada pemenuhan kebutuhan pangan seluruh masyarakat.
Isu penting yang saat ini adalah air tanah. Ini sesuai dengan tema hari Air Sedunia Tahun ini yaitu "Groundwater : Making the invisible visible" . Air tanah adalah air yang tertahan di tanah, sela sela bebatuan dan diam disana mewujud seperti cadangan air. Air tanah bersumber dari air hujan yang meresap ke dalam tanah dalam jangka waktu tertentu, dan sebagian keluar lagi berbentuk mata air. Sebagian lagi ada di dalam tanah baik berhenti ataupun bergerak.
Proses yang telah  berjalan alami dan berlangsung ribuan bahkan jutaan tahun hingga manusia dengan berbagai kegiatannya mempengaruhi dan mengganggu bahkan menghambanya. Terganggunya proses mempengaruhi siklus air yang mana uap air menjadi awan, turun hujan, meresap ke dalam tanah, menjadi air permukaan baik di danau, sungai, dan air laut. Lalu kembali menguap menjadi awan hujan, dan seterusnya.
Air tanah ada karena air hujan dan air permukaan, meresap ke dalam tanah, meresap ke sela sela tanah dan bebatuan hingga pada kedalaman jenuh air, sehingga menjadi air tanah. Proses penyerapan kadang terganggu dan terhambat karena beberapa hal. Berakibat pada berkurangnya air yang terserap ke dalam tanah dan menjadi air tanah.
Di lahan yang nyaris 100% tidak kedap air atau tanpa kekedapan air, tanpa bangunan pengganggu air meresap ke dalam tanah, yang masih alami, yang masih tertutup pepohonan dan semak belukar, diperkirakan 50% air meresap ke dalam tanah baik meresap ke dangkal atau dalam. Hanya sekitar 10% yang menjadi runoff karena selebihnya (40%) Â menguap.
Proses ini bisa berlangsung karena tanah memiliki waktu untuk menahan air hujan melalui pepohonan, daun, semak dan rerumputan, sehingga tidak langsung jatuh ke tanah. Air mengalir perlahan sehingga tanah bisa menyerap dengan optimal sesuai daya serapnya. Â
Seiring kegiatan manusia, proses penyerapan ini terganggu dan terpengaruh. Pada pemukiman jarang penyerapan air ke tanah menurun menjadi sekitar 42%. Misalnya ada atap bangunan dan lainnya. Kemudian pada pemukiman padat dengan permukaan lahan kedap air hingga 50%, penurunan  penyerapan menjadi sekitar 35% karena bangunan dan penghalang semakin banyak. Dampaknya adalah runoff meningkat menjadi sekitar 30%.
Keadaan ini semakin parah pada lahan perkotaan yang lahan kedap airnya 75% ke atas, penyerapan air tinggal sekitar 15%. Keadaan ini menaikkan runoff menjadi 55% . Tingkatan ini menjadi indikasi air sangat sedikit yang terserap. Air hujan langsung mengalir ke saluran air, lari ke laut. Lahan kehabisan waktu untuk menyerapnya. Â Air jatuh langsung ke tanah sementara tanah tertutup beton, aspal, atap dan lainnya. Dalam kondisi ini kelestarian air tanah terancam.
Luasan lahan yang masih terbuka mengoptimalkan volume air hujan dan air permukaan yang terserap daripada menjadi runoff. Sebaliknya semakin tertutup lahan atau kedap air karena tertutup bangunan, atap, beton, aspal, dan lain sebagainya akan mengurangi voume air yang seharusnya bisa diserap tanah.
Disisi lain pengambilan air bawah tanah melalui pengeboran air semakin massif baik untuk kepentingan industry, perhotelan dan sector usaha lainnya. Terjadi ketimpangan antara air tanah yang diambil dengan air hujan yang dikembalikan ke dalam tanah.
Memasukkan air ke dalam tanah
Untuk mengatasi ketimpangan tersebut air hujan bisa dikelola dengan cara memasukkannya ke dalam tanah. Misalnya dengan membuat sumur resapan, lobangan di sekitar aliran air/runoff air hujan, dan cara mengelola air hujan lainnya. Harapannya tanah terbanyu menyerap air hujan sebagai kompensasi sejumlah luasan lahan yang tertutup atap bangunan atau lainnya.
Sehingga air hujan lebih lama di daratan sebelum akhirnya mengalir hingga ke laut. Di waktu yang bersamaan air yang tertahan di darat akan memberikan banyak manfaat seperti untuk pertanian, MCK, air minum, kebutuhan industry dan lain sebagainya.
Data yang dikeluarkan PDAM Kota Salatiga menunjukkan bahwa ada kenaikan permukaan air yang cukup signifikan pasca pembangunan hampir 800 sumur resapan di cathment area mata air senjoyo Jawa Tengah pada tahun 2014-2015. Â Kenaikan itu berlangsung sekitar 4 tahun. Ini kenaikan yang sungguh luar biasa.
Selain Kenaikan permukaan air tanah sebagai salah satu indikasi bagaimana upaya menaikkan volume air hujan yang bisa diserap tanah bisa ditingkatkan. Indikasi lainnya misalnya suburnya tanah sekitar sumur resapan karena ada banyak air hujan tersimpan di kedalaman tanah dimana air hujan diresapkan. Sementara di tempat lain air hujan banyak yang menjadi runoff sehingga yang terserap ke dalam tanah lebih sedikit. Dalam beberapa kasus pengembangan sumur resapan juga menaikkan permukaan air tanah sehingga sumur gali juga menjadi semakin banyak debit mata airnya.
Kepentingan seluruh pihak
Menangkap dan meresapkan air hujan, menahannya lebih lama di tanah dan membiarkannya di sana sehingga cadangan air tanah menjadi kepentingan seluruh pihak. Karena seluruh pihak membutuhkan air sesuai kebutuhan dan peruntukan masing masing.
Memanen air hujan dan menahannya lebih lama di daratan baik dipermukaan apalagi meresapkan ke dalam tanah harus menjadi kepentingan dan agenda bersama serta dikerjakan seluruh pihak sesuai kemampuan dan kewenangannya. Tidak ada alasan bagi siapapun untuk mengabaikan air hujan mengalir kemana mana sementara dimusim kemarau mereka mengeluh kekurangan air.
Pemerintah di seluruh tingkatan sudah mepet untuk memiliki kebijakan tentang bagaimana air hujan yang ada dikelola semaksimal mungkin agar bisa terserap ke dalam tanah. Hujan yang tidak terkelola terbukti menyebabkan banjir, kerusakan infrastruktur, kerusakan lahan pertanian, dan angka kerugiannya tidak sedikit. Di bagian lain ketika masyarakat, petani, pelaku usaha, dan elemen lain saat kekurangan air mau tidak mau akan menguras anggaran pemerintah untuk mengatasi itu. Jika bahan pangan ada alternatif penggantinya, energi ada energi terbarukan, tetapi tidak dengan air.
Satu kali mengabaikan air hujan keluar ongkos dua kali. Ongkos penanganan bencana karena air hujan yang tidak terkelola dan ongkos karena kekurangan air saat membutuhkan. Â Naudzubillah min dzalik
Selamat Hari Air Sedunia 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H