Mohon tunggu...
Mujab Mujab
Mujab Mujab Mohon Tunggu... Buruh - Wahana menuangkan karya dan gagasan

Saya aktif di Serikat Paguyuban Petani Qaryah Thayyibah. Selain itu aktif di Komunitas Belajar Qaryah Thayyibah sejak tahun 2003 hingga sekarang.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Klepon dan Melek Media

23 Juli 2020   17:56 Diperbarui: 23 Juli 2020   17:57 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Klepon tiba tiba menjadi viral lantaran ada yang memposting di media social sebagai jajanan yang tidak islami. Pengupload memposting gambar klepon sembari mengajak membeli aneka kurma yang tersedia di toko syariah pengunggah. Tertulis Abu Ikhwan Aziz dalam unggahan itu.  Warganet ramai merespon diikuti sejumlah media mainstream online lainnya. Istilah jajanan tidak islami ini memancing respon dan terasa mengaduk aduk perasaan. Apalagi kemudian disandingkan dengan buah kurma yang dianggap jajanan islami. Opini warganet terbelah tiga yaitu menyambut positif, menyambut negative dan cuek.

Wacana berkembang kepada isi posting seperti adanya makanan syariah, makanan islami dan sebagainya.  Banyak juga yang khawatir munculnya istilah tidah syariah, tidak islami itu identic dengan haram, tidak dianjurkan, makruh dan lain sebagainya. Tak luput MUI sampai merespon postingan tersebut sebagai sesuatu yang mengagetkan.

"Pertanyaan saya apakah yang bersangkutan memang sudah pernah melakukan penelitian lalu yang bersangkutan menemukan bahwa ada unsur-unsur atau bahan yang dipakai klepon itu berasal dari sesuatu yang diharamkan oleh Allah Subhana Wa Ta Allah," kata Anwar." Sebagaimana ditayangkan Tribunwow.com dengan judul Sempat Viral di Media Sosial Kabar Klepon Makanan Tidak Islami, MUI: Ini Sesuatu yang Mengagetkan.

Ahmad Faruk, Sekretaris Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Solo menegaskan kepada BBC Indonesia pada 22 Juli 2020, "Kalau dalam agama Islam itu bukan makanan syar'i, tapi lebih kepada apakah makanan ini halal atau haram. Makanan halal itu makanan yang dibolehkan oleh agama, seperti daging ayam, daging sapi, dan daging kambing, sementara daging anjing dan daging babi haram." Sebagaimana dimuat dalam berita berjudul  'Geger klepon tidak Islami', benarkah ada 'makanan syariah' dalam ajaran Islam?

Belakangan ada posting yang menyaru sebagai sikap mengkritisi postingan tersebut dengan menyebutkan bahwa  postingan yang diupload melalui akun Abu Ikhwan Aziz Hoax. Hal ini ditandai dengan tidak ditemukannya siapa Abu Ikhwan Aziz dan dimana tokonya. Sejumlah orang ramai mencari di fitur pencarian marketplace-marketplace.  Sebagian lain mengaku sudah mencari di mesin pencari baik yang tersedia di fitur media social atau search engine. Kembali warganet ramai ramai menyatakan bahwa postingan klepon sebagai makanan tidak syariah, tidak islami sebagai hoax dengan mendasarkan pada satu postingan penyanggah tersebut. Opini kedua terbentuk dengan mudahnya.

Melek bermedia

Posting klepon memberikan pembelajaran kepada kita semua bagaimana opini warga bisa sedemikian rupa digiring dengan menggunakan isu isu agama, isu syariah. Hal ini digunakan untuk menyulut perasaan di hina, diserang, diancam, narasi kebencian dan penghinaan. Kesadaran bermedia yang masih ala kadarnya ditandai dengan mudahnya menelan mentah mentah informasi yang mereka dapatkan. Pemilihan kata kunci yang tepat seakan kemudian meruntuhkan prinsip kebenaran sebuah  berita.  Hal ini menjadi celaka tiga belas ketika pejabat atau pemegang otoritas kemudian ikut menjadi korbannya.

Dua postingan di atas (postingan klepon sebagai makanan yang tidak islami dan postingan yang menyatakan bahwa postingan klepon sebagai tidak islami adalah hoax) bisa jadi sama sama benar atau sama sama hoax. Sama sama benar jika keduanya memang memenuhi kriteria informasi yang layak disebut berita dan sama sama hoax kalau tidak memenuhi kriteria tadi. Kaidah yang paling mendasar adalah harus sesuai fakta. Untuk mengetahui apakah sebuah berita sesuai fakta atau tidak pembaca harus melakukan cek, recek dan multiple cek. Intinya pembaca harus kritis terhadap sebuah postingan di media.

Sebuah berita tentu harus memenuhi kaidah 5 w dan 1 h.  Yaitu apa, dimana kejadian itu berlangsung, kapan peristiwa itu terjadi siapa yang terlibat di sana, mengapa atau disebabkan oleh apa sehingga hal itu terjadi dan bagaimana alur kejadiannya.

Apakah postingan di media social semuanya berita? Tentu tidak. Kadang bisa artikel, kadang opini dan kadang tulisan sastra. Lantas kalau opini menyaru iklan sebagaimana postingan klepon harus bagaimana? Tindakannya sama, setiap ada postingan yang sekiranya sensitive, maka pembaca perlu menyalakan nalar kritisnya. Caranya dengan melakukan cek, recek, dan multiple cek.

Cek, recek dan multiple cek akan memberikan informasi pembanding, informasi serupa, informasi serupa tapi tak sama, informasi yang mengandung unsur kebencian, dan informasi yang menyesatkan. Tetapi kalau hanya memperoleh dan menelan satu informasi maka pembaca akan terbelenggu pada informasi tersebut seakan sebagai satu satunya kebenaran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun