Online. Sekarang ini, apa sih yang tidak online? Hampir semua aktivitas serba online. Seakan-akan semua kudu online pada akhirnya. Tidak afdal kayaknya kalau tidak online.Â
Dari belanja, belajar, rapat, seminar, konser musik, dan seterusnya, hatta prostitusi pun mesti online, meskipun "nganunya" tetap saja offline.
Aktivitas serba online ini sesungguhnya tidak serta-merta karena pandemi. Tapi jauh sebelum itu juga sudah membudaya (baca: gaya hidup). Hanya saja tampaknya selama musim pandemi ini sedikit banyak menjadi semacam penahbisan dari "ritual wajib" dan keniscayaan untuk aktivitas online ini.
Namun begitu bukan berarti tidak ada aktivitas yang tidak online. Jelas tetap ada dan tidak sedikit aktivitas sosial, misalnya menyangkut ritual keagamaan dan sosial budaya yang tidak bisa dilakukan secara online.
Alasannya terkait dengan hukum agama, norma, tradisi, masih tabu, dan masih menjadi kontroversial jika dilakukan secara online.
Salah satu aktivitas yang bermuatan nilai-nilai agama, hukum, sosial, dan budaya yang masih menjadi kontroversial adalah nikah online.Â
Nikah online maksudnya adalah akad nikah yang dilangsungkan secara online, atau prosesi akad nikah yang tidak digelar secara offline atau enggak lewat tatap muka langsung. Bisa juga dibilang pernikahan jarak jauh (PJJ).
Kontroversi tentang Nikah Online
Dalam literatur hukum Islam, pernikahan atau perkawinan itu sah jika sudah terpenuhi rukun nikah, yaitu calon mempelai laki-laki, calon mempelai perempuan, wali nikah, dua orang saksi, dan ijab qabul. Mahar (maskawin) itu termasuk syarat.
Apakah nikah online itu sah atau tidak, boleh atau tidak secara hukum Islam? Para ulama fikih (hukum Islam) berbeda pendapat dalam hal ini seiring realitas kemajuan teknologi alat komunikasi.