Hari ini, saya dan keluarga saya berbuka puasa dibilang biasa-biasa saja tapi ya tidak biasa juga. Artinya menunya tetap istimewa dan luar biasa, menurut saya itu juga.Â
Tentang kolak pisang plus cangkaleng dan gulanya pakai gula kawung yang diracik penuh kreativitas dan cinta yang takbiasa oleh istri saya.
Betapa tidak. Karena menunya yang disajikan oleh chef kebanggaan kami sekelurga, istri saya tercinta (uhuuuy!) hampir selalu gonta-gonti dan variatif saban hari di bulan puasa ini.
Pada beberapa hari yang lalu, saya ceritakan lewat tayanga IGTV menu berbuka puasa spesial keluarga saya berupa, "Gulai Kepala Ikan Manyung, Maknyus!" itu, dan sempat heboh juga di jagat instagram terutama di kalangan handai tolan atau teman-teman saya.
Sampai-sampai ada teman saya yang komentar bahwa saya naga-naganya mau ngikutin jejak mendiang Bondan Winarno, ahli dan influencer kuliner yang ngetop itu. Hehe...
Baca juga: Gulai Kepala Ikan Manyung, Maknyus!
Karena jujur saya memang baru kali pertama itu bikin vlog, tentang kuliner pula, di luar concern saya yang  biasanya lebih banyak bergelut di ranah humaniora, agama, filsafat, sosial budaya, sesekali ranah politik, dan gaya hidup.
Ini justru tiba-tiba dipaksa muncul bicara dan mengamati seluk-beluk tentang kuliner, yang notabene saya biasanya sekadar penikmat dan pencinta wisata kuliner.
Nah, kali ini saya akan bercerita kisah untuk Ramadan ini tentang menu kolak pisang plus cangkaleng dengan gula kawung.
Sekilas tentang Cangkaleng dan Gula Kawung
Perkenankan saya cerita sekilas tentang cangkaleng dulu, sebelum tentang kolaknya. Cangkaleng itu bahasa Sunda nama lain dari kolang-koling, buah pohon aren atau nira (bahasa Sundanya dikenal dengan pohon kawung) yang menghasilkan gula kawung (gula aren).