Mohon tunggu...
Muis Sunarya
Muis Sunarya Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis tentang filsafat, agama, dan budaya

filsafat, agama, dan budaya

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mengelah Keluh tentang Kembali Belajar

3 Januari 2021   22:15 Diperbarui: 3 Januari 2021   22:38 314
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Suasana kelas kegiatan belajar putri saya secara tatap muka/dokpri

Mendadak. Ada kalanya sudah mendekati batas waktu dan sering dikejar tenggat. Terlalu yakin pada Tuhan Yang Maha Kuasa. 

Cara dan konsep seperti ini, menurut hampir tidak sedikit orang, barangkali adalah cara yang salah dan tindakan konyol. Tapi, itulah kenyataannya. Itulah saya.

Makanya, wajar saja, akhirnya setiap kali menghadapi masa kembali belajar atau tahun ajaran baru, saya bisa kelimpungan, puyeng, dan kepala rasanya mau pecah. Memutar otak dan mencari akal untuk solusi yang terbaik.

Istilahnya, bisa-bisa kepala dijadikan kaki, kaki dijadikan kepala. Bingung bukan, bagaimana membayangkannya. Kaki dan kepala bertukar posisi. Anda mungkin akan berseloroh, "Salah sendiri punya konsep dan cara yang aneh dan dibuat-buat. Ya, sudah tanggung sendiri risikonya. Susah sendiri."

Sebenarnya saya itu terbilang malas menghitung berapa angka rupiah atau dana yang harus saya siapkan untuk biaya anak-anak saya sekolah atau kuliah setiap kali tahun ajaran baru dimulai, atau musim kembali belajar ini . Yang pasti tidak sedikit dana. Dan kebiasaan buruk saya, adalah hampir tidak pernah merinci.

Lantas, bisakah saya mengatasinya? Alhamdulillah, puji Tuhan, dan saya bersyukur, buktinya anak-anak saya tetap sekolah dan kuliah sampai saat ini. Tuhan selalu memberikan solusi dan jalan keluar. Tuhan selalu mencukupi. 

Walaupun, dengan kisah tadi itu seperti keluh yang saya kelahkan di atas. Prosesnya berliku dan berkelok-kelok. Membuat bahtera kadang terombang-ambing dan limbung.

Bertaut dengan biaya pendidikan, misalnya, Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang berlaku perguruan tinggi negeri. Itu saya sempat mengelah dan mengadunya saat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Mas Nadiem Makarim menjadi narasumber di acara Kompasianival 2020 kemarin.

Saya memohon dikurangi atai dikorting begitu besaran angkanya. Kalau tidak bisa 50 %, dikorting 25 % juga tidak apa-apa. Yang penting, ada korting dan pengurangan di kala proses belajar daring atau Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) seperti sekarang ini selama pandemi.

Kenyataanya Mas Menteri tak menggubrisnya. Padahal, apa yang saya kelahkan itu, adalah juga keluhan banyak orang tua lainnya. Tapi tetap saja yang namanya biaya UKT itu besaran angkanya tidak beranjak dari angka yang semestinya dibayar selama ini. Tidak berubah sedikit pun sama sekali.

Lain lagi dengan anak ketiga saya yang belajar di pondok pesantren yang sudah bisa tatap muka. Itu sangat merepotkan saya sebagai orang tua. Ujug-ujug biaya SPP bulanannya dinaikkan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun