Mohon tunggu...
Muis Sunarya
Muis Sunarya Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis tentang filsafat, agama, dan budaya

filsafat, agama, dan budaya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Nirguna Represif, dan Takbisakah Persuasif?

8 Desember 2020   20:11 Diperbarui: 9 Desember 2020   12:46 433
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Manusia mengembarai langit
Manusia menyusuri cakrawala
Tidak untuk menguasainya
Melainkan untuk menguji dirinya
Apakah dia bertahan menjadi manusia
Tidak untuk hebat kuasa atau perkasa
Melainkan untuk sebagai manusia. (Puisi Emha Ainun Nadjib).

Hari-hari ini tidak sedikit cerita dan peristiwa. Menguras energi. Kontra produktif. Negeri kita tercinta ini menjadi semakin repot dan enggak karuan begini.

Belum kelar-kelar pandemi. Malah wabah makin tambah dan meruah. Banyak orang sudah lelah dan susah. Ada juga yang gundah dan marah. Habis sudah batas kesabaran. Nelangsa dan mengeluh.

Tengoklah di rumah-rumah sakit, tempat-tempat karantina dan isolasi pasien terjangkit Covid19. Sesak dan berdesak-desakan. Ruang rawat penuh. Alkes dan faskes tidak lagi memadai.

Tidak sedikit tenaga kesehatan (nakes) meninggal dalam tugas. Mereka pasrah dan menyerah. Sampai-sampai sempat melempar kata "terserah" ke wajah kita. Kita sangat prihatin dan turut berdukacita.

Wajar saja. Karena nakes saking geram dan marahnya atas ulah sebagian warga yang abai dan eyel dengan bahaya wabah corona ini. Akibatnya, muncul klaster-klaster baru Covid19.

Alih-alih sebagian warga itu menjaga diri dan orang lain, untuk patuhi protokol kesehatan, dan ikhtiar memutus mata rantai penyebaran Covid19, justru mereka itu masih saja ribut soal konspirasi Covid19, dan berkedok pada paham agama yang rigid dan nirnalar. 

Tuhan, ampuni kami yang kerap lalai dengan pesan ketuhanan dan kemanusiaan. Tuhan, maafkan mereka yang selalu mencatut nama-Mu untuk kepentingan duniawi dan keserakahan materi. Berkedok di balik jubah agama dan mengoyak langit suci-Mu.

Seakan-akan mereka lupa pada-Mu, Tuhan. Bersikap menuhankan diri dan apa saja selain-Mu. Mengultuskan individu yang berlagak sok suci. Padahal, hanya Engkau-lah Yang Maha Suci dan Maha Sempurna, Tuhan.  

Bersikap sewenang-wenang dari yang berwenang. Sudah samar dan susah membedakan mana yang otoritas dan mana yang otoritarianisme. Mana yang sakral dan mana yang profan. Bercampur baur. Tumpang-tindih. Tumplak. Alangkah kacau balaunya negeri kami ini, Tuhan ya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun