Itu semua bisa memengaruhi munculnya bentrok dan konflik sosial. Biasanya faktor pemicunya tidak tunggal. Bisa bercampur baur dan bertaut antara satu faktor dengan faktor yang lain sekaligus.
Maka mestinya faktor-faktor pemicu itu diantisipasi dan diredam sedari dini. Jangan dibiarkan percikan api konflik sosial itu membesar menjadi kebakaran konflik sosial horizontal dan kerusuhan lebih luas dan masif, sehingga sulit untuk dipadamkan.Â
Sekalipun, akhirmya api konflik sosial yang berkobar itu bisa dipadamkan, tetapi tetap menyisakan korban dan luka yang dalam, penderitaan, kesedihan, masalah sosial, dan kerugian secara fisik dan psikologis yang berkepanjangan. Takbisakah dihindari sedari dini sebelum itu semuanya terjadi?
Nirkekerasan dan komunikasi persuasif adalah kuncinya. Nirfaedah tindakan kekerasan, dan nirguna represif dari kedua belah pihak yang bertikai. Maka, takbisakah diselesaikan secara persuasif?Â
Apalagi, sampai terdengar dar-der-dor, horor bunyi tembakan segala. Dan mengakibatkan jatuhnya korban. Itu sangat tidak baik. Isyarat mengundang kemarahan lebih besar, dan memicu konflik sosial horizontal yang tak diharapkan.
"Sebagai manusia, bukan sebagai yang lainnya, ikuti kata hati nuranimu," kata Nabi.
Mengutip puisi Cak Nun (Emha Ainun Nadjib).Â
Manusia mengembarai langit
Manusia menyusuri cakrawala
Tidak untuk menguasainya
Melainkan untuk menguji dirinya
Apakah dia bertahan menjadi manusia
Tidak untuk hebat kuasa atau perkasa
Melainkan untuk sebagai manusia.
Demikian catatan kaki saya, merespons peristiwa dar-der-dor yang horor pada dini hari itu. Semoga bermanfaat. Tabik. []
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H