Budaya dan tradisi pernikahan bedolan sudah melekat dalam kepercayaan warga masyarakat. Maka, pernikahan di KUA dianggap kurang sesuai dengan budaya dan tradisi masyarakat kita.
Gengsi dan gaya hidup. Dalam penikahan bedolan atau prosesi akad nikah dilaksanakan di rumah, tentu pegawai pencatat nikah atau penghulu KUA diundang untuk menghadiri, mengawasi, dan mencatat secara resmi dan legal di rumah calon pengantin.
Kehadiran pegawai pencatat nikah atau penghulu KUA di rumah calon pengantin adalah kehormatan dan kebanggaan bagi sahibulhajat (calon pengantin dan keluarga besarnya).
Makanya, dalam corak masyarakat yang masih tradisional (tidak saja di kampung-kampung, tapi juga di perkotaan), tapi juga sebagian corak masyarakat modern (enggak di kampung, enggak di kota), kedudukan seorang pegawai pencatat nikah atau penghulu KUA (apa pun sebutannya, misalnya lebe, naib, dan lain-lain) itu masih mendapat penghormatan dan penghargaan tinggi di mata masyarakat.
Konsekuensinya, sebagian masyarakat merasa gengsi dan enggan untuk melangsungkan akad nikah di KUA. Kehadiran pegawai pencatat nikah atau penghulu di rumah calon pengantin menjadi penting, lebih afdal, dan semarak. Pernikahan bedolan adalah semacam gaya hidup.
Persepsi. Itu semua sudah barang tentu sangat memengaruhi cara pandang atau persepsi masyarakat terhadap pernikahan bedolan.Â
Kalau mengikuti cara berpikir sederhana dan pragamatis. Pernikahan itu mau akad nikahnya di rumah atau di KUA sebenarnya sama saja. Yang penting adalah sah. Resmi dan legal. Tidak mesti berpikir kepada tempat di mana akad nikah dilangsungkan. Bedakan dengan resepsi pernikahan.
Ini kan soal persepsi saja!
Kesan orang atau persepsi sebagian warga masyarakat bahwa kurang afdal kayaknya kalau akad nikah dilaksanakan di KUA. Seolah-olah mereka yang menganut pernikahan bedolan itu berseloroh, "Nikah di KUA, no way, apa kata dunia?"
Selain itu, persepsi yang kadung berkembang di masyarakat kita bahwa pernikahan atau prosesi akad nikah yang dilangsungkan di KUA itu pantasmya hanya bagi orang-orang atau masyarakat yang tidak mampu alias kismin (dibaca miskin). Orang kaya atau orang yang mampu (secara materi) mana ada yang akad nikahnya dilakukan di KUA.
Ini kan soal persepsi saja!