Menikah itu tetap adalah impian indah dan bersejarah, meskipun di tengah wabah. Seindah sepenuh asa tetap terbingkai dalam bahtera keluarga yang bahagia sehidup di dunia, dan bahagia sesurga di alam baka.
Tak peduli sejak Indonesia positif pandemi Covid-19 awal Maret yang lalu, pernikahan malah tampaknya tidak pernah sepI, khususnya di Kantor Urusan Agama (KUA).Â
Cobalah sekali-kali jalan-jalan ke KUA, Anda akan menyaksikan hampir setiap akhir pekan selalu ada yang menikah, bahkan tidak sedikit, dalam empat bulan terakhir ini.Â
Apalagi biasanya di hari-hari ke depan pada bulan Zulhijah (sering disebut bulan Haji) ini sudah merupakan tradisi di masyarakat untuk melangsungkan pernikahan.
Tetap saja, seolah-olah dengan adanya pandemi ataupun tidak, rupanya tidak begitu banyak memengaruhi dan tidak mengurungkan niat calon mempelai untuk mengikat janji suci mereka lewat prosesi akad nikah.
Menggelar resepsi pernikahan di rumah atau di gedung adalah otomatis tidak diizinkan. Benar, bahwa pesta perkawinan, atau resepsi nikah saat pandemi yang tidak dibolehkan.
Terkait pelayanan nikah atau akad nikah, baik itu di KUA maupun di rumah tidak pernah ditutup. Tidak ada moratorium pendaftaran dan pelayanan nikah di KUA, sekalipun saat pandemi ini.
Artinya, kecuali resepsi, nikah saat pandemi memang tidak begitu masalah sama sekali. Mau nikah, nikah saja. Terbukti dengan adanya kebijakan dari Kementerian Agama tentang pendaftaran nikah di KUA secara daring dan pelayanan nikah dengan catatan wajib mematuhi protokol kesehatan Covid-19 tetap masih bisa dilangsungkan sampai sekarang.
Saya sudah berturut-turut menceritakan hal ini di sini. Saya sempat bercerita masalah yang berhubungan dengan dilema penghulu KUA dan calon pengantin ketika tidak lockdown corona.
Saya juga ikut mensosialisasikan bahwa tidak perlu resah, ini kebijakan bagi yang mau nikah di tengah pandemi Covid-19.
Termasuk saya pernah berbagi informasi bahwa atas nama Covid-19, daftar nikah di KUA tetap dilayani secara daring.
Sesungguhnya tidak terlalu jauh berbeda prosesi akad nikah saat pandemi atau tidak. Air muka bahagia dan senang tetap terpancar dari pasangan pengantin baru dan keluarganya saat-saat dan setelah akad nikah dilangsungkan.
Yang membedakan hanyalah memakai masker, sarung tangan dan hand sanitizer. Tidak melebihi 10 orang yang hadir saat akad nikah. Itu saja.
Selebihnya, pemandangan dan suasana yang berbeda itu justru punya nilai tambah tersendiri. Pernikahan di era corona. Saat nikahnya saja pakai masker. Senang tapi agak deg-degan, dan waswas juga. Ada rasa khawatir terpapar virus corona.
Tidak perlu resepsi. Murah meriah, dan nggak perlu biaya tinggi. Nggak perlu bayar gedung, pelaminan, dekorasi, dan lain-lain, tetek bengek terkait wedding package (paket resepsi perkawinan) seperti biasanya yang membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Akhirnya, nikah itu yang penting sah, bukan wah.
Ternyata nikah saat pandemi itu ada rasa kebanggaan dan kenangan indah tak terlupakan yang bisa menjadi cerita tersendiri bagi kedua mempelai, keluarga, dan bisa jadi untuk anak-cucu nanti. Begitu pengakuan yang terlontar dari pasangan pangantin baru dan keluarganya.
Saya percaya ini bukan soal rasionalisasi dan menghibur diri karena akad nikah dilangsungkan saat pandemi. Tapi murni refleksi dari kesadaran akan kenyataan dan takdir Tuhan. Bukankah jodoh pun adalah takdir Tuhan, sama halnya dengan lahir, rezeki dan kematian?
Memang awalnya mayoritas calon mempelai punya keinginan menggelar pesta atau resepsi pernikahan dengan mengundang banyak orang, keluarga dekat, sahabat, tetangga dan kolega di gedung atau di rumah.Â
Tapi bagaimanapun inilah kenyataan yang terjadi. Ini semua atas ketentuan dan suratan dari Tuhan. Jadi tidak perlu ada yang harus disalahkan, disesalkan, dan merasa kecewa.
Di balik musibah selalu terselip hikmah. Wabah menyisakan rasa tabah, amanah, istikamah, dan kanaah.Â
Nikah saat pandemi, atau menikah di tengah wabah, membuahkan kenangan indah dan bersejarah yang tak terlupakan dan selalu terpatri dalam hati dan ingatan kedua mempelai sepanjang perjalanan hidup mereka.
Abadi terekam penuh perasaan bahagia bercampur haru, seraya dengan sigap penuh profesional, peran fotografer menjadi signifikan dalam mengabadikan momen-momen penting kenangan indah dan bersejarah ini lewat kameranya.Â
Menikah itu tetap adalah impian indah dan bersejarah, meskipun di tengah wabah. Seindah sepenuh asa tetap terbingkai dalam bahtera keluarga yang bahagia sehidup di dunia, dan bahagia sesurga di alam baka. Tabik. []
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H