Haji kita tak ubahnya tamasya menghibur diri, mencari pengalaman spiritual dan material, membuang uang kecil dan dosa besar.
Lalu pulang membawa label suci asli made in saudi "HAJI" |Â
Larik dalam puisi Gus Mus (KH A Mustofa Bisri), berjudul, "Selamat Tahun Baru, Kawan".
Wabah ini kelihatannya masih betah. Tapi setidaknya menjadi pelajaran moral bagi semuanya. Bahwa kuasa Tuhan di atas kuasa segalanya.
Orang bukan tidak boleh berencana dan berikhtiar, tetapi bagaimanapun tetap Tuhan yang menentukan pada akhirnya.
Orang boleh bermimpi setinggi langit. Tapi jangan lupakan bumi tempat kaki berpijak. Tolok ukurnya kenyataan.
Ingat peristiwa isra mikraj. Nabi pernah naik jauh sampai ke langit ketujuh, bahkan lebih, hingga ke Sidratul Muntaha, tapi bukankah Nabi tetap kembali turun ke bumi?
Tentang hal ini, sampai-sampai muncul kecemburuan seorang sufi berasal dari India, Syekh Abdul Quddus Gangohi, dan berkomentar, "Demi Allah, jika aku yang mengalami seperti yang dialami Nabi Muhammad pada isra mikraj, maka aku tidak akan pernah mau kembali turun ke bumi."
Pandemi Covid-19, Kenyataan dan Pelajaran
Akankah wabah ini menggugah dan menyadarkan kita akan kelemahan sehingga tidak bersikap pongah dan serakah?
Akankah pandemi ini mengantarkan kita becermin dan wawas diri untuk tidak selalu merasa paling ini, paling itu dan paling segalanya?
Ini salah satunya. Sekalipun sudah jauh-jauh hari direncanakan dengan matang, tapi kenyataan berbicara lain, tahun ini calon jemaah haji Indonesia urung berangkat ke tanah suci, karena masih dalam keadaan kahar pandemi Covid-19.
Sangat bijak pemerintah mengambil langkah kebijakan ini. Selaras dengan kebijakan yang diambil pemerintah kerajaan Arab Saudi.