Proses belajar mengajar di sekolah/madrasah, termasuk pesantren atau sekolah berasrama (boarding school) secara tatap muka untuk tahun ajaran baru 2020/2021 sudah (banyak yang) dimulai.
Tak terkecuali putri saya yang saat ini nyantri di pondok pesantren Daar El-Qolam Tangerang, Banten. Tahun ini ia baru naik ke kelas dua SMA melalui hasil penilaian akhir tahun plus secara daring.
Inilah kenaikan kelas yang berbeda dari biasanya. Pandemi Covid-19, tidak lain, adalah penyebabnya. Wajar ada yang menyebut sebagai kenaikan kelas corona.
Pemerintah membuat kebijakan dalam proses belajar mengajar di sekolah dengan ketentuan khusus, dan syarat-syarat yang harus dipenuhi secara ketat di era pandemi ini.
Pihak pondok pesantren yang sudah siap dengan protokol adaptasi kebiasaan baru (AKB) covid-19 yang diperbolehkan melaksanakan proses belajar mengajar secara tatap muka di kelas sebagaimana biasa.
Kesiapan memenuhi protokol kesehatan proses belajar mengajar di era pandemi ini adalah pakai masker, face shield (pelindung wajah berbahan plastik atau mika), menyediakan tempat cuci tangan dan sabunnya, hand sanitizer, pola makan sehat, sedia vitamin-c, dan seterusnya.
Selain itu, setiap santri wajib membawa surat hasil rapid test mandiri dan surat keterangan isolasi dan karantina mandiri di rumah, saat kedatangan di pondok pesantren.
Tentang rapid tes mandiri ini, saya agak menyayangkan terkait kontroversi standar biaya rapid test yang bervariasi. Dari kisaran Rp 250,000 sampai dengan Rp 400,000 lebih dipatok oleh rumah sakit.
Meskipun begitu, hal ini bagi saya tidak begitu masalah demi kebaikan, kemaslahatan, kepentingan keselamatan dan kesehatan anak, dilakukan juga rapid tes untuk anak saya, dan bersyukur, hasilnya non-reaktif Covid-19.
Pondok pesantren pun, memberikan masker dan face shield ((pelindung wajah berbahan plastik atau mika) untuk setiap santri.
Orang tua atau wali santri tidak diperkenankan turun dari kendaraaan. Artinya, anak saja yang turun, sedangkan orang tua tetap dalam kendaraan.
Anak didrop (diturunkan) dan kendaraan berhenti beberapa menit, anak bersalaman ke orang tua, lalu berlalu begitu saja.
Suasananya memang terasa agak mencekam dan sedikit menegangkan. Was-was dan deg-degan.
Seperti pesan kopi atau makanan di tempat peristirahatan di tengah perjalanan (jalan bebas hambatan, misalnya), lantatur (layanan tanpa turun) atau drive thru itu, istilahnya.
Saat baru tiba di gerbang pondok pesantren, setiap kendaraan disemprot disinfektan. Lalu, sampai posko pengecekan surat-surat terkait protokol kesehatan, antara lain surat hasil rapid tes santri, pernyataan isolasi dan karantina mandiri di rumah, dan sebagainya.
Masuk lingkungan pondok pesantren, berputar mengikuti alur petunjuk arah, kembali ke pintu gerbang semula, dan lantas meluncur pulang.
Menyaksikan kesiapan pihak pondok pesantren dengan fasilitas dan prasarana penunjang prorokol kesehatan dalam memutus mata rantai penyebaran pandemi Covid-19, rasanya tenang dan tidak terlalu khawatir.
Berharap ketenangan saya dan para orang tua santri yang lainnya, berbanding lurus seiring ikhtiar bersama pimpinan pondok pesantren semaksimal mungkin untuk memutus dan mengunci paparan pandemi ini, semuanya selalu dalam kesehatan, keselamatan dan lindungan Allah SWT. Semoga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H