Yang baru dan berbeda adalah dibolehkannya warga masyarakat melakukan kegiatan di luar rumah, kerumunan atau konsentrasi massa dalam satu tempat (tapi jaga jarak sosial), dibukanya kembali pusat-pusat perbelanjaan (mal-mal), masuk (kerja di) kantor atau tempat kerja, proses belajar mengajar kembali di sekolah, dan beribadah di rumah-rumah ibadah seperti biasa (normal).
Syaratnya, asal tetap mematuhi protokol kesehatan, seperti physical distancing /social distancing (jaga jarak fisik/sosial), jarak antar karyawan satu meter, misalnya, tes suhu badan, pakai masker, dan rajin cuci tangan. Mudik, boleh nggak ya? Lagian lebarannya juga sudah lewat, boleh kayaknya.
Pokoknya semua kegiatan yang selama ini dilarang, melalui kebijakan protokol new normal, akhirnya dbolehkan, asal memenuhi protokol kesehatan yang sudah ditetapkan.
Persoalannya, Indonesia kelihatannya masih belum memenuhi syarat protokol new normal yang ditetapkan WHO. Terutama poin pertama: Negara yang akan menerapkan konsep new normal harus mempunyai bukti bahwa transmisi virus corona mampu dikendalikan.Â
Karena terbukti bahwa data menunjukkan pasien virus corona di Indonesia alih-alih menurun, dan dapat dikendalikan, justru semakin meningkat dari hari ke hari sampai hari ini.
Selain itu, terkait rendahnya kedisiplinan sebagian warga masyarakat dalam mematuhi kebijakan pemerintah terkait protokol kesehatan dalam memutus mata rantai penyebaran penularan pandemi selama ini.Â
Itulah yang bikin geregetan dan kekesalan luar biasa sebagian warga yang lain ketika ada warga masyarakat eyel dan abai dengan aturan PSBB, dengan membuat tagar "Indonesia Terserah" itu, misalnya.
Belum lagi, berkaitan dengan sikap teologi dan pemahaman keagamaan sebagian warga masyarakat terhadap wabah virus corona ini. Dengan membawa-bawa dalih (pemahaman) agama dan mencatut nama Tuhan (ranah teologi), seraya mengabaikan keselamatan dan bahayanya terpapar pandemi ini.Â
Parahnya lagi, tidak mengindahkan protokol kesehatan yang ditetapkan oleh pemerintah, dan tidak mengikuti anjuran pemuka dan pemimpin agama.Â
Beragama yang hanya berdasar pada emosi, tanpa dibarengi ilmu dan nalar yang baik.