Mohon tunggu...
Muis Sunarya
Muis Sunarya Mohon Tunggu... Menulis tentang filsafat, agama, dan budaya

filsafat, agama, dan budaya

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Darurat Nasional Corona, Lockdown, dan Omnibus Law

15 Maret 2020   11:37 Diperbarui: 15 Maret 2020   22:14 477
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sampai menyurati Presiden Jokowi untuk segera mendeklarasikan status darurat nasional atas pandemi virus corona (Covid-19) bagi Indonesia.

Karena pemerintah Indonesia dinilai lamban dalam merespons dan menyikapi pandemi virus corona ini, dibanding negara-negara lain yang sudah lebih dulu menabuh genderang perang dan tidak mau ambil risiko terhadap pandemi virus corona ini.

Lihatlah China sendiri sebagai negara yang pertama terdeteksi dan terpapar virus corona ini. Mereka cepat dan tak buang-buang waktu, bergerak melawan dan mengatasi wabah pandemi virus corona ini.

China mendirikan rumah sakit khusus penanganan pasien infeksi virus corona, bahkan pembangunannya saja super cepat, dalam waktu kurang dari 10 hari rumah sakit itu rampung. 

China termasuk negara yang melakukan lockdown . China terbilang berhasil dalam mengendalikan penyebaran virus corona ini.

Hampir sama dengan yang dilakukan China, Korea Selatan pun terbilang berhasil dalam meminimalisasi dan mengendalikan penyebaran virus corona ini. 

Di dua negara itu, China dan Korea Selatan, kuncinya ada pada ketersediaan alat tes, atau alat deteksi dini, dan laboratorium bagi pasien yang diduga terpapar virus corona. China dan Korea Selatan  menggratiskan tes laboratorium atau deteksi dini bagi pasien virus corona. 

Korea Selatan  sejak awal saat virus corona ini terdeteksi di Wuhan China, secara besar-besaran memproduksi alat tes atau deteksi virus corona ini. Sampai-sampai Korea Selatan kewalahan melayani negara-negara di dunia yang antre memesan alat tes virus ini.   

Belum lagi Iran, Arab Saudi, Kuwait, Italia, Jerman, Inggris, Malaysia, Singapura, dan lain-lain. Mereka tidak ada waktu leha-leha, tidak terkesan lamban, dan tidak mau ambil risiko untuk siaga bergerak perangi "musuh" tak kasat mata tapi dampaknya nyata, pandemi virus corona ini. 

Hampir semua negara, lebih dari 100 negara yang terpapar virus corona, menutup dan mengunci negaranya (lockdown) dari kunjungan dan masuknya warga negara asing (dari luar).

Bahkan fasilitas-fasilitas umum, sekolah, tempat-tempat rekreasi, tempat-tempat ibadah, dan aktivitas-aktivitas warga di luar rumah, jika tidak bersifat urgen dan mendesak, dilakukan lockdown, dibatasi, diliburkan, ditutup, dan ditiadakan untuk batas waktu yang tidak ditentukan.

Sampai-sampai Arab Saudi mengeluarkan keputusan penundaan perjalanan umrah, dan kunjungan ke tanah suci, Makkah dan Madinah. 

Iran, Kuwait, Malaysia, Singapura, dan negara lainnya, membatasi, dan meniadakan ritual salat Jumat dan salat berjemaah di masjid. Warga dianjurkan untuk melaksanakan ritual salatnya di rumah masing-masing. 

Termasuk Italia, terutama di Roma. Mereka terpaksa melarang warganya untuk pergi sembahyang ke gereja, akibat pandemi virus corona ini. Vatikan menutup semua gereja Katolik di Roma. 

Lantas, bagaimana untuk negara kita sendiri, Indonesia? Sekarang pasien yang terpapar virus corona sudah hampir mencapai 100 orang dalam rentang waktu dua minggu dari pengumuman Indonesia positif corona.

Dan hari ini, sangat berduka dan memprihatinkan atas kabar Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi positif terpapar virus corona..

Ini isyarat nyata, bahwa virus corona tidak pandang bulu, siapa pun bisa terpapar dan terdampak. Apa yang terjadi di Iran, Italia, Inggris dan negara lainnya, yang para petinggi dan pejabat negaranya tak luput positif terpapar virus corona.

Pemerintah Indonesia sejatinya tidak perlu ragu, dan mestinya cepat mengambil tindakan, yang tidak cukup sekadar membentuk satuan tugas penanganan pandemi virus corona ini, dan hanya melakukan himbauan-himbauan bagi warga untuk waspada dan cara-cara menghindari penyebaran dan penularan virus corona ini. Walaupun langkah-langkah itu penting dilakukan.

Tetapi yang lebih penting lagi adalah mengambil keputusan untuk mendeklarasikan bahwa Indonesia adalah status darurat nasional pandemi virus corona, dan melakukan tindakan-tindakan yang tegas dan terukur dalam pencegahan dan penanggulangan pandemi virus corona itu secara nasional, terutama lewat lockdown. Menutup dan mengunci negara dari aktivitas-aktivitas warganya di luar rumah dan masuknya warga negara asing.

Setop bicara omnibus law. Terpaksa, mau tidak mau, tunda dulu urusan omnibus law itu. Masih kontroversi pula. Tidak usah mikirin investor asing atau dari luar negeri dulu. Jangan ambil risiko. Lagian, negara-negara lain juga melakukan lockdown dan larangan bagi warganya untuk bepergian dan atau kunjungan ke luar rumah dan ke luar negeri.

Saatnya Indonesia menabuh genderang perang untuk pandemi virus corona (Covid-19) ini. Jangan ragu dan gentar lakukan lockdown negara semesta.

Tunda sementara proses belajar mengajar, tutup fasilitas-fasilitas umum, sekolah, tempat-tempat rekreasi, tempat,-tempat ibadah, dan batasi, atau jika perlu larang saja aktivitas-aktivitas warga di luar rumah yang tak begitu urgen dan mendesak. 

Ini semua demi melindungi keselamatan dan keamanan negara dan bangsa dari "musuh" tak kasat mata, tapi nyata di depan mata bahayanya, pandemi virus corona (Covid-19) ini.

Ingat prinsip, "Dar-u al-mafasid muqaddamun 'ala jalbi al-mashalih". Utamakan hindari risiko bahayanya itu demi kemaslahatan bersama dan semesta.

Ingat, kisah Umar Bin Khattab, ketika melakukan kunjungan kerja ke daerah Syam (Suriah), dan ia mengurungkan kunjungannya karena menyebarnya wabah virus menular di daerah Syam tersebut.

Keputusan Umar bin Khattab ini lantas diprotes oleh panglima perangnya bernama Abu Ubaidah Bin Jarrah, yang kemudian akhirnya Abu Ubaidah pun termasuk salah satu korban yang tewas, karena terinfeksi virus menular ini.

Abu Ubaidah tidak sepakat atas keputusan yang diambil pemimpinnya, Umar bin Khattab, dan mengklaim Umar melarikan diri dari ketentuan Tuhan atau takdir.

Umar bin Khattab menjelaskan, "Ya, aku lari dan menghindar dari satu takdir (ketentuan Tuhan), dan aku berpindah ke takdir (ketentuan Tuhan) yang lain."

Kesimpulannya, ikhtiar dan upaya mencegah itu sangat penting sebelum terlambat dan keburu terpapar pandemi virus corona ini. Setelah itu, tawakal. Begitu pesan ketuhanan dan kenabian.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun