Pada awal Maret 2020, pemerintah Arab Saudi mengeluarkan keputusan tentang penundaan sementara perjalanan untuk menunaikan ibadah umrah dan kunjungan ke tanah suci, Mekkah dan Madinah, akibat kahar (force majeure) pandemi virus corona (Covid-19).
Keputusan ini bersifat sementara dan tanpa batas waktu, sampai keputusan baru mencabut keputusan tersebut. Jika keputusan ini sampai berlaku setahun saja (semoga tidak), dan kabar ini masih berupa kabar angin atau rumor, maka penyelenggaraan ibadah haji tahun 2020 ini bisa terhambat, atau bisa jadi ditunda. Wallahu a'lam.
Ini tentu sangat tidak diharapkan, dan mudah-mudah tidak terjadi. Artinya, musim haji atau penyelenggaraan ibadah haji tahun ini tetap berjalan lancar sesuai rencana.
Menurut keterangan dari pihak Kementerian Agama sebagai penyelenggara ibadah haji, yang diwakili oleh staf ahli Menteri Agama, Prof. Oman Fathurahman, bahwa langkah-langkah sebagai proses awal persiapan penyelenggaraan ibadah haji, baik di dalam negeri maupun di Arab Saudi, tetap berjalan sebagaimana yang sudah direncanakan.
Artinya, proses persiapan awal penyelenggaraan ibadah haji, terkait pelunasan biaya haji, kegiatan manasik haji di tiap kecamatan dan kabupaten/kota, pemondokan dan catering jemaah haji yang sudah direncanakan, tidak dihentikan sambil tetap memantau dan menunggu perkembangan keputusan dari pemerintah Arab Saudi.
Ada ibadah atau ritual lain selain ibadah haji itu, dan sifatnya sama, kolosal dan massif, seperti salat Jumat dan salat 'ied. Belum lagi ritual-ritual atau perayaan keagamaan yang bersifat sosial-keagamaan, dan mengundang berkumpulnya orang banyak atau jemaah.
Ini juga sejatinya yang harus menjadi pemikiran dalam kaitannya wabah pandemi virus corona ini. Karena mengingat penularannya atau penyebarannya lewat kontak langsung dengan penderita atau orang per orang.
Jangan sampai mewabahnya virus corona ini menimbulkan mudarat dan berakibat fatal atau berbahaya bagi warga masyarakat.
Dalam hukum Islam ada kaidah atau prinsip (Ushul al-Fikih), "Keadaan darurat (emergency) membolehkan untuk hal+hal yang dilarang", dan kaidah lain menyatakan, "Menghindari kerusakan (bahaya) lebih baik diprioritaskan untuk menciptakan kemaslahatan atau kebaikan".
Mungkin atas dasar itu salah satunya secara hukum Islam, dan yang pasti akibat kahar virus corona (Covid-19), maka beberapa negara sudah mengeluarkan kebijakan tentang pelaksanaan salat Jumat untuk dibatasi, atau ditiadakan, seperti, di Iran, Malaysia, Singapura, dan lain-lain.