Makanya, dengan tetap menebar kasih sayang, maafkan saya, jika saya tidak ikut merayakan hari ini secara seremonial, atau dengan acara khusus lewat pernak-pernik, dan simbol-simbol bernuansa hari kasih sayang itu, coklat, atau warna pink dan merah, misalnya.Â
Untuk makan coklatnya saya suka. Tapi, kalau untuk pink, sori, saya kurang suka. Saya kan lelaki sejati.
Kompasiana, Merawat Semangat Sosial Profetik
Saya bergabung dan bisa menulis di Kompasiana, sudah berjalan setahun. Saya merasa bahwa saya kurang produktif menulis dibanding para Kompasianer yang lain yang hebat-hebat itu dan produktif. Saya salut dengan mereka.
Baru 70 tulisan saya di Kompasiana. Ini tulisan saya yang ke-71. Alhamdulillah. Kalau untuk saya, segitu juga sudah lumayanlah.
"Sejatinya menulis itu cinta. Jejaknya tak akan pernah berakhir, sekalipun nafas berhenti."
Walaupun tentu jika dibanding dan bagi para Kompasianer yang sudah senior dan hebat-hebat itu, tidak ada apa-apanya. Jauh ke mana-mana.
Tapi, Semoga, ke depan, slow but sure, saya tambah produktif lagi menulis, berbagi, berkarya dan menginspirasi.
Karena, bukankah sejatinya menulis itu cinta. Jejaknya tak akan pernah berakhir, sekalipun nafas berhenti? Menulislah untuk pesan cinta, kasih sayang, dan kebaikan.
Baca juga: Bersama Kompasiana, Menulis Itu Cinta Â
Selama setahun itu di Kompasiana, saya merasakan seperti berada di rumah sendiri. Nyaman dan harmonis. Kompasiana penuh dengan aura kebaikan dan kasih sayang. Kompasiana adalah rumah besar dan megah yang memancarkan kebaikan dan kasih sayang.
Di dalamnya terasa aura kebaikan dan jalinan kasih sayang yang begitu erat dan hangat.
"Keakraban, keramahan, kehangatan, persahabatan, kekeluargaan dan kasih sayang sangat berlimpah dan meruah di rumah Kompasiana ini."Â