Mohon tunggu...
Muis Sunarya
Muis Sunarya Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis tentang filsafat, agama, dan budaya

filsafat, agama, dan budaya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Masih Misteri, Virus Mematikan Apa yang Dibawa Burung Ababil Itu

28 Januari 2020   17:50 Diperbarui: 28 Januari 2020   21:50 7775
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat jelang kelahiran Nabi Muhammad, Ka'bah di Makkah, Arab Saudi, diserang dan akan dihancurkan oleh Raja Abrahah dan pasukan bergajahnya dari arah Yaman. 

Namun, sekumpulan "Burung Ababil" beterbangan dan menyebar massif di udara persis di atas pasukan itu, mengurungkan niat jahat mereka dengan melemparkan dan menjatuhkan "batu-batu" itu ke arah mereka. Dan sontak mereka pun tewas mengenaskan, seperti daun-daun dimakan ulat.

Makna "batu-batu" ini sebenarnya tak pasti penjelasannya dan tak pernah ada yang tahu. Tampaknya, peristiwa ini adalah misteri Ilahi. 

Apakah itu berupa virus mematikan, atau nyata itu benar-benar berupa material batu? Bagaimana pula memahami kata "burung ababil [berbondong-bondong]" ini? Apakah itu sekadar metafora, atau nyata adanya?

Nama "Burung Ababil" sendiri populer melalui narasi Al-Quran surat Al-Fil (Gajah) ayat 1 - 5, yang secara lengkap berbunyi:

"Tidakkah engkau melihat bagaimana yang telah diperbuat Tuhanmu terhadap Ashhab al-Fil (pasukan gajah). Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka dalam kesia-siaan. Dan Dia mengirim atas mereka burung-burung berbondong-bondong. Yang melempari mereka dengan batu-batu dari sijjil. Lalu menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan ulat."

Kata "ababil" di sini diterjemahkan dengan arti "berbondong-bondong". Kalau boleh diartikan, sama artinya dengan "banyak dan massif menyebar dan beterbangan." 

Lantas terkenal dengan istilah "burung ababil" atau sejenis burung bernama "ababil", entah siapa yang kali pertama yang mempopulerkan. Walaupun, Sayyid Quthub menyebut "burung ababil" dalam tafsirnya.

Menduga sejak masih kanak-kanak kisah "Raja Abrahah, Pasukan Bergajah, dan Burung Ababil" yang dramatis ini, sering berseliweran terdengar dan didongengkan oleh para ustaz di pengajian, atau oleh para orangtua untuk anak-anaknya sebagai pengantar tidur. Sehingga kisah ini menjadi semacam kepercayaan turun-temurun yang melekat di benak anak-anak, mungkin sampai dewasa.

Padahal dalam terjemahan Al-Quran berbahasa Indonesia, versi apa pun, atau versi Kementerian Agama yang populer itu, misalnya, tidak pernah menerjemahkan kata "thairan ababila" dengan "burung ababil", tapi hampir semua menerjemahkan dengan "burung yang berbondong-bondong".

Di kitab-kitab tafsir hampir semua sepakat bahwa kisah yang diceritakan dalam Surat Al-Fil ini, untuk menunjukkan betapa kekuasaan dan kekuatan Tuhan di atas segalanya. Bahwa peristiwa itu terjadi tidak lepas dari pengaruh "tangan" Tuhan. Tuhanlah yang melakukan itu semua. Selesai.

Namun beberapa mufasir mulai berbeda penafsirannya tentang "burung-burung", dan "batu-batu" itu.

Dalam adikarya atau magnum opusnya, Tafsir Al-Mishbah, M. Quraish Shihab, menjelaskan perbedaan tafsir itu.

Kata "thairan" berasal dari kata "Thaara" yang berarti terbang. Ar-Raghib al-Ashfahani menjelaskan bahwa "thair" adalah segala sesuatu yang memiliki sayap yang memungkinkannya terbang di angkasa. Secara umum, kata tersebut diterjemahkan burung.

Apakah hanya burung yang dinamai thair, ataukah semua makhluk yang memiliki kemampuan terbang?

Syaikh Muhammad Abduh berpendapat bahwa thair mencakup apa saja yang terbang di udara, kecil atau besar, terlihat atau tidak terlihat. 

Dari pengertian inilah, kemudian tampaknya Abduh memunculkan tafsir "ada wabah (katakan virus)" yang menyebar, dan menyebabkan kematian Abrahah dan pasukan bergajahnya itu.

Sedangkan kata "hijarah" adalah bentuk jamak dari "hajar" artinya batu. Kata ini pada mulanya berarti sesuatu yang menghalangi. Makanya ada kata "hujrah" yang artinya kamar, karena penghalang bagi yang tidak berkepentingan. Bahkan, akal disebut "hijr" karena dapat menghalangi pemiliknya melakukan hal-hal yang tidak benar.

Kata "sijjil" terulang di dalam Al-Quran sebanyak tiga kali, kesemuanya digunakan dalam konteks siksaan. Sementara pakar berpendapat bahwa kata tersebut bukan berasal dari bahasa Arab, tetapi dari bahasa Persia yang diarabkan.

Ada juga yang berpendapat kata "sijjil" berasal dari akar kata "sajjala" yang berarti mencatat atau menulis. Ada juga yang mengartikan dengan batu yang bercampur tanah yang terbakar.

Secara jelas, Muhammad Abduh, menyebutkan bahwa wabah atau virus campak atau cacar yang menyebabkan kematian Abrahah dan pasukan bergajahnya.

Pendapat Abduh berdasarkan pada riwayat yang diperselisihkan kesahihannya yang menyatakan bahwa pada tahun kehadiran tentara bergajah itu telah terjadi wabah campak.

Abduh menyatakan bahwa wabah atau virus itu adalah akibat batu-batu kering yang berjatuhan di lokasi itu dibawa oleh burung-burung yang dikirim Tuhan.

Maka, menurutnya, bahwa thair adalah sejenis nyamuk atau lalat yang membawa kuman-kuman penyakit (virus, penulis). Dan batu itu dari tanah kering beracun yang dibawa oleh angin sehingga bergantungan di kaki binatang-binatang (yang terbang) itu, dan yang apabila menyentuh manusia akan mengakibatkan luka yang akhirnya memusnahkan tubuh dan menjatuhkan daging yang melekat di tubuh itu.

Sedemikian ganasnya wabah penyakit (virus) itu sehingga daging-daging tubuh tentara bergajah itu berjatuhan (rontok), termasuk pemimpin pasukannya juga mengalami nasib serupa. Abrahah, walaupun dapat bertahan hingga tiba di kota asalnya, San'a di Yaman, di sana ia pun meninggal.

Tapi tafsir Abduh dibantah oleh penafsir lain, seperti Sayyid Quthub dan Muhammad Mutawalli asy-Sya'rawi.

Sayyid Quthub menyatakan bahwa peristiwa tersebut adalah peristiwa luar biasa yang belum pernah terjadi sebelumnya. Murni kekuasaan Allah untuk memelihara rumah-Nya (Ka'bah).

Apalagi riwayat-riwayat yang mengungkap peristiwa tersebut tidak ada yang mendukung penafsirannya sebagai wabah campak atau lepra.

Terlebih yang terdampak itu hanya pasukan bergajah saja, tetapi masyarakat yang tinggal di sekitar lokasi tidak terdampak sama sekali.

Muhammad Mutawalli asy-Sya'rawi hampir sama, menyatakan bahwa peristiwa itu di luar hukum sebab dan akibat yang lumrah diketahui.

Artinya, bukan berdasarkan "sebab-akibat" atau "aksi dan reaksi" tetapi semata-mata berdasarkan perbuatan Tuhan atau "tangan" Tuhan sendiri. Dan peristiwa itu tidak bisa ditakar atau diukur dengan kebiasaan pemahaman para makhluk Tuhan.

Bahkan, menurut asy-Sya'rawi, kalau itu disebabkan oleh wabah atau virus campak atau lepra, tentu kematiannya ada proses lama, tidak mendadak (dalam waktu singkat) seperti kematian (tewas) di tempat yang dialami pasukan bergajah ini, bagaikan daun-daun yang dimakan ulat. (Lihat, M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran, th. 2002, hal. 620-623).

Ini saya tulis, bukan berarti bahwa virus Corona yang viral sekarang ini, mewabah dan sudah memakan korban di Wuhan, China, dan konon virusnya tersebar karena kelelawar (kampret) itu adalah mirip, atau menyamakannya dengan yang terjadi dalam sejarah peristiwa dramatis kematian yang mengenaskan Abrahah dan pasukan gajahnya pada 15 abad yang lalu. Bukan.

Walaupun agak mirip karena virus itu dibawa oleh kelelawar (sejenis burung, kalau mengikuti penafsiran Muhammad Abduh), bahwa sejenis burung-burung yang beterbangan massif yang membawa semacam virus (cacar, campak atau lepra) yang menyebabkan tewasnya Abrahah dan pasukan gajahnya itu. Atau jangan-jangan itu juga virus Corona yang sekarang menjadi populer. Wallahu a'lam.

Yang jelas, ini sebagai pelajaran dan hikmah yang bisa diambil dari setiap bencana dan wabah penyakit yang terjadi di mana pun. 

Agar lebih berhati-hati, dan waspada untuk mencegah, menjaga kebersihan dan kesehatan diri dan lingkungan kita. Tabik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun