Jakarta banjir adalah cerita bersambung. Tidak pernah habis dibahas. Selalu menjadi cerita. Sejak dulu sampai hari ini. Mungkin hari-hari ke depan. Entah sampai kapan. Rasa-rasanya barangkali akan terus menjadi cerita bersambung. Tak berujung dan akankah terus berulang?
Lepas dari segala kontroversi, debat, dan laguh-lagah soal normalisasi versus naturalisasi dalam mencegah dan mengatasi terjadinya banjir Jakarta, saya mencoba melihat dari sisi lain, dengan pertanyaan mendasar, filosofis-teologis, dan cenderung sensitif.
Apakah Tuhan ikut berperan dan campur tangan dalam setiap musibah yang terjadi, termasuk banjir di Jakarta dan daerah lain di awal tahun 2020 itu, atau tidak sama sekali?
Dalam pertanyaan lain, apakah terjadinya banjir itu murni disebabkan hanya faktor manusia atau hanya faktor alam saja, tanpa ada peran Tuhan sama sekali?
Untuk menjawab dan menjelaskannya agak sulit dan njelimet, mau tidak mau, membutuhkan bantuan paradigma filosofis dan teologis.
Apakah semua perbuatan manusia itu, baik ataupun buruk, ada peran dan campur tangan Tuhan atau karena faktor usaha (perbuatan) manusia itu sendiri?
Dengan kata lain, apakah manusia itu punya kebebasan berkehendak (free will) dan kebebasan berbuat (free act) dalam hidupnya, tanpa perlu campur tangan Tuhan, atau memang sebenarnya semuanya atas dasar campur tangan Tuhan?
Persoalan ini dalam teologi Islam lumayan pelik memahaminya. Hal ini dikenal dengan paham Jabariyah dan Qodariyah.
Jabariyah
Pemahaman bahwa manusia itu tak ubahnya sebuah wayang yang tidak memiliki kekuatan untuk bergerak, kecuali digerakkan oleh dalangnya. Dan Tuhan tak lain adalah dalangnya.
Secara psikologis, paham ini sangat berpengaruh pada ketenteraman hati ketika seseorang memperoleh musibah atau menemui jalan buntu dalam memahami dan menjalani hidup.
Pemahaman ini juga membawa sikap seseorang untuk menyerahkan hidupnya secara total pada Tuhan. Tidak boleh bersikap melawan, memberontak, merasa memiliki daya dan kekuatan, karena sesungguhnya semua yang terjadi, besar maupun kecil, suka maupun duka, semua itu telah digariskan oleh Pemilik dan Perancang hidup, Tuhan.