Kawasan pantai Anyer adalah salah satu destinasi wisata pantai yang sudah populer berlokasi di Provinsi Banten.
Siapa yang tak kenal pantai Anyer, tempat kelahiran saya ini, adalah destinasi wisata pantai yang menawarkan berbagai pemandangan laut yang indah dan pantai yang eksotik.
Dikemas dengan beragam fasilitas lengkap khas wisata pantai yang bakal memanjakan wisatawan untuk bersenang-senang dan bersantai menghabiskan waktu berlibur bersama kolega dan orang-orang tercinta.
Tidak Jauh dari Jakarta
Lokasinya yang relatif tidak jauh dan mudah dijangkau lewat perjalanan darat dari Ibu kota Jakarta. Jaraknya kurang lebih 126 km, dan bisa ditempuh menggunakan kendaraan roda empat yang memakan waktu sekitar dua atau tiga jam dari Jakarta.
Anyer adalah alternatif destinasi wisata pantai yang dekat dari Jakarta, selain pantai Ancol dan kebetulan terletak di Jakarta Utara.
Sayang di Ancol itu air lautnya sudah keruh, bahkan hitam pekat dan berbau tak sedap. Tentu tidak sehat dan tidak nyaman untuk berenang, karena diduga sudah tercemar sampah Jakarta.
Walaupun begitu, kalau saya tengah jalan-jalan ke Ancol, saya menyaksikan tetap saja ada warga yang berenang dengan risiko (barangkali) sehabis itu tubuhnya gatal-gatal.
Laut di Ancol, dan kawasan laut Jakarta Utara tampaknya tidak lebih sebagai tempat pembuangan sampah (TPS) terakhir yang paling luas dan paling efektif bagi warga Jakarta, selain TPS Bantar Gebang Bekasi. Pemerintah daerah dan warga kerap alpa dan kurang peduli akan sampah dan kebersihan laut.
Ancol kelihatannya memang sudah berubah dalam hal destinasi wisatanya. Dari wisata pantai (laut) ke wisata kuliner, hiburan (dunia fantasi atau petualangan), dan bisnis pertunjukan atau konser.
Ada juga kawasan laut Kepulauan Seribu. Ini juga tidak jauh dari Jakarta. Menempuh perjalanan laut satu jam naik kapal cepat, atau tiga jam naik kapal kayu tradisional, sudah sampai di Kepulauan Seribu.
Benar, lautnya masih perawan. Bersih dan jernih, nyaman untuk berenang dan aktivitas wisata laut lainnya. Misalnya, memancing, snorkeling, menikmati indahnya pemandangan bawah laut, berupa trumbu karang dan ikan-ikan kecil berwarna-warni yang menawan.
Kepulauan Seribu boleh juga direkomendasikan untuk destinasi wisata laut yang akan memuaskan hasrat wisata, bagi penikmat laut, dan yang gemar dengan aktivitas wisata laut.
Saya sedikit banyak tahu tentang Kepulauan Seribu. Karena saya pernah kerja ditugaskan di Kepulauan Seribu selama hampir dua tahun (2009 - 2011).
Tentang wisata Kepulauan Seribu, nanti saja saya ceritakan dalam tulisan saya yang lain secara khusus.
Cerita Tsunami dan Erupsi Anak Gunung Krakatau
Saya lanjutkan cerita tentang Anyer dulu. Kawasan pantai Anyer sebenarnya tidak begitu parah terdampak tsunami akibat  erupsi "murka" Gunung Anak Krakatau yang terjadi sekitar hampir setahun yang lalu (22 Desember 2018).
Namun pasca tsunami itu dampaknya lumayan parah, terutama dari segi kunjungan wisatawan ke kawasan Anyer berkurang secara drastis. Sepi pengunjung.
Pada gilirannya, tentu berdampak signifikan bagi perekonomian masyarakat yang melekat mengelola beragam wisata pantai di Anyer dan kawasan pantai sekitarnya di Banten.
Bisnis wisata pantai di kawasan Anyer sejauh ini memang melesu, nafasnya terengah-engah, dan belum pulih banget pasca tsunami setahun yang lalu.
Artinya, dampak itu sangat memengaruhi kehidupan ekonomi masyarakat dan pengusaha wisata pantai yang menggantungkan nasibnya untuk mengais rezeki dari destinasi wisata pantai ini.
Mereka adalah pedagang-pedagang kecil penjaja beragam makanan dan pernak-pernik oleh-oleh khas pantai Anyer, warung-warung kopi, warung nasi/restoran, jasa perparkiran, pengusaha penginapan, dan hotel terkena imbasnya.Â
Termasuk ujungnya tampak menyasar pada penerimaan pajak sebagai pendapatan daerah dari sektor ini.
Alasan utamanya adalah wisatawan enggan berkunjung wisata ke Anyer karena trauma tsunami. Mereka trauma dan khawatir dengan tsunami yang lalu kalau-kalau bakal terjadi lagi. Mereka trauma dan seolah horor (menakutkan) mendengar suara erupsi Gunung Anak Krakatau.
Tentang erupsi Gunung Anak Krakatau, jadi mengingatkan saya saat kanak-kanak dulu.
Saya hafal betul dengan suara erupsi Gunung Anak Krakatau itu. Saya dan warga sekitar pantai sudah akrab dan biasa dengan suara "merdu" erupsi itu.
Jadi dulu kalau mendengar erupsi Gunung Anak Krakatau sama sekali tidak pernah ada rasa khawatir dan takut (horor) akan terjadi apa-apa. Bahkan sesekali ada rasa kangen dengan suara erupsi itu.
Kalau sedang erupsi begitu, saya dan warga yang lain, menyebutnya bahwa "Gunung (Anak) Rakata (sebutan dari Krakatau) sedang batuk".
Saya dan orang tua saya memang awalnya tinggal di bibir pantai. Halaman rumah tentu saja adalah lautan lepas yang begitu luas tak berbatas selepas mata memandang jauh sampai kaki langit. Saya memang terbilang anak pantai.
Beberapa tahun kemudian, saya samar-samar ingat, sebelum sekolah Taman Kanak-kanak (TK), saya dan orang tua saya hijrah, pindah ke daerah dataran tinggi agak menjauh, sekitar dua kilometer, dari pantai. Rumah yang sampai sekarang orang tua saya tinggal.
Tapi walaupun begitu di usia-usia Sekolah Dasar (SD), saya dan teman-teman dengan berjalan kaki, suka sekali menyambangi pantai, bermain pasir, mengejar kayakas, berenang di laut, memancing ikan dan mengambil rumput laut. (Jadi ingat salah satu acara di televisi tentang anak-anak itu, si Bolang. Agak mirip-mirip kayak begitulah masa kanak-kanak saya, ndeso).
Itulah mungkin kenapa warna kulit saya agak berbeda, karena seringnya "berjemur di bawah terik sinar matahari". Kulit saya kurang putih, alias agak-agak hitam (mudah-mudahan) manis begitu. Hehe...
Karena tinggal di dataran tinggi dari permukaan laut, alhamdulillah, keluarga saya aman dari terjangan tsunami karena erupsi "murka" Gunung Anak Krakatau yang terjadi hampir setahun yang lalu itu.
Apalagi sekitar kawasan pantai Anyer, seperti yang saya sudah katakan, tidak terlalu parah terdampak tsunami.
Pantai Kalianda Lampung, pantai Tanjung Lesung dan daerah Kecamatan Sumur Pandeglang adalah kawasan yang sangat parah diterjang tsunami ketika itu.
Konon, ganasnya gelombang tsunami menerjang kawasan ini, tingginya mencapai 5 - 10 meter. Masih ingat saat itu beredar video detik-detik tsunami menerjang dan meluluhlantakkan sebuah konser group band kenamaan di pantai Tanjung Lesung? Begitulah dahsyatnnya terjangan gelombang tsunami saat itu.
Sekilas gambaran sederhananya tentang tsunami di kawasan pesisir pantai Selat Sunda itu terjadi akibat erupsi Gunung Anak Krakatau adalah peristiwa langka. Karena biasanya, tsunami terjadi diawali oleh gempa bumi.
Tapi tsunami ini terjadi karena erupsi yang terus menerus dan menyebabkan separuh "tubuh gemuk" Gunung Anak Krakatau terbelah dan berguguran jatuh menimpa air laut, sehingga menyebabkan gelombang air laut bergerak cepat dan meninggi menerjang pesisir, dan apa saja yang ada. Dengan kata lain, itulah tsunami.
Makanya saat itu, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sempat typo, dan harus meralat informasi awal apa yang terjadi di kawasan Selat Sunda itu dinyatakan bukan tsunami, tetapi sekadar gelombang tinggi biasa akibat cuaca dan cahaya bulan, dengan membenarkan adanya peristiwa tsunami.
Dari sejak itu, sekarang pun kesan trauma tsunami publik atau wisatawan sudah kadung tercipta dan merasuk ke pikiran mereka, sehingga enggan berwisata ke pantai Anyer dan kawasan pantai sekitarnya sepanjang Selat Sunda itu.
Ayo ke Pantai Anyer, Rasakan Cita Rasa Bali
Padahal, kenyataannya pantai Anyer, dan sekitarnya itu tidak ada yang perlu dikhawatirkan, aman dan insya Allah, tak ada tsunami lagi lantaran erupsi Gunung Anak Krakatau. Mudah-mudahan Gunung Anak Krakatau tidak "murka" lagi.
Yang jelas, sekarang tampaknya sudah mulai ramai kembali wisatawan yang berkunjung ke pantai Anyer.
Suasananya sudah mulai berubah. Seperti yang saya saksikan sendiri, perekonomian masyarakat dalam mengais rezeki dari wisata pantai sudah mulai menggeliat dan pulih dari kelesuan bisnis wisata pantai.
Badan Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (BVMBG) selalu menyampaikan aktivitas Gunung Anak Krakatau, statusnya, dan rekomendasi untuk masyarakat atau wisatawan secara periodik lewat media sosial (terutama twitter).Â
Perkembangan terakhir tertanggal 19 - 20 Oktober 2019, misalnya, Gunung Anak Krakatau, sampai sekarang pun masih mengeluarkan erupsi, tapi nyaris tidak nyaring dan hampir tak terdengar suara dentuman.Â
Statusnya: Waspada (Level II). Rekomendasi: Masyarakat atau wisatawan tidak diperbolehkan mendekati Gunung Anak Krakatau dalam radius 2 km dari kawah.Â
Silakan menikmati eksotiknya pantai Anyer dengan hamparan pemandangan pasir putihnya, deburan ombaknya, angin sepoi-sepoi berdesir menyapu wajah, biru toska air laut sepanjang mata memandang, panorama indah matahari terbenam di kaki langit, pernak-pernik oleh-oleh dan beragam kuliner khas pantai Anyer.
Ada kuliner special dan unik, khas Banten yang namanya sate bandeng. Anda pernah mencicipinya? Jika pernah, Anda dijamin ketagihan. Yang masih doyan petai dan emping melinjo banyak juga dijajakan, tentu saja.
Anda juga bisa menyaksikan artefak sejarah masa lalu saat bangsa kita dijajah Belanda.
Ada Mercusuar Anyer, bangunan tua salah satu sejarah peninggalan penjajahan Belanda berabad-abad lamanya yang sampai sekarang masih berfungsi baik.
Di Anyer juga ada yang namanya "Titik Nol Kilometer" sebagai tetengger (tanda) dibangunnya kali pertama infrastruktur jalan raya dari Anyer ke Panarukan oleh penjajah Belanda. Itu terletak di bibir pantai, persis depan Mercusuar Anyer.
Pikniklah sekali-kali ke pantai Anyer, dan rasakan cita rasa Bali di Anyer. Tidak perlu jauh-jauh ke Bali, dan yang pasti, tidak mesti merogoh kocek terlalu dalam. Bukan begitu? Selamat wiken, selamat berlibur akhir pekan!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H