Mohon tunggu...
Muis Sunarya
Muis Sunarya Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis tentang filsafat, agama, dan budaya

filsafat, agama, dan budaya

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Pantai Anyer Pasca Gunung Anak Krakatau "Murka"

29 November 2019   11:07 Diperbarui: 30 November 2019   00:22 246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mercusuar Anyer / Sumber: sindonews.com

Termasuk ujungnya tampak menyasar pada penerimaan pajak sebagai pendapatan daerah dari sektor ini.

Alasan utamanya adalah wisatawan enggan berkunjung wisata ke Anyer karena trauma tsunami. Mereka trauma dan khawatir dengan tsunami yang lalu kalau-kalau bakal terjadi lagi. Mereka trauma dan seolah horor (menakutkan) mendengar suara erupsi Gunung Anak Krakatau.

Tentang erupsi Gunung Anak Krakatau, jadi mengingatkan saya saat kanak-kanak dulu.
Saya hafal betul dengan suara erupsi Gunung Anak Krakatau itu. Saya dan warga sekitar pantai sudah akrab dan biasa dengan suara "merdu" erupsi itu.

Jadi dulu kalau mendengar erupsi Gunung Anak Krakatau sama sekali tidak pernah ada rasa khawatir dan takut (horor) akan terjadi apa-apa. Bahkan sesekali ada rasa kangen dengan suara erupsi itu.

Kalau sedang erupsi begitu, saya dan warga yang lain, menyebutnya bahwa "Gunung (Anak) Rakata (sebutan dari Krakatau) sedang batuk".

Saya dan orang tua saya memang awalnya tinggal di bibir pantai. Halaman rumah tentu saja adalah lautan lepas yang begitu luas tak berbatas selepas mata memandang jauh sampai kaki langit. Saya memang terbilang anak pantai.

Beberapa tahun kemudian, saya samar-samar ingat, sebelum sekolah Taman Kanak-kanak (TK), saya dan orang tua saya hijrah, pindah ke daerah dataran tinggi agak menjauh, sekitar dua kilometer, dari pantai. Rumah yang sampai sekarang orang tua saya tinggal.

Tapi walaupun begitu di usia-usia Sekolah Dasar (SD), saya dan teman-teman dengan berjalan kaki, suka sekali menyambangi pantai, bermain pasir, mengejar kayakas, berenang di laut, memancing ikan dan mengambil rumput laut. (Jadi ingat salah satu acara di televisi tentang anak-anak itu, si Bolang. Agak mirip-mirip kayak begitulah masa kanak-kanak saya, ndeso).

Itulah mungkin kenapa warna kulit saya agak berbeda, karena seringnya "berjemur di bawah terik sinar matahari". Kulit saya kurang putih, alias agak-agak hitam (mudah-mudahan) manis begitu. Hehe...

Karena tinggal di dataran tinggi dari permukaan laut, alhamdulillah, keluarga saya aman dari terjangan tsunami karena erupsi "murka" Gunung Anak Krakatau yang terjadi hampir setahun yang lalu itu.
Apalagi sekitar kawasan pantai Anyer, seperti yang saya sudah katakan, tidak terlalu parah terdampak tsunami.

Pantai Kalianda Lampung, pantai Tanjung Lesung dan daerah Kecamatan Sumur Pandeglang adalah kawasan yang sangat parah diterjang tsunami ketika itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun