Ibarat membuka "Kotak Pandora", kasus hukum Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Muhammad Romahurmuziy, adalah kuncinya.
(Bekas) Ketua PPP ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Sidoarjo, Jawa Timur, Jumat (15/03/2019). KPK menyita uang ratusan juta rupiah di Tempat Kejadian Perkara.
Dalam 1 x 24 jam, setelah diperiksa, kini KPK memutuskan status Romy, panggilan akrab Muhammad Romahurmuziy, sebagai tersangka kasus korupsi terkait perkara "jual beli" jabatan di Kementerian Agama. Seiring dengan itu, KPK melakukan penyegelan ruang kerja Menteri Agama, Sekjen Kemenag, dan Kepala Biro Kepegawaian Kemenag.
Romy bersama Kepala Kanwil Kemenag Provinsi Jawa Timur dan Kepala Kankemenag Kabupaten Gresik, dengan mengenakan seragam oranye, resmi ditahan oleh KPK selama 20 hari pertama.
Benar saja, kotak pandora itu mulai terbuka. Dari hasil penggeledahan ruang Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin (18/03/2019), KPK menemukan uang ratusan juta rupiah dan dolar Amerika Serikat (masih dalam proses penghitungan), beserta dokumen-dokumen yang berkaitan dengan seleksi atau tes kompetensi jabatan di Kemenag. (sumber)
Sampai saat esai ini ditulis, belum diketahui pasti berapa jumlah uang yang ditemukan oleh KPK di ruang kerja Menteri Agama itu dan itu uang apa sebenarnya. Masih harus menunggu hasil penghitungan, proses pemeriksaan, dan pernyataan resmi dari KPK.
Menyinggung "jual beli" atau pengaturan jabatan dan praktik tidak terpuji di Kementerian Agama tampaknya sudah lama terjadi. Konon proses suap-menyuap, Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) dalam pengangkatan jabatan dan pelayan publik di Kementerian yang mengurusi bidang agama dan keagamaan ini telah berjalan bertahun-tahun.
Kaitan dengan hal ini, jadi ingat kembali pernyataan (seakan-akan guyonan) Mantan Presiden KH Abdurrahman Wahid, alias Gus Dur, yang saat itu sebagai presiden sekitar satu dekade yang lalu.
Gus Dur mengatakan, atau lebih tepat menyinggung, bahwa Departemen Agama (sekarang Kementerian Agama) itu seperti pasar. Di dalamnya apa saja ada, kecuali agama. Kementerian Agama "tanpa agama".
Sampai-sampai saat itu, saking geramnya, Gus Dur mengatakan keinginannya untuk membubarkan Kementerian Agama. Itu karena Gus Dur tahu persis ("permainan") apa yang terjadi di Kementerian Agama. Tapi atas dasar pertimbangan baik-buruknya, dengan bijak Gus Dur mengurungkan keinginannya itu.
Pernyataan Gus Dur adalah semacam autokritik dan peringatan keras terhadap kondisi yang terjadi di Kementerian Agama saat itu. Diharapkan aparatur Kementerian Agama mau melakukan mawas diri, lebih introspeksi diri, dan berusaha untuk lebih meningkatkan pelayanan yang bersih dan bebas dari praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).
Pernyataan Gus Dur ini juga yang sebenarnya diingat oleh Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin di suatu kesempatan menyampaikan pembinaan kepada Aparatur Sipil Negara (ASN) Kanwil Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur. (dari Jawa Timur ini pula kasus hukum OTT Romy ini berawal), setahun lebih setelah pelantikannya sebagai Menteri Agama.
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, bahkan menantang aparatur Kemenag untuk membuktikan bahwa Kementerian yang bermoto Ikhlas Beramal ini “bukan pasar” sebagaimana yang pernah dikiaskan Gus Dur. (sumber)
Ketika diangkat menjadi Menteri Agama pada akhir Mei 2014 oleh SBY, presiden saat itu, Lukman teringat sosok Gus Dur yang ingin membubarkan Depag/Kemenag. Gus Dur bilang bahwa Kemenag tidak ada bedanya dengan pasar, apa saja ada, bukan hanya ada agama.
“Saya amat bersyukur atas pernyataan Gus Dur tersebut. Kewajiban saya adalah membuktikan kepada Bangsa Indonesia bahkan dunia, bahwa pernyataan itu tidak benar,” papar Menag, dikutip dari nu.or.id.
Lukman saat itu menyebut ada lima nilai budaya yang harus diimplementasikan ASN Kemenag demi memberikan perubahan yang lebih baik. Lima nilai budaya tersebut ialah integritas, profesionalitas, inovasi, tanggung jawab, dan keteladanan.
“Mari menjadi teladan yang baik,” ajak Menag.
Sejatinya, ini semua bukan hanya sebagai hiasan bibir belaka dan sekadar slogan. Tetapi menjadi sebuah komitmen, tekad, dan itikad yang kuat bagi aparatur Kementerian Agama dalam menampik kesan yang disinyalir Gus Dur bahwa Kementerian Agama tidak lebih sekadar seperti pasar, sehingga seakan-akan kehilangan ruhnya. Kementerian yang benar-benar ada agama. Atau jangan-jangan malah kadung lalai dan terbuai?
Seperti juga dalam mitologi Yunani yang disebut "Kotak Pandora" tersebut, walaupun kotak itu sudah terbuka dan terlihat secara kasat mata berhamburan (segala keburukan) apa saja dengan berbagai wujud yang ada di dalamnya. Tetapi yang jelas masih ada yang tersisa, yaitu harapan. Harapan yang baik, pelajaran moral dan hikmah di balik semua itu untuk semuanya. Semoga. []
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H