Realitasnya bahwa penggunaan GPS dapat menggangu konsentrasi dalam berkendara. Bisa membahayakan. Karena bisa terjadi kecelakaan lalu lintas.
Makanya wajar ada pelarangan dari aparat atau instansi terkait, Kementerian Perhubungan atau kepolisian, misalnya. Tentu ada pertimbangan dan pengkajian sebelumnya. Prinsipnya lebih mengutamakan keselamatan dari pengendara.
Sebenarnya, larangan penggunaan GPS dalam berkendara lebih baik dan lebih signifikan. Para ahli maupun pihak terkait sependapat bahwa larangan semacam ini dapat menciptakan kesadaran perilaku tertib berkendara sehingga menghindarkan pengemudi dari bahaya kecelakaan lalu lintas.
Permasalahan utamanya, adalah lantaran dalam aturan larangan itu tak ada rincian yang jelas mengenai sejauh mana penggunaan GPS dianggap menganggu konsentrasi pengendara. Sementara, GPS masa kini cenderung lebih ramah pengemudi. Bisa didengar lewat navigasi suara atau terpasang sebagai fitur standar di mobil, misalnya.
Lantas, kapan menggunakan GPS dapat dikatakan menganggu konsentrasi dan membahayakan bagi pengendara?
Menggunakan GPS bisa menganggu konsentrasi, yakni: Ketika pengemudi melihat ke ponsel untuk memvisualisasikan rute.
Menyentuh dan berinteraksi dengan perangkat sehingga melepas tangan dari kemudi.
Terganggu secara visual oleh cahaya perangkat yang terang setelah gelap. Terganggu oleh navigasi suara. Dan ketika pengemudi perlu mengubah atau memilih rute alternatif.
Intinya, GPS memungkinkan pengemudi mengalihkan perhatian dari jalan. Sehingga konsentrasi pengemudi sedikit banyak terganggu.Â
Seperti rasa kantuk yang tiba-tiba kadung datang merasuk ketika menyetir kendaraan. Dalam sekian detik saja, bisa dipastikan konsentrasi terusik, maka ini bisa sangat membahayakan.
Walaupun demikian, ini bukan berarti menggunakan GPS dalam berkendara tidak ada faedahnya, atau tidak berguna sama sekali.
Apalagi bagi supir taksi dan ojek daring yang hampir tidak bisa lepas dari penggunaan GPS ini. Ibarat bernafas, mereka sangat bergantung pada alat ini.