Mohon tunggu...
Muin Tambelan
Muin Tambelan Mohon Tunggu... -

Suara burung sangat asik untuk didengar

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Masalah Kapal Selesai, Terbitlah "Gelap Gulita"

6 Mei 2017   23:02 Diperbarui: 6 Mei 2017   23:20 412
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

           Pertama, perlu diacungi jempol “langkah” Bupati Bintan, Kepri (Kepulauan Riau) dan wakilnya (Apri Sujadi dan Dalmasri Syam) dalam mengatasi problema agkutan kapal laut masyarakat Tambelan, kecamatan terluar dari Kabupaten Bintan, Kepri.  Sekarang sudah ada minimal 4 (empat) Kapal, yaitu KM Sabuk Nusantara 30, 39, 59, dan 62 yang menyinggahi kecamatan Tambelan. Rute Kapal termasuk dari propinsi Kepri dan Kalbar (Kalimantan Barat), atau sebaliknya.  

            Sebelum Bupati Bintan yang sekarang (periode 2015-2020), bisa 2 bulan sampai 4 bulan tanpa ada angkutan Kapal laut, sehingga menyebabkan kecamatan Tambelan yang sudah terisolasi, menjadi terisolasi total. Efek domino dari angkutan kapal adalah tak adanya onderdil berbagai fasilitas umum, seperti mesin listrik, menara telphon, dan peralatan puskesmas yang bisa dikirim dari kabupaten atau propinsi. Bahkan punya efek luas terhadap jalannya administrasi pemerintahan dan sosial ekonomi masyarakat.

            Kondisi transportasi laut yang sudah “membaik” ini agar terus bertahan, atau semakin bertambah baik di tahun tahun mendatang. Ide agar Badan Usaha Milik Desa (BUM-Des) terjun ke sektor transportasi laut patut disambut baik. Mari kita dorong Camat Tambelan yang sekarang, Akhyarudin bersama jajaran kepala desa dan lurah untuk segera mewujudkannya.

          Minimal “celah” bisnis saat bulan Ramadhan, Idul Fitri, Idul Adha dan tahun baru bisa dijadikan peluang untuk menangkap keuntungan. BUM-Des untung, rakyatpun senang. Kasus beratus ratus penumpang yang tak dapat angkutan hari raya diharapkan takkan terulang kembali.

           

Terang Yang Tak Pernah Terbit

Djumadi Yahya, Ketua Kerukunan Tambelan (KKT) Tanjung Pinang, Kepri sedang menyalakan lampu petromax sebagai bentuk “protes” terhadap kondisi listrik di Tambelan yang lebih banyak matinya (sumber: Robby Patria, 2016).
Djumadi Yahya, Ketua Kerukunan Tambelan (KKT) Tanjung Pinang, Kepri sedang menyalakan lampu petromax sebagai bentuk “protes” terhadap kondisi listrik di Tambelan yang lebih banyak matinya (sumber: Robby Patria, 2016).
          

             Semenjak ada PLN di Kecamatan Tambelan tahun 1990, berarti sudah 27 tahun, listrik hanya ada di waktu malam (12 jam saja). Tapi yang 12 jam itupun tak selalu penuh sepanjang tahun, Karena selalu saja “pemadaman” listrik terjadi. Malampun gelap gulita, balik ke jaman pra-PLN. Menyedihkan lagi, gelap gulita itu bisa sampai berbulan bulan.  Alasannya selalu sama sepanjang 27 tahun, yaitu : mesin rusak dan kehabisan bahan bakar.

            Kondisi listrik yang lebih banyak mati daripada hidupnya, bukan hanya menyebabkan keprihatinan masyarakat di Tambelan, tapi semua masyarakat Tambelan perantau di manapun berada merasa “geram.” Sampai sampai dalam sebuah acara halal bi halal, Djumadi Yahya, ketua Kerukunan Keluarga Tambelan (KKT) di Tanjung Pinang menghidupkan lampu petromax sebagai bentuk “protes.”  

           Anehnya, sekarang malah ada “rasionalisasi,” dimana tiap per-dua malam, ada satu malam hanya hidup 6 jam. Artinya malam pertama dan kedua listrik hidup 12 jam, malam ketiga hanya hidup 6 jam. Kemudian kembali ke malam pertama, kedua dan ketiga. Begitu seterusnya. Meskipun sudah dibuat “rasionaliusasi” seperti ini, bisa saja listrik padam berminggu minggu dengan alasan alasan klise.

Solar Panel: Kenapa Tidak Dicoba?

Listrik tenaga surya (sumber: http://cdn.zmescience.com/wp-content/uploads/2015/05/bigstock-Solar-Panel-On-A-Red-Roof-14532428.jpg)
Listrik tenaga surya (sumber: http://cdn.zmescience.com/wp-content/uploads/2015/05/bigstock-Solar-Panel-On-A-Red-Roof-14532428.jpg)
            Ada tiga titik penting dalam pemerintahan di tingkat kecamatan: kantor camat, masjid dan puskesmas. Roda administrasi dijalankan di kantor camat. Mesjid adalah pusat kegiatan kerohanian, dan budaya masyarakat melayu. Puskesmas adalah nadi kehidupan masyarakat di daerah terpencil. Sebagai kebutuhan mendesak atau “emergency,” sebaiknya Bupati Bintan, menyediakan listrik 24 jam di tiga titik penting ini.

            Ada dua pilihan, yaitu genset dan tenaga matahari (solar panel). Listrik tenaga surya adalah pilihan tepat untuk daerah terpencil. Ini karena factor pemeliharaan yang minim, serta jangka pemakaian yang panjang (sampai 10 tahun). Setelah tiga titik penting, bisa kemudian disediakan untuk semua instansi pemerintah di kecamatan, termasuk di pelabuhan Tambelan. Anggap Tambelan sebagai proyek “perintis” atau percontohan, kemudian bisa di-replikasi di pulau pulau lain yang tersebar di Kabupaten Bintan.

            Dengan teknologi tahun 2013, biaya listrik dari tenaga surya masih 3 kali lipat dibandingkan listrik PLN. Tapi, teknologi tahun 2017, biaya listrik tenaga surya sudah berkurang, sekitar dua kali lipat dibanding PLN. 10 tahun ke depan, diperkirakan akan sama biaya listrik tenaga surya dan PLN.

            Semakin tahun, semakin efisien teknologi yang dihasilkan, begitu pula dengan lamanya pemakaian. Satu kali beli, nanti bisa di atas 15 tahun dipakai. Mungkin, setelah 10-15 tahun bisa jadi “peluang” bisnis masyarakat di pulau pulau di Bintan. Bahkan bisa dicontoh di tingkat propinsi dan Indonesia. Diharapkan, nama Bupati Bintan dan wakilnya berkibar di tingkat propinsi, dan nasional.

            Mari kita mulai dari kecamatan Tambelan pak Apri Sujadi dan Dalmasri Syam !!   

           

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun