Mohon tunggu...
ABDUL MUIN
ABDUL MUIN Mohon Tunggu... -

Seorang Journalist Amatir

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Bocah 9 Tahun Membunuh Temannya Karena Sebuah Kelapa

26 September 2011   10:42 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:36 564
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Dominggus bocah berusia sembilan tahun ini membunuh temannya Abraham akibat memperebutkan sebutir kalapa kering yang jatuh dipinggir pantai. Bocah siswa kelas tiga sekolah dasar ini tampak tidak ada beban dan hanya bermain main di sekitar pengadilan negeri Manokwari Provinsi Papua Barat.

Sesekali Domi-nama panggilannya- bercengkerama bersama sejumlah petugas termasuk para tahanan yang sedang berada didalam sel tahanan pengadilan dan hendak mengikuti sidang di pengadilan manokwari. Tidak hanya petugas pegadilan negeri, sejumlah polisi yang berjaga jaga di pengadilan ini pun tidak jarang mendapat tingkah usil si Domi.

Dengan kepolosannya, Domi saat ini sedang menunggu sidang lanjutan kasus pembunuhan yang dilakukannya pada 25 juli 2011 silam. Saat itu, dirinya sedang bermain dengan temannya Abraham ditepi pantai, sebutir kelapa kering yang jatuh dari pohon kemudian diperebutkan keduanya. Karena lebih kecil, Domi kalah dalam perbutan kelapa tadi. Tidak terima dengan kekalahan tersebut, Domi pulang dan mengambil pisau dapur dirumahnya yang hanya berjarak 100 meter dari bibir pantai tempat mereka bermain. Abraham yang sedang duduk ditepi pantai tidak menyadari kehadiran Domi yang langsung menusuk leher Abraham dari belakang. Abraham pun tewas di tempat

“Ade Domi.....mari masuk ruangan...sidang sudah mau mulai..” terdengar suara Jaksa Penuntut Umum Helmi Faisal memanggil dari dalam ruang sidang pengadilan agar Domi segera masuk. Marince Karubaba ibu Domi, dengan hangat menggandeng anaknya untuk masuk kedalam ruangan sidang yang sepi pengunjung karena memang tertutup untuk umum.

Sidang hanya berjalan lima menit karena saksi yang tidak hadir. Majelis Hakim memutuskan untuk menunda sidang hingga pekan depan.

Usai sidang Domi pun kembali memperlihatkan tingkah pola layaknya seorang bocah, naik turun tangga pengadilan dan tidak terlihat sedikit pun adanya rasa takut di wajahnya dengan banyaknya polisi maupun petugas.

“Mama hanya berharap.....sidang ini cepat selesai..biar Domi bisa sekolah lagi....kasihan....bagaimana dia (Domi) punya masa depan nanti kalau tidak sekolah...” kata marince karubaba saat kutanya harapannya terkait proses hukum anaknya. Karena sejak Juli hingga September ini, Domi sudah tidak bersekolah lagi dan harus menjalani tahanan kota karena di Manokwari belum ada rumah tahanan bagi anak dibawah umur.

Kucoba bertanya pada Jaksa Penuntut Umum dari Kejaksaan Manokwari,Helmi Faisal, berapa sich dakwaan yang akan dijatuhkan kepada Domi. “ Kami akan mendakwa Dominggus dengan pasal 80 ayat tiga Undang Undang Republik Indonesia nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, Dominggus sendiri terancam hukuman maksimal tujuh tahun penjara..” kata Helmi.

Wali kelasnya, Etta errari saat kutemui usai pulang dari sekolah mengatakan Domi tergolong anak yang pandai, penurutdan tidak suka membatah kalau diperintah guru. Etta pun berharap dominggus dapat segera kembali masuk sekolah dan belajar bersama temannya yang lain.

“Domi....Domi.....sini......” panggilku saat Domi sedang berjalan dikoridor kantor pengadilan.

“ Kenapa Om???” Domi balik bertanya sambil mendatangiku.

“Domi kalau sudah besar....Domi cita cita mau jadiapa???? “ tanyaku.

“Om....Kalo sudah besar...Domi mau jadi Polisi biar bisa tangkap penjahat....” ujarnya.

Kalimat terakhir Domi membuatku tidak mampu lagi bertanya.

Sebuah Kisah Nyata Di Ruang Pengadilan Negeri Manokwari Papua Barat, 26 September 2011

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun