Pontanak, 25 September 2024. Kesetiaan, kata yang terdengar sederhana namun membawa makna yang dalam. Di zaman sekarang, ketika segala sesuatu tampaknya bisa diperjualbelikan, banyak dari kita bertanya-tanya, "Masih adakah orang yang benar-benar setia ?" Terlebih lagi, ketika kita melihat realitas pahit:  banyak orang rela melakukan apa pun demi uang. Tapi, bisakah kita mengharapkan kesetiaan dari mereka yang menempatkan uang di atas segalanya ?.
Uang memang penting. Itu tak bisa dipungkiri. Namun, ketika uang menjadi penguasa hati, dan pikiran seseorang, akankah masih ada ruang untuk nilai-nilai luhur seperti loyalitas, kepercayaan, dan komitmen ?. Â Mari kita telaah lebih jauh.
  Kesetiaan dalam Dunia yang Materialistis
Kita hidup di dunia yang semakin dikuasai oleh materialisme. Segala sesuatu diukur berdasarkan uang---status, kebahagiaan, bahkan kesuksesan. Orang yang memiliki lebih banyak uang seringkali dianggap lebih berharga, dan layak dihormati. Tak jarang, seseorang yang sebelumnya tampak jujur, dan berintegritas, tiba-tiba berubah ketika tawaran besar datang menghampiri. Di sini lah kesetiaan diuji.
Di satu sisi, ada mereka yang tetap berpegang teguh pada prinsipnya, menolak untuk tergoda meskipun uang yang ditawarkan bisa merubah hidup mereka. Di sisi lain, ada orang-orang yang rela melakukan segalanya---bahkan mengkhianati teman, keluarga, atau pasangan---demi iming-iming kekayaan. Sayangnya, semakin banyak orang yang masuk ke dalam kategori kedua ini.
  Uang, Godaan, dan Kehancuran Kesetiaan
Ketika seseorang rela mengorbankan prinsip, Â dan nilai-nilai moral demi uang, di sinilah kesetiaan mulai hancur. Hubungan, baik itu pertemanan, cinta, atau bisnis, tak lagi didasarkan pada rasa saling percaya, dan komitmen, tetapi pada keuntungan materi. Orang yang awalnya setia mungkin tiba-tiba berubah ketika mereka melihat ada peluang finansial yang lebih menguntungkan di tempat lain.
Kita sering mendengar cerita tentang perselingkuhan, perpecahan keluarga, hingga pengkhianatan dalam bisnis yang semuanya berakar pada satu hal: uang. Orang yang rela melakukan apa saja demi uang akan mudah berpindah haluan ketika ada tawaran yang lebih besar. Mereka tak akan ragu untuk meninggalkan komitmen, melanggar janji, atau mengkhianati kepercayaan yang telah dibangun bertahun-tahun hanya karena imbalan materi.
Ini bukan sekadar teori. Banyak contoh nyata yang bisa kita lihat dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, ketika seorang karyawan yang sudah lama bekerja di perusahaan tiba-tiba pindah ke kompetitor hanya karena tawaran gaji yang lebih tinggi, tanpa memikirkan loyalitas terhadap perusahaan lamanya. Atau ketika seorang sahabat baik tiba-tiba berkhianat demi keuntungan pribadi dalam suatu proyek bisnis. Â Bukankah kita semua pernah mendengar, atau bahkan mengalami hal seperti ini ?
  Loyalitas yang Tergadai di Era Digital
Perkembangan teknologi membuat fenomena 'segala sesuatu bisa dibeli' semakin nyata. Di media sosial, kita bisa melihat banyak orang yang rela mempromosikan produk, atau layanan yang mereka sendiri tidak percaya, hanya karena dibayar untuk melakukannya.  Uang menjadi penguasa di balik layar . Akibatnya, integritas semakin kabur, dan loyalitas kepada audiens, atau nilai-nilai pribadi perlahan-lahan terkikis.